Jangan Ganggu Penyidik KPK

Penulis

Kamis, 1 Februari 2018 06:30 WIB

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif bersama anggota penyidik menunjukkan hasil sitaan tas mewah milik tersangka Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari, di gedung KPK, Jakarta, 16 Januari 2018. KPK menyita sekitar 40 tas mewah terkait penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari. TEMPO/Imam Sukamto

Manuver Kepolisian Republik Indonesia menarik enam bekas personelnya yang kini bertugas sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi tak bisa dibiarkan. Keputusan ini tak hanya keliru secara administratif, tapi juga berpotensi mengancam efektivitas kerja KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di negeri ini.


Keputusan kontroversial yang disampaikan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis kepada pimpinan KPK pada Januari lalu itu terasa janggal karena setidaknya dua alasan. Pertama, urusan pengelolaan personalia di Kepolisian biasanya ditangani bagian sumber daya manusia, bukan perwira tinggi setingkat Kapolda Metro Jaya.


Kedua, salah seorang penyidik KPK yang hendak ditarik polisi justru penyidik yang dengan gemilang berhasil membongkar kasus suap pengusaha impor daging Basuki Hariman. Penarikan ini jadi mencurigakan karena ada kabar- ketika diperiksa KPK- Basuki bernyanyi. Dia tak hanya menyetorkan duit ke hakim konstitusi seperti Patrialis Akbar, tapi juga mengaku menebarkan besel kepada sejumlah pejabat, termasuk petinggi Kepolisian.


Karena itu, sulit untuk tidak mengaitkan keputusan penarikan enam penyidik KPK ini dengan kasus suap Basuki. Apalagi penyidik yang sama adalah saksi kunci perusakan barang bukti di KPK. Dialah yang memergoki dua koleganya, Roland dan Harun, ketika mereka sedang sibuk menghapus 15 halaman buku kas keuangan Basuki. Buku ini penting karena di dalamnya ada sejumlah nama penerima uang suap dari perusahaan importir daging milik Basuki. Wajar jika ada kekhawatiran bahwa penarikan penyidik ini ke Markas Besar Polri bakal menghentikan penelusuran KPK atas skandal suap Basuki.


Secara hukum, kebijakan penarikan enam penyidik ini juga bermasalah. Polri berkeras berpegang pada aturan bahwa setelah seorang polisi menyelesaikan sepuluh tahun masa tugasnya di instansi lain, ia harus kembali ke lembaga asalnya. Kalaupun polisi tersebut beralih status menjadi pegawai instansi lain, pimpinan Polri harus menyetujui perubahan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012.

Advertising
Advertising


Persoalannya, perubahan status keenam polisi ini menjadi penyidik KPK menggunakan aturan lama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Aturan ini tidak mensyaratkan izin dari instansi lama untuk bergabung menjadi pegawai KPK. Pada Oktober 2012, bersama 22 penyidik polisi lain, termasuk Novel Baswedan, enam orang ini resmi diangkat menjadi pegawai KPK, yang waktu itu dipimpin Abraham Samad.


Fakta bahwa sampai sekarang Polri belum menerbitkan surat persetujuan pensiun dini untuk keenam penyidik ini tak bisa dijadikan alasan untuk menarik mereka ke Markas Besar Polri. Pasalnya, 17 penyidik lain sudah resmi diberhentikan dari Korps Bhayangkara. Dengan kata lain, perlakuan berbeda dari Polri akan menguatkan tudingan bahwa ada "udang di balik batu".


Yang sungguh disayangkan, upaya Polri mengganggu penyidikan KPK atas kasus yang berkaitan dengan petinggi polisi semacam ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, ketika KPK menyidik kasus korupsi dalam pengadaan simulator surat izin mengemudi yang menyeret Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Polri juga menarik penyidiknya. Jika pola ini terus berulang, jangan heran jika tingkat kepercayaan publik kepada integritas Polri tak pernah beranjak dari titik nadir.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya