Calon Kepala Daerah Tersangka Korupsi

Penulis

Jumat, 23 Maret 2018 07:30 WIB

Penyidik KPK menyusun barang bukti uang yang disita dari pengembangan operasi tangkap tangan KPK terhadap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya calon gubernur Sultra Asrun di gedung KPK, Jakarta, 9 Maret 2018. Uang suap tersebut diduga akan digunakan untuk keperluan biaya politik pemilihan kepala daerah. ANTARA/Wahyu Putro A

KEPUTUSAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan beberapa calon kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi layak diapresiasi. Tindakan itu menunjukkan komisi antirasuah teguh menjaga supremasi hukum dan tidak dapat diintervensi kekuatan mana pun.

Sekurangnya sudah tujuh calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Terakhir adalah dua calon kepala daerah di pilkada Kota Malang, yang dijadikan tersangka pada Rabu lalu. Keduanya adalah Wali Kota Malang nonaktif Mochamad Anton dan Ya’qud Ananda Gudban. Sebelumnya, sudah ada beberapa tokoh yang dikenai status serupa. Di antaranya calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, calon Gubernur Lampung Mustafa, serta calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus.

Keteguhan itu patut didukung. Sebab, sebelumnya, ada tekanan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto agar KPK menunda penetapan tersangka tersebut. Wiranto berdalih hal itu hanyalah imbauan agar KPK tak masuk ranah politik dan kelancaran pilkada terjaga.

Sangat disayangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pun mendukung "imbauan" keliru tersebut. Apakah mereka sengaja melupakan kenyataan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan untuk membasminya tak boleh ada kompromi sekecil apa pun?

KPK tentu saja tidak serampangan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Dalam kaitan ini, misalnya, komisi telah menerima 34 hasil analisis rekening dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebagian milik calon kepala daerah. Ketua KPK menyatakan 90 persen dari calon yang mereka selidiki hampir pasti menjadi tersangka. Kebanyakan mereka adalah inkumben atau sosok yang dibesarkan lewat politik dinasti. Rata-rata modus korupsi yang dilakukan berupa permintaan suap kepada kontraktor proyek atau suap perizinan.

Advertising
Advertising

Melihat berbagai fakta tersebut, langkah KPK justru penting dan berfaedah dalam menghambat laju calon-calon yang korup dalam pilkada. Bagaimanapun, agar langkah KPK ini tak dipandang berbau politis, proses hukum terhadap mereka yang sudah jadi tersangka mesti segera dilakukan. Kalau perlu, mereka secepatnya ditahan jika sudah memenuhi syarat. Komisi harus konsisten dalam penegakan hukum dan tak pandang bulu.

Memang, sedikit-banyak gebrakan KPK ini akan mempengaruhi pelaksanaan pilkada. Soalnya, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tak mengizinkan partai mencabut pencalonan kandidat yang telah didaftarkan.

Ada baiknya pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang mengenai penggantian calon kepala daerah. Hal itu penting dilakukan agar partai pendukung mempunyai peluang mengganti calonnya yang mungkin tak akan mengikuti pemilu.

Di sisi lain, partai politik perlu mengambil pelajaran dari peristiwa ini agar kelak lebih saksama dalam memilih calon kepala daerah. Jangan sampai masa depan daerah dipertaruhkan pada calon pemimpin yang berpotensi menjadi maling.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya