Jangan Pidanakan Kajian Ilmiah

Penulis

Selasa, 10 April 2018 07:00 WIB

Kepolisian Daerah Banten melalui Direktorat Resere Kriminal Khusus telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP informasi potensi tsunami setinggi 57 meter di Kabupaten Pandegalng Banten.

KEPOLISIAN jangan sampai salah langkah dalam mengusut dugaan penyebaran isu tsunami di Kabupaten Pandeglang, Banten. Pemaksaan pemidanaan perkara tersebut bisa mengarah pada kriminalisasi karya ilmiah, yang dapat merusak semangat inovasi dan kreativitas para ilmuwan Indonesia.

Kabar tentang tsunami Pandeglang muncul dalam sebuah seminar di gedung Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jakarta, 2 April lalu. Peneliti Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, yang menjadi salah satu pembicara, memaparkan kajian mengenai potensi tsunami setinggi 57 meter di Pandeglang.

Tidak ada yang keliru dari pemaparan itu. Sebab, analisis itu bersumber dari temuannya berdasarkan pemodelan gempa besar yang berpotensi terjadi di daerah subduksi di selatan Jawa dan Selat Sunda. Pergeseran patahan di daerah tersebut dianggap berpotensi menimbulkan gempa dengan kekuatan 9 pada skala Richter di laut dangkal, yang akan memicu tsunami besar.

Kabar itu menjadi viral, juga menimbulkan keresahan, setelah sebuah laman berita nasional memberitakan potensi bencana itu dengan label "prediksi". Dengan pelintiran seperti itu, potensi bencana tersebut-yang baru akan terjadi bila sejumlah prasyarat terpenuhi-terkesan memang akan terjadi.

Kepolisian Daerah Banten bergerak cepat. Beralasan kabar itu akan merusak iklim investasi di Banten, mereka menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, 5 April lalu. Polisi berencana memanggil Widjo Kongko, BMKG, BPPT, dan sejumlah akademikus. Mereka siap menguji hasil riset tentang tsunami tersebut dengan kajian ahli lainnya sebagai pembanding.

Advertising
Advertising

Kejadian itu bisa menjadi pelajaran penting bagi media. Wartawan jangan sekali-kali melupakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat atas setiap produk jurnalistik yang dihasilkannya. Jangan sampai, demi klik atau keterbacaan, bumbu sensasi disertakan sehingga etik terlangkahi. Dalam konteks ini, publik ataupun aparat penegak hukum bisa melakukan kontrol lewat mekanisme pengaduan ke Dewan Pers.

Selanjutnya, polisi tak perlu repot-repot mengusut kasus ini. Suatu temuan ilmiah, apa pun hasilnya, bukan merupakan hoaks yang bisa dipidanakan. Hasil penelitian ilmiah seharusnya dibantah dengan penelitian lain, bukan dengan ancaman penjara. Menentukan sebuah karya ilmiah benar atau salah pun bukan tugas kepolisian.

Satu hal yang mesti diingat, kajian tsunami tersebut, terlepas dari benar atau tidaknya secara ilmiah, tetap berguna. Hal itu bisa menjadi pengingat bagi kita, yang kerap kurang serius dalam mengantisipasi bencana. Adapun soal kehebohan atau keresahan yang ditimbulkannya menjadi pekerjaan rumah bersama. Para ilmuwan harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan kajian, terutama yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat luas. Media juga perlu lebih cermat dalam memberitakan suatu temuan ilmiah yang sensitif.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya