Diskriminasi Kepemilikan Tanah di Yogya

Penulis

Senin, 26 Maret 2018 02:52 WIB

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, 10 Oktober 2017. ANTARA FOTO

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X semestinya mencabut aturan lawas yang membatasi kepemilikan lahan bagi "nonpribumi" di wilayahnya. Beleid diskriminatif ini tercantum dalam Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898 Tahun 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Warga Negara Indonesia Non-Pribumi. Aturan lokal yang melarang warga keturunan Tionghoa memiliki tanah di Yogyakarta itu melanggar konstitusi.

Seorang pengacara bernama Handoko berkali-kali menggugat aturan itu ke pengadilan. Berkali-kali pula pengadilan dan Mahkamah Agung menolaknya. Terakhir, gugatan Handoko kembali ditolak Pengadilan Negeri Yogyakarta atas gugatan perdata Surat Instruksi itu. Ia kini mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta untuk terus melawan.

Instruksi tersebut sebenarnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang membolehkan semua warga negara Indonesia, tak terkecuali keturunan Tionghoa, menguasai tanah dengan status hak milik. Instruksi itu diterbitkan berdasarkan ketakutan penuh prasangka bahwa warga keturunan Tionghoa akan menguasai tanah di Yogyakarta. Merujuk ke data perkumpulan keturunan Tionghoa di Yogyakarta, mereka berjumlah sekitar 30 ribu orang dari total hampir 3,6 juta penduduk. Dari jumlah itu, rata-rata luas tanah yang dimiliki satu keluarga keturunan Tionghoa adalah sekitar 200 meter persegi-semua dalam hak guna bangunan, bukan sertifikat hak milik.

Aturan tak adil dalam kepemilikan tanah itu semestinya juga telah gugur sejak keluar Peraturan Daerah DIY Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya Undang-Undang Pokok Agraria di Provinsi DIY. Pasal 3 menyebutkan, dengan berlakunya peraturan daerah tersebut, segala ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang agraria dinyatakan tidak berlaku lagi.

Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998, yang menghapus istilah nonpribumi, juga menunjukkan aturan tersebut tak relevan lagi. Sayangnya, kantor-kantor Badan Pertanahan di Yogyakarta masih menjadikan Surat Instruksi itu sebagai acuan sehingga melanggengkan diskriminasi terhadap masyarakat keturunan Tionghoa yang hendak memiliki sertifikat hak milik atas tanah.

Advertising
Advertising

Di tengah perlawanan hukum oleh pengacara Handoko, alangkah terpujinya jika Sultan Hamengku Buwono X memenuhi desakan para aktivis antidiskriminasi untuk mencabut aturan itu. Gubernur semestinya mematuhi aturan yang lebih tinggi, termasuk dalam hal status "pribumi" dan "nonpribumi" yang telah dihapuskan.

Sejumlah hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan masyarakat Yogyakarta semakin tidak toleran. Jika tidak dicabut, aturan tentang kepemilikan lahan itu akan menunjukkan bahwa negara pun bertindak diskriminatif terhadap warganya.

Berita terkait

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

6 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Badan Bank Tanah dan Polri Teken MoU Sinergitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi

6 hari lalu

Badan Bank Tanah dan Polri Teken MoU Sinergitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi

Badan Bank Tanah menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian tentang sinergi pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pengelolaan tanah.

Baca Selengkapnya

Resmi Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Berapa Harta Kekayaan Prabowo Subianto?

8 hari lalu

Resmi Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Berapa Harta Kekayaan Prabowo Subianto?

Jumlah harta kekayaan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mencapai Rp 2,04 triliun. Berikut Rinciannya.

Baca Selengkapnya

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

11 hari lalu

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

Sultan Hamengku Buwono X meminta agar Kulon Progo memilah investor agar tidak menimbulkan masalah baru seperti kawasan kumuh.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Kampung Arab Kini

12 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

15 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

19 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Kasus TPPU Andhi Pramono, KPK Sita Lahan di Kabupaten Banyuasin

32 hari lalu

Kasus TPPU Andhi Pramono, KPK Sita Lahan di Kabupaten Banyuasin

KPK kembali menemukan dan menyita aset tanah seluas 2.597 meter persegi terkait Andhi Pramono di Banyuasin, Sumatera Selatan.

Baca Selengkapnya

Tanah Pribadi di IKN Boleh Dijual

43 hari lalu

Tanah Pribadi di IKN Boleh Dijual

Sekretaris Otorita IKN Jaka Santos menjelaskan, tanah yang boleh dijual ke pengusaha, investor, atau pihak lain yang berminat.

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

45 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.

Baca Selengkapnya