Akibat Candu Batu Bara

Penulis

Rabu, 21 Februari 2018 07:18 WIB

Briket Batubara (Tabloidbintang)

KRITISNYA kondisi keuangan PT PLN (Persero) akibat lonjakan harga batu bara membuktikan pemerintah belum juga serius membenahi persoalan klise kelistrikan. Kebijakan nasional soal listrik ini membuat kita terus-menerus bergantung pada sumber energi yang pasti akan habis.

Setelah gagal dalam upaya pertamanya tahun lalu, PLN kembali meminta pemerintah mengintervensi harga produk batu bara untuk pasar dalam negeri. Harga emas hitam ini terus meroket, hingga sekarang menembus rekor US$ 100 per ton. Ini angka tertinggi sejak Mei 2012.

Lonjakan harga itu membuat PLN ketar-ketir. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN menghabiskan sedikitnya 66,9 juta ton batu bara per tahun. Belum lagi 16,5 juta ton konsumsi pembangkit swasta (independent power producer) yang pengadaannya ditanggung PLN.

Jika harga batu bara domestik tak terkendali, PLN khawatir biaya produksi listrik yang pada 2017 membengkak hingga Rp 15 triliun akan terulang. Menaikkan tarif listrik? Opsi ini tertutup karena sungguh tak populer, apalagi di tengah persiapan tahun politik 2019.

Walhasil, PLN harus menelan ludahnya sendiri. Direksi berikrar mengegolkan gagasan intervensi harga batu bara domestik, gagasan yang tiga tahun lalu mereka tolak ketika diusulkan produsen batu bara. Kala itu, banyak perusahaan tambang menyetop produksi karena harga anjlok hingga mendekati US$ 50 per ton.

Advertising
Advertising

Dua pekan terakhir, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menggeber pembahasan pengaturan harga batu bara domestik. PLN mengusulkan harga US$ 55-65 per ton. Diskusi melibatkan pengusaha batu bara.

Dibutuhkan wasit yang jernih dalam memutuskan persoalan ini. Pembahasan juga harus transparan. Jangan ada "kesepakatan di bawah meja". Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan kelak bermanfaat untuk semua pihak, termasuk tak mengganggu investasi perusahaan tambang.

Sebaliknya, produsen batu bara tak selayaknya menolak diatur. Kewajiban batu bara untuk pasar dalam negeri dijatah hanya 25 persen dari total produksi mereka. Harga usulan PLN juga di atas biaya pokok produksi sekitar US$ 30 per ton. Selama ini, sebagai kontraktor pemerintah, mereka telah menikmati batu bara milik negara dengan kewajiban pembayaran royalti yang relatif murah.

Momentum ini juga seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan listrik yang tampak menjadikan batu bara bak candu. Alih-alih membuat terobosan untuk menggenjot penyediaan listrik energi terbarukan, pemerintah justru mempercepat dan memperbanyak pengadaan PLTU batu bara.

Target tambahan kapasitas listrik 35 ribu megawatt pada 2019, misalnya. Separuh proyek pembangkit baru yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada tahun pertama pemerintahannya ini adalah PLTU batu bara. Kementerian Energi memperkirakan tambahan pembangkit ini akan mengerek kebutuhan batu bara PLN hingga 90 persen.

Kini pemerintah mengkaji ulang target pengoperasian sejumlah pembangkit baru tersebut. Adanya potensi gagal bayar (default) pada PLN akibat proyek ini—terungkap dalam surat Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September 2017—menunjukkan proyek listrik ambisius tersebut direncanakan serampangan.

Fluktuasi harga, juga besarnya dampak lingkungan akibat pertambangan, seharusnya mendorong pemerintah segera meninggalkan batu bara, yang kini menguasai lebih dari 53 persen bauran energi nasional. Persoalan yang sama pernah berulang kali terjadi ketika penyediaan listrik masih ketagihan bahan bakar minyak, hingga batu bara mengambil alih dominasi empat tahun lalu.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya