LGBT Juga Warga Negara

Penulis

Selasa, 6 Februari 2018 11:39 WIB

Pendukung LGBT bereaksi saat mereka merayakannya setelah diumumkan hasil survei nasional terkait pernikahan sejenis, di Sydney, Australia, 15 November 2017. REUTERS/Steven Saphore

MERUAKNYA isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) setiap menjelang pemilihan umum merupakan bukti bahwa perkara ini punya muatan politik yang besar. Partai-partai dengan konstituen kelompok homofobia mendukung rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang memberikan sanksi kepada pelaku hubungan sejenis.

Setelah Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menyebutkan ada lima fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang setuju terhadap keberadaan LGBT, wakil kelimanya sibuk membantah dan justru menuding balik Fraksi PAN yang tidak serius mendukung ganjaran hukum terhadap LGBT. Alih-alih membela warga minoritas, Dewan menjadikan mereka bagai pengidap lepra yang harus dijauhi.

Rancangan KUHP memang memojokkan LGBT dengan memperluas delik pencabulan. Sesuai dengan Pasal 292 KUHP, selama ini pemidanaan hanya berlaku untuk orang dewasa yang mencabuli anak-anak dengan jenis kelamin sama. Delik yang kini dimuat dalam Pasal 495 Rancangan KUHP itu diperluas hingga mengatur hubungan seks sesama orang dewasa dengan jenis kelamin sama. Ancaman hukumannya sampai sembilan tahun penjara.

Banyak anggota DPR yang berpendapat pasal itu justru memberi kepastian hukum terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender: penuntutan hanya bisa dilakukan terhadap pelaku pencabulan yang menggunakan kekerasan, melanggar kesusilaan di muka umum, atau mempublikasikan pornografi. Anggota Dewan tampaknya lupa bahwa pornografi, misalnya, bisa dilakukan baik oleh kaum homo maupun heteroseksual. Aturan ini juga akan ditafsirkan beragam-ragam. Poster film dengan dua lelaki bergandeng tangan, misalnya, bisa jadi membuat produser sinema masuk penjara.

Aturan itu jelas diskriminatif dan dapat memantik persekusi: publik memburu kelompok minoritas itu, lalu main hakim sendiri. Delik itu juga bisa disalahgunakan untuk kepentingan merusak reputasi lawan politik atau mengancam kelompok adat dan penghayat kepercayaan. Hingga kini, banyak anggota kelompok seperti itu yang telah lama berpasangan sebagai suami-istri tapi tak melalui pengesahan negara.

Advertising
Advertising

Gejala homofobia memang telah jadi umum. Seiring dengan meningkatnya konservatisme pemeluk agama, publik kini tak bisa rileks memandang persoalan kaum penyuka sesama jenis. Apa yang telah lama ada seolah-olah diabaikan begitu saja: keberadaan banci dalam kesenian tradisional atau pengakuan kepada gender lain- selain laki-laki dan perempuan- dalam kebudayaan Bugis. Dalam penelitian yang dilakukan Wahid Foundation, homofobia ini mendapat pembenaran: bersama komunisme, LGBT masuk dua besar kelompok yang tidak disukai responden.

Hasil jajak pendapat yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting berbicara serupa. Sekitar 80 persen responden menolak bertetangga dengan LGBT atau menjadikan mereka sebagai wali kota, bupati, gubernur, atau presiden. Dalam hal pengakuan hak hidup lgbt sebagai warga negara, responden terbelah dalam komposisi hampir setara.

Para anggota DPR semestinya menyadari LGBT adalah warga negara yang harus dilindungi. Mereka seyogianya tidak melulu memikirkan tingkat keterpilihan partainya pada pemilu dengan mengikuti kehendak mayoritas dan menjadikannya dasar kebijakan. Keyakinan terhadap ajaran agama tidak bisa dijadikan landasan penyusunan undang-undang. Bagaimanapun, agama adalah obyek yang multitafsir. Mengikuti tafsir mayoritas akan memojokkan minoritas. Bukankah agama mengajarkan keadilan- termasuk terhadap mereka yang ringkih dan tak berdaya?

Akar persoalan memang pada pendapat yang mempercayai homoseksual sebagai kelainan seksual yang menular. Pendapat semacam ini diperkuat dengan doktrin agama yang tak mengindahkan perkembangan ilmu pengetahuan. Padahal sejumlah studi telah menunjukkan bahwa homoseksual merupakan sifat bawaan dan tidak bisa berpindah.

Dari sana kemudian muncul wasangka bahwa LGBT telah menjadi gerakan besar untuk melemahkan agama dan negara. Homofobia bersekutu dengan xenophobia, pandangan yang menolak semua yang datang dari luar. Inisiatif Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Pembangunan (UNDP) buat membantu mengurangi ketimpangan dan marginalisasi LGBT di empat negara, termasuk Indonesia, sempat menjadi kontroversi. Tak urung Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta badan dunia itu membatalkan program berbiaya Rp 108 miliar tersebut.

Sudah selayaknya negara berhenti mengurus orientasi seksual warga negara. Yang pribadi biarlah masuk wilayah pribadi. Seseorang boleh saja menilai kaum LGBT sebagai pendosa. Tapi, seperti dikatakan seorang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, tidak semua pendosa harus masuk penjara.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya