Perang Dagang Trump dengan Cina

Penulis

Tri Winarno

Senin, 26 Maret 2018 07:00 WIB

Presiden Cina, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump. REUTERS

Tri Winarno
Ekonom senior Bank Indonesia

Ekonom dan analis kebijakan publik pada umumnya lebih menyukai tarif yang lebih rendah, bahkan tanpa tarif sekalian, guna meningkatkan kesejahteraan global. Lantas, bagaimana cara memaknai keputusan Presiden Donald Trump menaikkan tarif impor baja dan aluminium baru-baru ini?

Trump dengan lihai meraup keuntungan politik potensial di daerah produsen baja dan aluminium dan sedang meningkatkan tekanan kepada Kanada dan Meksiko ketika sedang berlangsung renegosiasi NAFTA (North American Free Trade Agreement). Adapun Uni Eropa, yang berencana untuk membalas ekspor Amerika ke kawasan itu dengan tarif yang lebih tinggi, seperti produk Levi’s dan Harley Davidson, pada akhirnya setuju melakukan negosiasi dengan Amerika dengan mengurangi tarif produk Amerika yang disesuaikan dengan tarif produk Uni Eropa yang masuk ke Amerika.

Namun target utama kebijakan kenaikan tarif impor baja dan aluminium Amerika adalah Cina. Pemerintah Cina telah berjanji untuk mengurangi kelebihan kapasitas produksi baja dan aluminium sehingga dapat memotong surplus produksi yang dijual ke Amerika dengan harga subsidi. Pemangku kebijakan Cina telah menunda berkali-kali untuk menjalankan kebijakan itu karena tekanan domestik untuk melindungi tenaga kerja Cina di sektor tersebut. Kebijakan tarif Amerika akan menyeimbangkan tekanan domestik di Cina dan meningkatkan rencana Cina mempercepat pengurangan kelebihan kapasitas produksi.

Karena kebijakan tarif Trump demi keamanan nasional, bukan dumping, dan peningkatan impor, maka dimungkinkan untuk mengecualikan pengenaan tarif dari sekutu Amerika, seperti NATO, Jepang, dan Korea Selatan, serta menargetkan kenaikan tarif hanya pada Cina. Hal ini akan menghindari risiko perang dagang yang lebih luas.

Advertising
Advertising

Di balik isu tarif tersebut, bagi Amerika, isu terpenting dalam perdagangan dengan Cina adalah keprihatinan Amerika terhadap kebijakan alih teknologi yang diterapkan oleh Cina, bukan pada isu ekspor baja dan aluminium bersubsidi. Walaupun subsidi tersebut merugikan produsen baja dan aluminium Amerika, harga yang lebih rendah juga membantu perusahaan Amerika menggunakan baja dan aluminium itu serta menguntungkan konsumen yang membeli produk tersebut. Namun Cina benar-benar merugikan kepentingan Amerika ketika dia mencuri teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan Amerika.

Beberapa tahun yang lalu pemerintah Cina menggunakan keahlian Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk menginfiltrasi perusahaan Amerika dan mencuri teknologinya. Pemerintah Cina membantah tuduhan tersebut hingga Presiden Amerika Barack Obama dan Presiden Cina Xi Jinping bertemu di California pada Juni 2013. Obama menunjukkan kepada Xi bukti-bukti rinci dari mata-mata cyber-nya. Akhirnya, Xi setuju bahwa pemerintah Cina tidak lagi menggunakan PLA atau institusi pemerintah lainnya untuk mencuri teknologi Amerika. Sejak itu pencurian teknologi Amerika oleh perusahaan Cina melalui cyber turun drastis.

Namun teknik pencurian itu kini berubah. Perusahaan Amerika yang ingin berbisnis di Cina diwajibkan melakukan alih teknologi. Perusahaan itu dengan terpaksa melakukannya agar dapat masuk ke pasar dengan 1,3 miliar penduduk dan skala ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Namun para pengusaha Amerika mengeluhkan bahwa syarat tersebut merupakan bentuk lain dari pemerasan. Bahkan mereka khawatir pemerintah Cina sengaja menunda persetujuan sedemikian rupa sehingga perusahaan domestik dapat menggunakan teknologi itu untuk menguasai pasar terlebih dulu.

Pemerintah Amerika tidak dapat memakai cara tradisional atau menggunakan prosedur Organisasi Perdagangan Dunia untuk menghentikan praktik culas Cina tersebut. Amerika juga tidak dapat melakukan cara Cina, yaitu mewajibkan perusahaan Cina yang beroperasi di Amerika melakukan alih teknologi karena Cina tidak memiliki keunggulan teknologi.

Amerika lantas menggunakan kebijakan tarif untuk menekan Cina agar patuh pada praktik bisnis yang sehat. Juru runding Amerika akan menggunakan ancaman tarif lainnya kepada Cina untuk menekan Cina agar kebijakan alih teknologi itu dihapuskan. Kalau itu berhasil, ancaman tarif akan menjadi kebijakan perdagangan internasional yang sangat mujarab.

Tentu kebijakan ini akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Produk-produk Cina yang tidak dapat masuk ke Amerika akan mengalir ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Karena itu, perumus kebijakan publik harus memperhatikan kepentingan industri nasional agar tidak gulung tikar. Jika industri nasional bankrut, bukan hanya ketahanan industri nasional yang akan semakin lemah, tapi juga masalah tambahan pengangguran akan semakin berat di tengah situasi ekonomi yang kembang-kempis.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya