Reformasi Agraria Ala Jokowi

Penulis

Selasa, 3 April 2018 07:00 WIB

Keluarga Romlah Binti Patma di Kampung Jatake, Desa Jakatake, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang menolak pengukuran lahan untuk jalan tol Serpong-Balaraja dengan memasang pelang kepemilikan tanah yang masih dalam sengketa. FOTO: TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO

UPAYA mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan tidak cukup hanya dengan pembagian secara simbolis sertifikat tanah. Program pemerintah Joko Widodo untuk menyelesaikan pembuatan 125 juta sertifikat di seluruh bidang tanah pada 2025 baru merupakan langkah awal untuk memecahkan problem utama tersebut.

Sudah pasti, timpangnya kepemilikan lahan itu juga tidak bisa diselesaikan dengan perdebatan di publik antara politikus Amien Rais dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan. Sebagai oposan, Amien secara berlebihan menyatakan pembagian sertifikat tanah oleh Jokowi sebagai bentuk pengibulan. Luhut, tak kalah berlebihan, membalas tudingan itu dengan mengancam akan membongkar aib pengkritik pemerintah.

Sudah lazim "oposisi" mengeksploitasi kelemahan pemerintah. Sebaliknya, penguasa melebih-lebihkan keberhasilannya. Atas nama kebaikan bersama, kedua pihak semestinya menggunakan data akurat dalam berargumen. Amien seharusnya tidak sembarangan melontarkan kritik dan semaunya mengutip data. Kritik asal bunyi akan menambah riuh kabar bohong di media massa.

Melihat ke belakang, sertifikasi lahan yang merupakan bagian dari reformasi agraria sebenarnya telah dimulai pada era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto ketika itu menyatakan reformasi agraria-ia menamainya "reforma agraria"-merupakan "kebijakan pembangunan yang berkeadilan sosial".

Harus diakui, pemerintah Jokowi secara eskalatif mempercepat program itu. Pada era Yudhoyono, saban tahun cuma 800-1.000 sertifikat yang diterbitkan. Meski tidak sesuai dengan target 5 juta sertifikat, tahun lalu pemerintah Jokowi menyelesaikan 4,2 juta di antaranya. Hampir setiap pekan Jokowi berkunjung ke daerah dan secara simbolis membagikan sertifikat tanah.

Advertising
Advertising

Ada sejumlah problem pada program sertifikasi ini. Sengketa dan tumpang-tindih kepemilikan lahan merupakan masalah klasik program ini. Sengketa yang melibatkan ratusan ribu keluarga dengan jutaan hektare lahan ini sering mengakibatkan korban jiwa. Program sertifikasi juga bisa terhambat karena masalah teknis, seperti keterbatasan jumlah juru ukur.

Masalah lain yang tak kalah pelik dalam program sertifikasi lahan-dan reformasi agraria-adalah tumpang-tindihnya aturan. Pada awal pemerintahan Jokowi, menurut kajian BPN, terdapat 21 undang-undang, 49 peraturan presiden, 22 keputusan presiden, 4 instruksi presiden, 469 peraturan, keputusan, surat edaran, serta instruksi Menteri Negara/Kepala BPN tentang pertanahan yang tidak sinkron.

Menyelesaikan problem-problem itu jauh lebih penting daripada acara simbolis pembagian sertifikat. Apalagi sertifikasi tanah jelas bukan tujuan akhir dari program reformasi agraria. Ada target lebih mendasar, yaitu menyelaraskan percepatan sertifikasi dengan penataan ketimpangan kepemilikan tanah.

Ketimpangan yang telah berlangsung bertahun-tahun itu terlihat dari data berikut ini. Lebih dari 70 persen aset nasional produktif yang sebagian besar berupa tanah dikuasai 0,02 persen penduduk. Lebih dari separuh jumlah petani di negeri ini memiliki lahan pertanian kurang dari setengah hektare.

Kita perlu mengingatkan janji kampanye Jokowi-Jusuf Kalla untuk membagikan tanah seluas 9 juta hektare dan meningkatkan kepemilikan lahan petani gurem. Reformasi agraria berarti bukan sekadar bagi-bagi tanah, melainkan perombakan penguasaan dan kepemilikan tanah.

Kesungguhan pemerintah memenuhi janji-janji itu jauh lebih penting daripada secara berlebihan menanggapi kritik oposan seperti Amien Rais.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya