Tersengat Tragedi Asmat

Penulis

Senin, 12 Februari 2018 18:20 WIB

Seorang anak di Kabupaten Asmat memakan tempurung kelapa.

Tragedi Asmat memperlihatkan bahwa kucuran duit negara yang besar tidak otomatis bisa meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Banyak soal yang membuat distorsi, dari kemungkinan ada kebocoran hingga penggunaan dana yang tak tepat sasaran. Kaum papa seolah-olah hanya dijadikan alasan menaikkan anggaran tiap tahun, tapi mereka tidak ikut menikmatinya.
Nyatanya, banyak anak-anak di Kabupaten Asmat, Papua, yang menderita gizi buruk dan penyakit campak. Data yang dikumpulkan Tim Investigasi Tempo hingga awal Februari ini mengungkap setidaknya 66 anak meninggal karena penyakit campak dan 6 bocah meninggal akibat gizi buruk. Pasien campak di kabupaten ini mencapai 652 orang. Adapun penderita gizi buruk 223 anak.


Walaupun Bupati Asmat Elisa Kambu telah mencabut status kejadian luar biasa campak di daerahnya awal pekan lalu, urusan kemanusiaan ini belumlah beres. Indeks pembangunan manusia-gabungan dari indeks kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak-di wilayah ini masih rendah. Sesuai dengan data Kementerian Kesehatan pada 2016, jumlah pusat kesehatan masyarakat di Papua pun minim. Rasio jumlah puskesmas per kecamatan di provinsi ini hanya 0,7 persen, jauh di bawah angka rata-rata nasional, yang mencapai 1,6 persen. Artinya, belum semua kecamatan di Papua memiliki puskesmas.


Presiden Joko Widodo semestinya tak perlu tersengat oleh kritik keras seputar Asmat. Ia bereaksi berlebihan terhadap pemberian "kartu kuning" oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Zaadit Taqwa dalam peringatan Dies Natalis UI ke-68 beberapa waktu lalu. Tak seharusnya Presiden menjawab kecaman dengan menantang Zaadit dan kawan-kawan bersedia dikirim ke Papua buat melihat medan yang sulit.


Zaadit meniup peluit dan mengacungkan map kuning-ia memperagakan gaya wasit dalam pertandingan sepak bola-sesaat setelah Jokowi berpidato dalam perhelatan di kampus UI itu. Intinya, ia meminta pemerintah lekas mengatasi wabah campak dan gizi buruk di Asmat. Kritik ini sesungguhnya wajar saja di era demokrasi. Tragedi Asmat tak bisa hanya dianggap sebagai masalah lokal, tapi juga menyangkut alokasi anggaran negara yang tak terawasi.


Provinsi Papua mendapat anggaran hampir Rp 44,68 triliun tahun ini, yang terdiri atas dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana otonomi khusus. Anggaran ketiga jenis dana itu masing-masing Rp 22,45 triliun, Rp 1,8 triliun, dan Rp 5,62 triliun pada tahun ini. Dana yang ditransfer pemerintah pusat itu belum termasuk dana desa dan anggaran berbagai kementerian yang masuk ke Papua. Kucuran dana yang telah berlangsung selama 15 tahun ini semestinya berpengaruh langsung terhadap kehidupan masyarakat.

Advertising
Advertising


Realitasnya, duit yang benar-benar dialokasikan untuk menjaga kesehatan masyarakat tidaklah besar. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap penggunaan dana otonomi khusus Papua pada 2010 menunjukkan alokasi untuk pendidikan dan kesehatan masing-masing hanya 7,9 persen dan 10,6 persen. Padahal Undang-Undang Otonomi Khusus jelas mengatur bahwa dana bagi hasil minyak dan gas harus dialokasikan sekurang-kurangnya 30 persen untuk pendidikan dan 15 persen buat kesehatan serta perbaikan gizi.


BPK perlu mengaudit lagi dana otonomi khusus secara lebih mendalam. Indikasi adanya penyimpangan terlihat dari hasil audit lembaga ini tiga tahun lalu. Dana kesehatan di Papua yang seharusnya digunakan untuk perbaikan gizi dan pencegahan penyakit dihabiskan untuk kegiatan seperti lokakarya dan biaya administrasi.


Istana telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat pada akhir tahun lalu. Hanya, kebijakan tambal sulam seperti ini tidak akan menyentuh akar persoalan. Yang lebih penting dilakukan pemerintah adalah memastikan dana otonomi khusus di kedua provinsi itu digunakan secara tepat sasaran sesuai dengan amanat undang-undang.


Banyak kegiatan pembangunan dan pemekaran wilayah di Papua hanya menguntungkan segelintir elite daerah. Teori bahwa makin banyak kabupaten dan kecamatan akan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat sejauh ini juga belum terbukti di Papua. Anggaran malah banyak dihabiskan untuk membayar pegawai dan membiayai birokrasi.


Presiden Jokowi semestinya menyadari bahwa salah kelola anggaran bisa berakibat buruk seperti yang terjadi di Asmat. Republik ini lalu terkesan tak sanggup menyelamatkan anak-anak dari kelaparan dan serangan campak.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya