Soal Putusan Etik Kedokteran

Penulis

M. Nasser

Senin, 9 April 2018 07:30 WIB

Letkol CKM dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad, dokter Spesialis radiologi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Dok.TEMPO/ Jacky Rachmansyah\

M. Nasser
Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia

Keputusan Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Nomor 009320 tanggal 12 Februari 2018 telah memicu polemik. Majelis memutuskan dokter TAP, yang anggota IDI, telah melanggar etik. Bagaikan orkestra, beberapa orang yang merasa puas atas pelayanan profesi TAP lantas mengkritik putusan ini. Polemik ini menjadi bola liar dan keluar dari substansi materiil etik yang dipersoalkan. Bila tidak diluruskan, hal ini dapat berpotensi merusak banyak hal, termasuk internal organisasi IDI dan bahkan kepercayaan kepada dokter Indonesia. Tulisan ini dibuat dalam perspektif etika pelayanan kesehatan, yang menjadi irisan dari hukum kedokteran.

Paling tidak ada empat hal yang menjadi perhatian dalam kasus TAP. Pertama, keputusan MKEK itu berada di lingkup etika profesi dan bukan standar pelaksanaan profesi. Menurut Majelis, pelanggaran etik ini dilakukan karena alasan-alasan yang dianggap kuat dan bermakna sebagai pelanggaran etik berat.

Ada empat poin pertimbangan Majelis. Salah satunya adalah ketidakhadiran TAP dalam lima kali undangan klarifikasi sejak 5 Januari 2015. TAP juga tidak hadir dalam sidang kemahkamahan pada 16 Januari 2018. Majelis juga telah berupaya untuk berimbang dengan meminta keterangan banyak guru besar yang kompeten, seperti Profesor Hasan Machfoed; promotor disertasi TAP, Profesor Irawan Yusuf; dan bahkan Ketua Komite Penilaian Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Profesor Soedigdo Sastroasmoro.

Kedua, perkara tindakan brain washing melalui metode diagnostik DSA (Digital Subtraction Angiography) bukanlah wilayah MKEK. Hal itu masuk ranah disiplin profesi yang seharusnya diperiksa oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Bila MKEK memiliki bukti ada yang dirugikan dengan metode ini atau hal lain, hal itu menjadi urusan MKDKI. Hal ini bisa dilakukan melalui pengaduan MKEK kepada MKDI, sesuai dengan penjelasan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Advertising
Advertising

Ketiga, testimoni sejumlah pihak tentang keberhasilan metode DSA seharusnya tidak dapat mempengaruhi pemeriksaan etik, tapi dapat didengar keterangannya oleh MKDKI. Banyaknya testimoni itu tidak bisa dijadikan landasan ilmiah bahwa metode ini sahih untuk digunakan, apalagi dengan memungut biaya yang tidak kecil. Sekali lagi, ilmu kedokteran tidak bisa dijalankan hanya karena ada testimoni keberhasilan lantaran banyak praktik klinik tradisional, dukun patah tulang, dan sebagainya yang juga melahirkan testimoni keberhasilan.

Sangat disarankan agar pandangan pihak ketiga ini tidak diberikan pada proses penegakan etik karena keputusan MKEK seharusnya independen dan steril dari pengaruh faktor-faktor di luar etik. Bila MKEK ditekan dan tidak bekerja dengan baik, efeknya sangat berbahaya bagi kepentingan masyarakat.

Keempat, MKEK dan masyarakat disarankan untuk bertindak adil dan tidak diskriminatif terhadap semua praktik dokter yang tak didukung oleh kedokteran berbasis bukti (EBM) atau praktik yang memberikan pengobatan dengan memanfaatkan efek plasebo dan efek vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), seperti chelasion. Memang ada pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan ketidaktahuan pasien. Namun kita sebaiknya juga tidak menutup mata bila ada dari metode ini yang memberikan manfaat.

Metode yang bermanfaat itu perlu difasilitasi untuk dikembangkan melalui tahap-tahap akademik layaknya penelitian kedokteran. Negara harus hadir dengan mendukung riset dan pembiayaannya. Akan sangat membanggakan bila hasilnya bisa dipublikasi secara elegan dalam jurnal internasional yang bergengsi. Kasus jaket anti-kanker tempo hari harus menjadi pelajaran bagi kita bahwa ekspose berlebihan ke masyarakat tanpa etika penelitian yang benar dapat memunculkan masalah etik di kemudian hari.

Kesimpulannya, MKEK hanya membatasi diri pada persoalan etika profesi. Soal dugaan pelanggaran disiplin diserahkan kepada MKDKI. Kedua lembaga ini pada hakikatnya harus bertindak untuk melindungi masyarakat dan secara bersama-sama memberikan perlindungan kebebasan berinovasi bagi tenaga kesehatan.

Kita berharap masyarakat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada organisasi profesi IDI ini untuk mengawal etika profesi kedokteran secara independen dan bertanggung jawab. Bila persoalannya adalah persoalan etik, tidak perlu dilakukan mediasi. Namun, bila berupa pelanggaran disiplin, persidangan mahkamah yang jujur, adil, bermartabat, dan bertanggung jawab dapat dilakukan oleh MKDKI.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya