Pemerintah dan Bank Indonesia harus waspada dan cermat dalam menyikapi jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sikap tenang pemerintah untuk menjaga dinamika pasar sangat diperlukan, di tengah upaya BI mengendalikan volatilitas rupiah melalui serangkaian kebijakan moneter.
Tak bisa dimungkiri bahwa rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) berulang kali menggoyang pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Kali ini, rupiah bergerak di interval 13.700-13.800 per dolar Amerika, atau sudah berada di bawah nilai fundamentalnya. Gejolak ini diperkirakan terus terjadi hingga The Fed merealisasi rencananya untuk menaikkan suku bunga acuan, pertengahan bulan ini.
Lesunya rupiah memang berdampak buruk pada banyak hal. Yang terasa dalam jangka pendek adalah kenaikan biaya impor, baik untuk bahan baku maupun barang modal. Jika pelemahan rupiah terus berlanjut, industri berbasis bahan baku impor bakal terbebani. Dampak lainnya adalah inflasi akibat kenaikan harga barang impor serta pembengkakan subsidi energi.
Risiko yang tak kalah krusial ada pada utang luar negeri serta proyek-proyek pemerintah yang mengandalkan pinjaman asing dan bahan baku atau barang modal impor. Tercatat utang luar negeri yang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 390 triliun atau 17,56 persen dari nilai belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Dengan kurs dolar di atas asumsi APBN pada level 13.400, anggaran untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo jelas bakal membengkak.
Jalannya proyek infrastruktur yang sarat barang modal impor juga terancam. Membengkaknya biaya bisa berujung pada dua hal: jalan terus dengan risiko kenaikan investasi di luar perencanaan dan beban besar di kemudian hari atau disetop dengan konsekuensi target jangka panjang pemerintah terancam.
Menghadapi risiko-risiko tersebut, pemerintah harus berupaya ekstra untuk menenangkan pasar, terutama dari aksi spekulan yang giat berburu dolar. Dengan fundamental ekonomi yang cukup baik, pemerintah bisa meyakinkan investor besar untuk menahan dananya di pasar domestik.
Pemerintah juga harus segera meninjau ulang pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang sarat dengan beban dolar. Semangat efisiensi serta upaya lindung nilai (hedging) yang sempat digaungkan beberapa tahun lalu perlu digenjot dan diawasi realisasinya, demi menghindari kerugian besar akibat gejolak kurs rupiah. Secara simultan, strategi BI untuk menstabilkan rupiah melalui operasi pasar terbuka perlu dilakukan secara cermat agar tak menggerus cadangan devisa secara berlebihan.