Persekutuan Ganjil Jokowi-Prabowo

Penulis

Rabu, 25 April 2018 14:00 WIB

Sigi Sebut Prabowo Pesaing Terkuat Jokowi

KESEDIAAN Prabowo Subianto menjadi calon presiden dari Partai Gerindra bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, deklarasi itu mengoyak luka yang belum sembuh: Prabowo bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, termasuk penculikan aktivis 1998.

Kedua, betapapun kontroversialnya, Prabowo memiliki hak politik dengan kesempatan yang tak kecil. Ia pun memimpin Gerindra, partai pemenang ketiga Pemilihan Umum Legislatif 2014. Menurut sejumlah survei, elektabilitas Prabowo berada pada urutan kedua, setelah Presiden Joko Widodo. Saat ini, selain inkumben, hanya Prabowo yang sudah menyatakan bersedia menjadi calon presiden.

Karena itu, informasi yang menyebutkan Jokowi berupaya merangkul Prabowo sebagai kandidat wakil presidennya patut dicermati. Disampaikan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, rencana itu disiapkan untuk mencegah perpecahan masyarakat seperti pada Pemilu 2014. Ketika itu, publik terbelah dua: pro-Jokowi dan pro-Prabowo. Isu suku, agama, dan ras berhamburan. Kejadian yang sama terulang pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tiga tahun kemudian.

Saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, yang didukung antara lain oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan-partai penyokong Jokowi-berhadapan dengan Anies Baswedan, yang disokong Prabowo. Pada Pemilu 2019, sebanyak 320 ribu calon anggota legislatif juga akan berlaga mencari pemilih. Posisi diametral Jokowi dan Prabowo diduga akan memanaskan suasana hingga ke lapangan kampanye calon anggota legislatif.

Pendekatan Jokowi terhadap lawan politiknya memunculkan spekulasi bahwa Prabowo tak sungguh-sungguh mengajukan diri sebagai calon presiden. Deklarasinya dua pekan lalu dianggap hanya upaya menjaga soliditas partai. Seperti Partai Demokrat, Gerindra merupakan partai tokoh-partai yang hidup-matinya ditentukan ketua umum.

Advertising
Advertising

Di luar itu, ada alasan lain yang membuat Prabowo gamang. Di antaranya persoalan logistik: dibanding empat tahun lalu, saat ini ia dipercaya tak lagi punya banyak modal. Faktor lain: Prabowo tak bisa maju sendiri. Menduduki 13 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat dan hanya mendapat 11,8 persen suara dalam Pemilu 2014, Gerindra tak bisa sendirian mengusung calon presiden. Partai lain yang dianggap potensial mendukung Prabowo adalah Partai Keadilan Sejahtera, yang hingga kini belum memberikan kepastian.

Persekutuan Jokowi-Prabowo mungkin terkesan baik, yakni dapat mengatasi benturan di masyarakat dan menyelesaikan problem Prabowo yang sedang kesulitan mencari kawan seiring. Perkawinan itu juga bisa menghemat biaya politik. Tanpa lawan tanding, hampir tak ada biaya yang harus dikeluarkan. Namun, jika benar terjadi, persekutuan itu merupakan awal dari tragedi demokrasi.

Pemerintah, bagaimanapun, harus dikontrol kekuatan oposisi. Checks and balances tak akan terjadi jika pihak yang semestinya berseberangan menjadi satu kubu. Poros ketiga kecil kemungkinan bisa terbentuk karena koalisi Jokowi-Prabowo telah merangkul sebagian besar partai. Skenario terburuk dalam pemilu: pasangan Jokowi-Prabowo akan melawan kotak kosong.

Akar dari segala kemelut adalah presidential threshold. Aturan ini hanya mengizinkan partai politik atau gabungan partai politik dengan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional yang bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Kandidat alternatif sulit ditemukan. Demokrasi telah dibajak segelintir oligarch dan terjebak menjadi hanya bersifat prosedural, bukan substansial. Mumpung masih jauh hari, Jokowi hendaknya membuang jauhjauh rencana persekutuan itu. Dipilih orang ramai dalam pemilu empat tahun lalu, ia selayaknya menyadari bahwa menjaga demokrasi merupakan mandat yang harus diemban. Mempertahankan kekuasaan tentu tak ada salahnya. Tapi, seyogianya, niat itu dilakukan dengan tetap memperkuat demokrasi.

Harapan yang sama ditujukan kepada Prabowo. Ia harus membuang jauh-jauh pikiran untuk sekadar memperoleh takhta. Ia memang telah kalah dalam dua pemilu-dengan beban moral dan material yang tak kecil. Tapi segala "jerih-payah"-nya akan sia-sia jika ia hanya mementingkan diri sendiri. Prabowo justru akan dikenang sejarah jika ia menjaga demokrasi meski untuk itu ia harus kehilangan kesempatan masuk lingkaran kekuasaan secara instan.

Jika tak yakin bisa memenangi pertarungan, Prabowo bisa mengikuti sejumlah nasihat: mendukung kandidat lain dan masuk kekuasaan sebagai "dalang". Dalam pemilu, calon yang disokongnya bisa menang atau kalah. Adapun Prabowo akan dikenang sebagai seorang demokrat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya