Preseden Buruk Praperadilan Century

Penulis

Kamis, 19 April 2018 07:30 WIB

Mantan Wakil Presiden Boediono berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, 27 Desember 2017. ANTARA FOTO/Wahyu Putro

Komisi Pemberantasan Korupsi selayaknya tidak melaksanakan putusan praperadilan kasus Century yang mengabulkan gugatan Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia. Tak hanya melampaui kewenangan, putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Effendi Mukhtar, ini bakal menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.

Dalam putusan yang diketuk pada Senin pekan lalu itu, hakim memerintahkan KPK melanjutkan penyidikan kasus Century dan menetapkan bekas Gubernur Bank Indonesia Boediono dan kawan-kawan sebagai tersangka. Pekan ini, pimpinan komisi antikorupsi mengundang sejumlah ahli hukum guna menyikapi putusan tersebut.

Putusan hakim itu melampaui kewenangan karena berada di luar obyek praperadilan. Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), wewenang hakim praperadilan hanya memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan, serta ganti kerugian atau rehabilitasi pada penyidikan atau penuntutan. Belakangan, Mahkamah Konstitusi menambahkan soal keabsahan penetapan sebagai obyek praperadilan.

Menurut KUHAP, penetapan status tersangka merupakan kewenangan penyidik. Tak ada satu pun pihak atau lembaga yang bisa mengintervensi independensi penyidik dalam menjalankan tugas itu, termasuk lembaga praperadilan. Sesuai dengan ketentuan itu, putusan praperadilan hakim Effendi Mukhtar jelas kebablasan.

Boediono dan kawan-kawan memang disebut dalam dakwaan bekas Deputi Gubernur BI, Budi Mulya, yang menjadi pesakitan dalam kasus Century. Tapi, sekalipun putusan Budi sudah berkekuatan hukum tetap dengan vonis 15 tahun penjara, penyidik tak secara otomatis bisa menetapkan mereka sebagai tersangka. Harus ada proses penyelidikan dan penyidikan lebih dulu dengan bersandar pada dua bukti permulaan. Tak semestinya hakim mendikte proses penetapan tersangka.

Advertising
Advertising

Putusan praperadilan itu dengan demikian tak mengikat KPK. Kendati berkekuatan hukum tetap, menurut ketentuan hukum acara pidana, putusan ini tidak memaksa. Dengan kata lain, KPK bisa mengabaikan putusan praperadilan kasus Century.

Putusan praperadilan ini semestinya menjadi pelajaran bagi KPK agar tak serampangan mencantumkan sejumlah nama yang disebut turut serta dalam dakwaan. Dalam kasus Century, Komisi mencantumkan nama Boediono dan kawan-kawan dalam dakwaan Budi Mulya sebagai pihak turut serta tanpa dalil yang jelas. Sejauh ini, KPK tak menemukan niat jahat dan motif pribadi keterlibatan mereka dalam keputusan penyelamatan Century.

Terhadap Budi Mulya, KPK menjeratnya setelah mendapat bukti bahwa ia pernah menerima pinjaman Rp 1 miliar dari pemilik Century, Robert Tantular. Motivasi inilah yang menunjukkan adanya iktikad buruk di balik penyelamatan Century.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya