Pastikan Nasib Guru Honorer

Penulis

Selasa, 20 Februari 2018 06:40 WIB

Puluhan Guru Honorer yang tergabung dalam Ikatan Guru Honor Indonesia (IGHI) Se-Makassar berunjuk rasa di depan Monumen Mandala, Makassar, 2 Mei 2015. Dalam aksinya mereka menuntut agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan para guru honorer. TEMPO/Fahmi Ali

Pemerintah tidak boleh membiarkan masa depan ratusan ribu guru honorer di seluruh Indonesia terkatung-katung. Sebuah kebijakan yang tegas dan jelas dibutuhkan untuk segera mengakhiri polemik mengenai diangkat-tidaknya sekitar 250 ribu guru honorer menjadi pegawai negeri sipil. Sudah terlalu lama isu ini digoreng sebagai komoditas politik untuk kepentingan elektoral semata.


Jika ketidakjelasan nasib guru honorer ini tak diakhiri, praktik percaloan di berbagai daerah dengan iming-iming jalan pintas menjadi pegawai negeri akan terus marak. Selama masa depan mereka penuh dengan ketidakpastian, para guru ini pun tak bisa bekerja dengan sepenuh hati. Mereka tak akan kuasa mencurahkan waktu, perhatian, dan ikhtiar total mereka untuk keberhasilan pendidikan siswa-siswanya. Ini tentu merupakan kerugian besar untuk kita semua.


Kalau kita merunut ke pangkalnya, silang sengkarut nasib guru honorer ini berawal dari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di awal masa pemerintahannya pada 2004, Yudhoyono berjanji akan mengangkat semua guru honorer menjadi pegawai negeri sipil. Kita tahu janji itu tak kunjung ditunaikan sampai kepala pemerintahan berganti ke tangan Presiden Joko Widodo. Dua pekan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji bakal menyelesaikan utang pemerintahan SBY itu.


Sayangnya, janji SBY maupun JK sulit terwujud karena ada klausul dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang mengganjal. Beleid ini mensyaratkan bahwa guru hanya bisa diangkat jika usianya di bawah 35 tahun. Selama regulasi itu tidak direvisi, mustahil semua guru honorer di seluruh Indonesia bakal diangkat menjadi pegawai negeri. Masalahnya, pembahasan revisi peraturan ini macet sejak akhir tahun lalu.


Memulai kembali proses revisi atas UU Aparatur Sipil Negara di parlemen merupakan langkah pertama untuk memastikan nasib para guru honorer ini. Batasan usia itu memang membatasi manuver pemerintah untuk mencari solusi atas masalah ini. Namun, penting disadari, mengangkat ratusan ribu guru honorer dalam waktu bersamaan tentunya akan menjadi beban tersendiri buat anggaran negara. Karena itu, kompetensi, kualifikasi akademik, dan sertifikasi mereka haruslah memenuhi persyaratan.

Advertising
Advertising


Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menyusun aturan seleksi yang ketat agar hanya mereka yang mampu menjalankan tugas sebagai guru dengan baik yang bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Mereka yang tidak kompeten, mau tak mau, harus diberi tahu agar tidak terus-menerus berharap. Kejelasan semacam itu jauh lebih baik ketimbang membiarkan nasib mereka terkatung-katung.


Faktor yang juga penting dipertimbangkan adalah masa kerja. Semakin panjang masa kerja sang guru honorer, seharusnya semakin besar peluangnya untuk diangkat menjadi pegawai negeri. Dengan begitu, negara menghargai pengabdian dan pengorbanan yang sudah mereka berikan selama ini.


Kewajiban setiap politikus adalah memenuhi janji yang sudah mereka lontarkan kepada konstituen. Namun pemenuhan janji itu tak boleh mengorbankan prinsip meritokrasi dan rasionalitas dalam tata kehidupan bernegara.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya