Setelah Vonis Setya Novanto

Penulis

Kamis, 26 April 2018 07:00 WIB

Terdakwa mantan ketua DPR, Setya Novanto dikawal ketat saat memasuki mobil tahanan setelah mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 24 April 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Vonis untuk mantan Ketua DPR, Setya Novanto, bukan gong terakhir dalam pengusutan kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Sikap KPK, yang menyatakan bahwa penyidikan belum akan berhenti, sudah tepat.

Praktik megakorupsi yang menggarong uang negara Rp 2,3 triliun-dari proyek senilai hampir Rp 5,9 triliun-itu harus dibongkar tuntas dan dibuat terang-benderang. Seluruh fakta persidangan yang muncul dan setiap bukti adanya upaya penyamaran atau pencucian uang hasil korupsi sepantasnya ditindaklanjuti.

Dalam pertimbangannya untuk vonis Setya, majelis hakim telah menegaskan adanya bancakan atas uang proyek itu. Sebanyak 16 nama perorangan, lima perseroan, satu perum, satu tim, satu konsorsium pemenang lelang, satu atas nama direksi perseroan, dan satu atas nama beberapa anggota DPR periode 2009-2014 disebut ikut menerima cipratan uang.

Kelompok yang terakhir itu, misalnya, menadah sebesar US$ 12,8 juta dan Rp 44 miliar. Adapun mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, berada di antara 16 nama perorangan karena menerima uang Rp 50 juta, satu unit toko, dan sebidang tanah dari aliran dana anggaran 2011-2013 tersebut.

Adapun Setya sendiri diharuskan mengembalikan uang senilai US$ 7,3 juta atau Rp 71 miliar berdasarkan nilai tukar 2010. Selain pidana 15 tahun penjara, Setya dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah menjalani pidana.

Advertising
Advertising

Jumlah penerima bancakan bisa jadi lebih banyak lagi karena beberapa nama yang disebut Setya belum direken hakim. Beberapa nama lain juga tak disebut meski telah menjalani pemeriksaan oleh KPK. Contohnya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Setya yang disangka mengikuti proses pengadaan e-KTP sejak awal dan ikut merekayasa tender proyek.

Penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP yang telah dimulai sejak medio Oktober 2014 itu baru menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Menghitung Setya, empat dari delapan tersangka itu telah divonis bersalah. Mereka terbukti memperkaya diri sendiri maupun orang lain dan korporasi.

Sementara itu, proyek yang dirancang sejak 2010 tersebut tak bisa membereskan persoalan administrasi kependudukan yang amburadul. Proyek yang ditargetkan selesai pada 2014 itu masih menyisakan jutaan warga negara yang belum mengantongi KTP elektronik.

Belakangan masalah lain muncul sekaligus mengkonfirmasi ketidakberesan, yakni saat pemberlakuan registrasi ulang kartu prabayar telepon seluler. Banyak penggenggam e-KTP memiliki data yang tak sesuai dengan dokumen kependudukan lainnya.

Hal yang juga mengkhawatirkan, data pribadi penduduk rawan bocor karena subkontraktor yang menangani perekaman dan penyimpanan data adalah sebuah perusahaan asing. Perusahaan ini masih memegang kunci untuk mengakses data tersebut.

Kasus korupsi e-KTP benar-benar merugikan masyarakat luas. Sudah sepantasnya KPK berjanji untuk tidak berpuas diri atas vonis berat terhadap Setya. Janji itu harus dikawal dan didukung.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya