Aksi Lancung Polisi Narkotik

Penulis

Rabu, 7 Februari 2018 11:46 WIB

DIT Resnarkoba Polda DIY berhasil menangkap oknum anggota Polri yang diduga telah melakukan penyalahgunaan narkotika jenis sabu. Petugas juga berhasil mengamankan barang bukti sabu seberat 0,66 gram.

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia hendaknya lekas turun tangan memeriksa dugaan pemerasan miliaran rupiah yang kabarnya dilakukan jajaran Direktorat Reserse Narkoba dan Direktorat Intelkam Bagian Pengawasan Orang Asing di Kepolisian Daerah Metro Jaya terhadap enam warga Korea Selatan, akhir tahun lalu. Jika laporan ini benar, tingkah polisi pemalak itu sungguh telah mempermalukan nama Indonesia di mata negara tetangga.

Enam warga Korea Selatan itu adalah para direktur dan pemegang saham perusahaan Snow Bay yang tertangkap basah melakukan pesta sabu di diskotek Golden Crown, Glodok, Jakarta Barat, pada awal Desember tahun lalu. Seharusnya mereka dan siapa pun- pejabat, artis, atau selebritas lain- yang terbukti kedapatan mengkonsumsi narkotik tidak boleh lolos dari jerat hukum. Hukum tak boleh tebang pilih dan mengistimewakan mereka yang berduit.

Nyatanya, Direktur Utama Snow Bay Kim Dae-jin; anggota stafnya, Kim Son; serta empat tamunya- anggota direksi lain yang baru tiba dari Korea Selatan- hanya dibui lima hari. Dari dalam ruang tahanan Polda Metro Jaya, mereka menyanggupi permintaan dana yang diajukan polisi sebagai syarat pembebasan. Tanpa pikir panjang, Dae-jin memerintahkan stafnya mencairkan uang perusahaan Rp 1,6 miliar untuk memastikan dia dan kelima rekannya bisa melenggang keluar.

Sejam setelah uang berpindah tangan, enam warga Korea Selatan itu langsung dilepas dari kerangkeng. Empat orang buru-buru kabur ke negeri mereka tak sampai dua jam kemudian. Artinya, indikasi pelanggaran hukum di sini terang-benderang. Apalagi bukti adanya setoran uang sogokan, lokasi, waktu pertemuan, dan penyerahan suap, serta nama-nama polisi yang menerima fulus haram ini masih tersimpan rapi. Itu saja seharusnya sudah cukup untuk memulai penyidikan.

Memang, kabar soal perilaku lancung semacam ini bukanlah hal baru. Polisi tampaknya gampang tergiur jika berada dalam situasi rawan sogokan. Jangankan ekspatriat, warga lokal pun rawan dipalak jika berada dalam posisi serupa. Ada anggapan, jika ingin berurusan dengan polisi, ada "biaya" yang harus dibayar.

Advertising
Advertising

Pandangan khalayak tentang polisi narkotik malah lebih buruk. Operasi penggerebekan diskotek dan klub malam kerap dituding sebagai ajang mencari setoran. Banyak pemakai narkotik yang mengaku dipaksa membayar petugas agar hukumannya lebih ringan. Bahkan artis yang ditangkap karena memakai narkotik kerap dipakai sebagai bahan pencitraan untuk memoles kinerja polisi.

Karena itu, kasus ini sebenarnya tak terlalu mengejutkan. Apalagi selama ini ekspatriat, turis, dan warga asing umumnya memang cenderung menjadi "makanan empuk" polisi pemalak. Ketika terjerat kasus hukum, apalagi narkotik, mereka umumnya pasrah saja ketika dimintai suap. Mereka sadar posisi tawar mereka amat lemah karena biasanya tak memahami sistem hukum di Indonesia. Mereka juga cenderung mudah digertak dengan ancaman bui mahaberat serta tak keberatan merogoh kocek dalam-dalam demi sebuah jalan pintas.

Berbagai persepsi miring itu seharusnya membuat Mabes Polri bertindak lebih sigap. Tidak melakukan apa-apa bukanlah pilihan. Kepolisian harus membongkar kasus ini dan menghukum semua polisi yang terlibat. Tak boleh ada ampun atau kompromi dalam bentuk apa pun untuk pelanggaran semacam ini. Bagaimana Indonesia bisa dinilai aman jika polisi yang seharusnya melindungi warga justru sibuk memeras di sana-sini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya