Malapetaka di Teluk Balikpapan

Penulis

Senin, 16 April 2018 07:30 WIB

Sisa tumpahan minyak terlihat dari foto kamera drone di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, 4 April 2018. Pipa baja dengan diameter 20 inci dan tebal12 miliar tersebut berada di dasar laut dengan kedalaman 20-25 meter.Imeida Tandrin/ REUTERS

INSIDEN kebocoran pipa minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, menunjukkan PT Pertamina (Persero) tidak siap melakukan mitigasi kegagalan operasi. Perusahaan negara minyak dan gas bumi itu seperti tergagap mengatasi tumpahan minyak yang kini menutupi 20 ribu hektare laut.

Kebocoran terjadi sekitar pukul 03.00 Wita, 31 Maret lalu, akibat patahnya pipa penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke kilang Balikpapan. Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya.

Sedikitnya 40 ribu barel minyak mentah tumpah meski kebocoran dapat ditutup dua jam kemudian. Ada kesan Pertamina menyembunyikan kejadian tersebut: pengumuman resmi baru disampaikan tiga hari berselang. Sempat pula terjadi kekacauan komunikasi ketika pejabat Pertamina Balikpapan menyangkal ada kebocoran meski kemudian meralatnya.

Dampak ekologis tentulah mengerikan: tumpahan minyak menutup 34 hektare kawasan mangrove di Kelurahan Kariangau, habitat kepiting. Sebanyak 6.000 batang dan 2.000 bibit mangrove di Kampung Atas Air, Margasari, menghitam oleh tumpahan bahan bakar mentah.

Minyak yang tumpah di laut merupakan polutan organik yang sulit terurai dalam waktu singkat. Minyak mentah yang tumpah di Prince William Sound, Alaska, Amerika Serikat, Maret 1989, diperkirakan baru bisa dibersihkan 25 tahun kemudian. Saat itu, tanker Exxon Valdez terguling dan mengguyurkan 41 ribu meter kubik minyaknya ke laut.

Advertising
Advertising

Greenomics Indonesia memperkirakan kerugian ekologis di Teluk Balikpapan mencapai US$ 8,27 miliar atau sekitar Rp 111,7 triliun. Penghitungan minimal ini didapat dengan mengacu pada nilai ekonomis dari berbagai komponen utama ekosistem laut dan hutan bakau.

Indikasi kelalaian sulit ditutupi. Pertamina mengaku usia pipa yang bocor telah 20 tahun. Tabung penyalur minyak itu juga tidak dilengkapi sensor sehingga lokasi kebocoran tidak diketahui dengan cepat. Lokasi itu baru diketahui setelah penyelam turun ke kedalaman laut 20-26 meter. Patut dicemaskan: perusahaan sekaliber Pertamina tidak memiliki sistem pengamanan kegagalan operasi. Perusahaan itu juga menggunakan pipa dengan alat pemberi peringatan yang tidak berfungsi.

Bila terbukti melakukan kelalaian yang berdampak kerusakan lingkungan dan menelan korban, perusahaan minyak itu bisa dijerat Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelanggar aturan itu diancam hukuman penjara 9 tahun dan denda Rp 9 miliar serta keharusan membayar ganti rugi kepada masyarakat dan lingkungan.

Pemerintah mesti bersikap tegas. Langkah awal adalah meminta Pertamina bertanggung jawab mengatasi dampak kerusakan ekosistem laut akibat tumpahan minyak tersebut. Pertamina dimungkinkan menuntut pihak lain yang menjadi pemicu kebocoran pipa bawah laut itu-termasuk dugaan keterlibatan kapal pengangkut batu bara yang ditengarai menyeret pipa ketika buang sauh.

Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut bisa menjadi peluru bagi Pertamina untuk menyeret pihak yang menjadi penyebab kebocoran pipa. Aturan yang memakai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) ini mewajibkan pemilik kapal membayar kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan dari pencemaran.

Pembentukan tim gabungan mitigasi bencana mesti diprioritaskan. Tim itu perlu melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kementerian teknis, akademikus, LSM lingkungan, serta masyarakat setempat.

Kehadiran pemerintah dalam mengatasi bencana lingkungan ini penting sebagai koreksi atas pernyataan "offside" Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, yang mengatakan kebocoran pipa itu sudah bisa diatasi dan bukan merupakan kesalahan Pertamina. Klaim ini jelas prematur karena penyelidikan saat itu belum lagi dilakukan.

Langkah Amerika Serikat dalam mengatasi kerusakan lingkungan akibat ledakan kilang pengeboran minyak Deepwater Horizon milik British Petroleum (BP) di Teluk Meksiko pada 2010 bisa ditiru. Saat itu, Presiden Barack Obama meminta BP membayar ganti rugi senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 172 triliun kepada masyarakat dan pemerintah selain memperbaiki lingkungan yang tercemar.

Bencana lingkungan yang terjadi mesti menjadi momentum bagi Pertamina untuk melakukan audit ulang kondisi dan sistem pengamanan semua pipa minyak bawah laut. Adapun dalam proses penyidikan, polisi harus bertindak cergas dan tak pandang bulu. Bencana serupa tak boleh terulang.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya