Akal-akalan Verifikasi Partai

Penulis

Rabu, 7 Februari 2018 06:39 WIB

Partai Golkar secara umum dinyatakan lolos verifikasi faktual setelah komisioner KPU Jawa Barat melakukan verifikasi di kantor DPD Golkar Jawa Barat di Bandung.

KOMISI Pemilihan Umum telah melakukan kesalahan karena menyederhanakan verifikasi faktual terhadap partai politik calon peserta Pemilihan Umum 2019. Tidak hanya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan verifikasi faktual semua partai, langkah KPU ini bisa mengancam keabsahan hasil pemilu.

Verifikasi faktual sesungguhnya instrumen penting bagi penyelenggara pemilu untuk memastikan kelayakan partai mengikuti pemilihan. Syarat kelayakan itu antara lain memiliki pengurus di setiap provinsi, memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan, dan memiliki sekurangnya seribu anggota di kabupaten atau kota. Karena alasan ini, Mahkamah Konstitusi merevisi ketentuan verifikasi faktual dalam Undang-Undang Pemilu, dari yang semula hanya untuk partai baru menjadi untuk semua partai calon peserta Pemilu 2019.

Sangat disayangkan, KPU tak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat serta derajatnya setara dengan undang-undang itu. Komisi, yang sejatinya merupakan lembaga independen, justru lebih mendengarkan suara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Keduanya menghendaki verifikasi faktual tak perlu diterapkan pada 12 peserta Pemilu 2014, tapi hanya untuk empat partai baru. Dengan dalih keterbatasan waktu dan anggaran, KPU menyederhanakan verifikasi faktual 12 partai lama dengan cara menggunakan metode sampling.

Verifikasi dengan cara seperti itu sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi KPU begitu banyak memberi kelonggaran kepada partai. Salah satu contohnya, partai memilih sendiri sampel keanggotaan di kabupaten atau kota. Petugas Komisi juga tak lagi menyambangi rumah anggota partai, tapi cukup memverifikasi mereka di kantor pengurus daerah. Metode verifikasi seperti ini rawan akal-akalan. Partai bisa saja merekayasa data keanggotaannya.

Bisa dibayangkan runyamnya republik ini bila partai yang lolos verifikasi semacam itu menjadi pemenang pemilu. Keabsahan partai itu bakal mudah digugat, lalu kemenangannya dibatalkan. Jika ini yang terjadi, sia-sialah jerih payah menyelenggarakan pemilu. Yang lebih buruk, sengkarut seperti itu akan mudah memicu kekacauan politik.

Advertising
Advertising

Komisioner KPU saat ini perlu belajar kepada pimpinan periode sebelumnya. Saat itu, KPU benar-benar menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan verifikasi faktual terhadap semua partai calon peserta pemilu, tak hanya terbatas pada partai baru. Bahkan ketika itu jumlah partainya mencapai 34, dua kali lipat dibanding jumlah yang ada saat ini. Dari jumlah tersebut, KPU hanya meloloskan sepuluh partai yang dianggap memenuhi syarat sebagai calon peserta pemilu. Sisanya, sebanyak 24 partai, tereliminasi. Belakangan, putusan Badan Pengawas Pemilu dan pengadilan meloloskan dua partai lagi menjadi peserta Pemilu 2014.

KPU sebenarnya bisa mengatur batas waktu verifikasi faktual 12 partai lama. Peluang untuk itu terbuka karena Undang-Undang Pemilu tak mengaturnya. Ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu yang menyebutkan penetapan peserta Pemilu 2019 dilakukan pada 17 Februari nanti berlaku hanya untuk partai baru. Undang-Undang Pemilu memberi ruang gerak KPU untuk membuat jadwal tersendiri verifikasi faktual untuk 12 partai lama.

Dengan melakukan verifikasi faktual, KPU tidak hanya menjaga kualitas demokrasi di negeri ini, tapi juga memberi perlakuan yang sama kepada partai peserta pemilu. Pemerintah dan DPR harus mendukung upaya ini dengan menyetujui penambahan anggarannya.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya