Meninjau Kembali Perkara Basuki

Penulis

Rabu, 28 Maret 2018 07:30 WIB

Massa yang tergabung dalam organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) dan presidium 212 saat melakukan demo terkait sidang peninjauan kembali (PK) Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. TEMPO/Subekti.

PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali perkara Basuki Tjahaja Purnama patut disesalkan. Majelis hakim peninjauan kembali semestinya bisa meluruskan peradilan sesat terhadap bekas Gubernur DKI Jakarta itu. Mahkamah hanya melihat proses hukum luar biasa ini dari kacamata Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Majelis hakim tidak membuka mata terhadap kenyataan bahwa sejak awal perkara Basuki dipaksakan karena tekanan publik. Basuki dijadikan tersangka oleh polisi setelah ada gelombang demonstrasi yang menuntut dia dipenjara. Basuki dianggap menistakan agama saat berpidato di Kepulauan Seribu pada September 2016 dengan menyitir Surat Al-Maidah ayat 51.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Mei 2017 memvonis Basuki 2 tahun penjara karena menganggapnya menodai agama. Padahal, dalam persidangan, Basuki tak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan jaksa. Tersebab itu, jaksa hanya menuntut Basuki dengan tuduhan telah menyebarkan permusuhan. Hakim malah mengacu pada surat dakwaan yang dibacakan di awal sidang.

Di sini, hukum yang seharusnya menjadi panglima tunduk kepada desakan orang ramai. Di tengah pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang diikuti Basuki saat itu, sulit untuk tak mengaitkan desakan atas proses hukum perkara ini dengan intrik politik. Basuki mungkin melanggar etik, tapi dia tak berniat menodai agama seperti yang diyakini majelis hakim.

Unsur "dengan sengaja" yang menjadi syarat adanya niat jahat dalam penodaan agama tak terbukti di pengadilan. Hakim tak mempertimbangkan keterangan saksi yang diajukan Basuki, yang menunjukkan maksud pidato di Kepulauan Seribu. Hakim malah menggunakan kalimat penggalan dan tanpa konteks dari pidato Basuki sebagai bahan pertimbangan.

Advertising
Advertising

Karena itu, wajar ketika Buni Yani-orang yang memotong kalimat Basuki-dinyatakan bersalah oleh hakim dalam pengadilan berbeda, Basuki mengajukan peninjauan kembali. Putusan Buni Yani semestinya menjadi pertimbangan MA bahwa ada dua perkara yang bertolak belakang.

Sayangnya, kuasa hukum Basuki tak serius memanfaatkan peluang ini. Misalnya, mereka tak berusaha dengan keras menghadirkan Basuki dalam sidang pemeriksaan berkas peninjauan perkara. Padahal, Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2012 mewajibkan terpidana hadir. Mahkamah dengan tegas menyebutkan peninjauan kembali dinyatakan tak dapat diterima bila terpidana absen.

Maka, majelis peninjauan kembali yang dipimpin hakim agung Artidjo Alkostar menyatakan permohonan Basuki tak dapat diterima. Artinya, hakim tak memeriksa substansi perkara, melainkan syarat formalnya-salah satunya kehadiran terpidana di persidangan. Kuasa hukum Basuki harus memperbaiki kekeliruannya dan kembali mengajukan peninjauan kembali.

Mahkamah Konstitusi menyatakan peninjauan kembali boleh diajukan berulang kali. Meski kemudian membatasinya hanya sekali dengan mengeluarkan SEMA, MA tetap membuka peluang atas dua perkara yang bertolak belakang, seperti perkara Basuki dan Buni Yani.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya