Bom Waktu Konflik Sawit

Penulis

Selasa, 20 Maret 2018 07:00 WIB

Greenpeace Tuding Wilmar Rusak Hutan

KONFLIK berkepanjangan antara masyarakat adat dan perusahaan sawit tak perlu terjadi jika pemerintah dapat menjadi wasit yang baik. Memelihara iklim bisnis yang sehat untuk industri sawit tentu baik-baik saja. Tapi mengabaikan hak-hak publik, yang dirugikan pengusaha, tentu akan mendatangkan banyak mudarat.

Konflik belasan tahun terjadi antara Grup Wilmar dan warga Nagari Maligi, Pasaman Barat, Sumatera Barat. Inti perkara adalah soal penguasaan lahan. Masyarakat merasa tanah adat dirambah, pengusaha membantahnya. Ada pula soal tudingan main mata pengusaha dengan sebagian tokoh: upaya meredam konflik dengan memberi kompensasi kepada segelintir orang. Sayangnya, alih-alih mendudukkan perkara dengan jernih, penegakan hukum jalan di tempat. Berlarut-larut, konflik ini rawan meletup menjadi konflik sosial.

Pemerintah terlihat lunak kepada perusahaan sawit nakal. Banyak pengusaha yang merambah hutan yang terlarang buat perkebunan, termasuk menerabas tanah adat. Tak bisa ditolak, sawit adalah sumber devisa. Pada 2017, ekspor sawit mencapai Rp 314 triliun, atau 14 persen dari total nilai ekspor Indonesia. Tingginya ekspor itu membuat Indonesia bergantung pada bisnis tersebut.

Tapi perkebunan ilegal tentu tak boleh dibiarkan. Saat ini ada jutaan hektare kebun sawit ilegal yang diperkirakan masih berproduksi. Dari 11,7 juta hektare jumlah kebun sawit di Indonesia saat ini, ratusan ribu hektare di antaranya dibuka dengan merambah hutan.

Pelanggaran itu terjadi di depan mata selama bertahun-tahun. Jika memiliki niat baik, sebetulnya tak sulit mengecek status kebun-kebun ilegal itu, lalu menyeret pelakunya ke pengadilan. Komisi Pemberantasan Korupsi sebetulnya sudah melakukan investigasi atas pelanggaran hukum di sektor ini. Sayangnya, tindakan mereka baru sebatas memberi rekomendasi untuk pengelolaan hutan yang lebih baik.

Advertising
Advertising

Negara didera dua kerugian jika kebun-kebun ilegal itu terus dibiarkan. Pertama, pemerintah akan kehilangan penerimaan pajak karena kebun itu tak pernah dilaporkan. Kedua, kebun-kebun ilegal itu merusak hutan dan ekosistem.

Sawit adalah tanaman yang rakus air. Dalam sehari, satu pohon sawit menyedot 20-40 liter air. Jumlah ini hampir dua kali lipat tanaman lain, seperti kopi dan kakao. Satwa-satwa pun ikut terusir karena habitatnya tergusur sawit.

Malaysia adalah contoh negara yang berhasil menjaga hutannya dari serbuan kebun sawit. Untuk menjaga hutannya, negeri jiran itu membatasi lahan sawit hanya 6 juta hektare. Kebijakan inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan sawit Malaysia agresif membuka kebun di negara lain, termasuk Indonesia.

Indonesia tak perlu malu meniru Malaysia. Pemerintah Malaysia mendukung industri sawit tanpa harus mengorbankan rakyat. Perkebunannya pun jauh lebih unggul karena terus-menerus mengembangkan varietas unggul. Kebun sawit Indonesia memproduksi 4 ton tandan sawit segar per hektare. Malaysia menghasilkan minimal 10 ton per hektare. Konflik antara pengelola kebun dan masyarakat pun nyaris tak pernah terdengar.

Pemerintah Indonesia harus bersiaga. Ada 659 konflik agraria pada 2017 yang sebagian besar berhubungan dengan kebun sawit. Jika tak saksama diurus, konflik itu akan terus menjadi bom waktu.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya