Cris Kuntadi
Staf Ahli Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Kementerian Perhubungan
Masalah perlintasan sebidang, seperti pertemuan jalan raya dan jalur kereta, selalu kontroversial. Di satu sisi, masyarakat membutuhkan akses jalan yang lebih singkat. Tapi, di sisi lain, perlintasan itu juga menjadi sumber petaka. Selain menjadi titik kemacetan, perlintasan sebidang merupakan simpul terjadinya kecelakaan.
Sekarang ada sedikitnya 5.094 perlintasan sebidang di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, yang resmi dikelola pemerintah hanya 1.192 perlintasan, sementara 3.629 perlintasan lainnya liar, yakni tidak ada izin, tidak ada palang pintu, tidak dijaga, dan terkadang rambu pun tak ada.
Masyarakat tidak banyak mengetahui bahwa penjagaan di perlintasan sebidang pada hakikatnya bukan ditujukan untuk menyelamatkan pengguna jalan, melainkan untuk keselamatan perjalanan kereta api. Artinya, ada atau tidak palang pintu, pengguna jalan raya tetap harus waspada ketika melewati perlintasan itu. Bahkan sebisa mungkin pengendara kendaraan bermotor menghindari perlintasan tersebut karena tingginya risiko keselamatan dan sering menimbulkan kesemrawutan lalu lintas.
Kasus kecelakaan di perlintasan sebidang di Indonesia masih terbilang tinggi dengan jumlah korban yang tidak sedikit. Data kecelakaan di perlintasan sebidang selama 2004-2017 menunjukkan bahwa kecelakaan itu telah menelan 1.282 korban jiwa, dengan rincian 475 orang meninggal dunia, 533 orang luka berat, dan 274 orang luka ringan. Tingginya angka kecelakaan itu banyak disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas, seperti menerobos palang pintu, mengabaikan isyarat kereta api atau rambu-rambu, dan ketiadaan pintu atau penjaga palang pintu.
Dengan semakin tingginya frekuensi perjalanan kereta api, perlintasan sebidang semakin menjadi sumber masalah. Maka, penutupan atau pengurangan perlintasan sebidang menjadi sangat mendesak dilakukan dan harus menjadi salah satu program nasional dalam pengurangan kecelakaan transportasi.
Hal ini diperkuat dengan Bab VII Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mengenai "Perpotongan dan Persinggungan Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain". Pasal 91 ayat 1 menyatakan bahwa "Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang". Inilah yang menjadi dasar bagi kita untuk sesegera mungkin menutup perlintasan sebidang guna menciptakan transportasi yang aman dan selamat.
Walaupun demikian, penghapusan perlintasan itu tidak mudah karena sejumlah hambatan di lapangan. Faktor lain adalah kesadaran masyarakat karena masih banyaknya jalan umum tak resmi yang memotong langsung jalur kereta api. Perlintasan liar itu terus bertambah setiap tahun.
Tanggung jawab keselamatan di perlintasan itu bukanlah urusan institusi yang menangani perkeretaapian saja, melainkan semua pihak sesuai dengan perundang-undangan. Sinergi para pihak yang mempunyai tugas dan wewenang dalam menangani permasalahan ini perlu diciptakan. Mereka adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, kepolisian, dan PT Kereta Api Indonesia (operator).
Beberapa alternatif dan solusi dapat ditempuh, seperti menutup beberapa perlintasan lalu menggabungkannya dan membangun frontage road, flyover/underpass atau mengalihkan kendaraan ke jalan alternatif. Perlu koordinasi dan pembagian tugas dengan pemerintah pusat (Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum) untuk jalan nasional, pemerintah provinsi untuk jalan provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota. Koordinator penutupan tetap ada pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Untuk mencegah munculnya perlintasan sebidang baru, perlu dilakukan peninggian tubuh baan (jalan kereta api) sehingga sulit bagi kendaraan untuk melewati jalur kereta api tersebut. Pengembang perumahan juga harus dipastikan membangun perumahan yang tidak memungkinkan munculnya perlintasan sebidang. Untuk jangka panjang, pembangunan jalur kereta api sebaiknya dilakukan dengan pembuatan jalur khusus kereta layang.
Sosialisasi, koordinasi, dan pendekatan kepada masyarakat mengenai pentingnya keselamatan dan keamanan perlu dilakukan dengan lebih intensif. Dampak yang diharapkan adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya penghapusan perlintasan sebidang sehingga program tersebut mendapat dukungan masyarakat.
Apabila upaya ini dilaksanakan secara persuasif dan konsisten, diharapkan dapat mengurangi secara signifikan atau bahkan meniadakan perlintasan sebidang. Tujuan penurunan angka kecelakaan lalu lintas pada akhirnya dapat dicapai secara maksimal.