Data realisasi subsidi energi 2017 yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dua hari lalu menunjukkan adanya lonjakan yang signifikan. Subsidi energi yang mencakup solar, minyak tanah, elpiji, dan listrik mencapai Rp 97,6 triliun, lebih tinggi Rp 7,7 triliun dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 yang sebesar Rp 89,9 triliun.
Pembengkakan subsidi energi tidak boleh berlanjut tahun ini. Pemerintah harus berani mengendalikan subsidi. Sebab, tanpa pengendalian, belanja subsidi berpotensi menekan anggaran pembangunan. Apalagi diperkirakan harga minyak dunia akan terus meningkat. Hari ini saja, harga minyak mentah bergerak di kisaran US$ 60 per barel, melampaui asumsi APBN 2018 yang sebesar US$ 48 per barel.
Ada banyak cara untuk menahan laju subsidi. Pengendalian subsidi bahan bakar minyak bisa dimulai dengan meninjau kembali kelayakan harga jual minyak tanah dan solar, yang saat ini berada di angka Rp 2.500 dan Rp 5.150 per liter. Jangan ragu menaikkan harga jual kedua komoditas tersebut kalau memang sudah jauh di bawah harga keekonomian.
Pemerintah harus konsisten dengan janjinya meninjau harga jual Premium setiap tiga bulan. Atas penugasan khusus, Pertamina hanya boleh menjual bahan bakar nonsubsidi itu seharga Rp 6.450 per liter. Padahal harga keekonomiannya sebesar Rp 7.250 per liter, bahkan Rp 8.250 di Papua. Tanpa kenaikan harga jual, beban yang ditanggung Pertamina akan mengurangi kemampuan perusahaan itu untuk berinvestasi, termasuk membangun kilang baru.
Begitu pula untuk komoditas elpiji. Pemerintah harus secepatnya merampungkan pembahasan mekanisme penyaluran subsidi tertutup. Sebab, bertahun-tahun penyaluran elpiji bersubsidi tidak tepat sasaran. Banyak konsumen yang sebenarnya mampu secara ekonomi tapi ikut membeli elpiji tabung 3 kilogram.
Subsidi tertutup dapat diterapkan, misalnya, dengan membatasi penyaluran elpiji bersubsidi hanya kepada pelaku usaha kecil-menengah level tertentu dan rumah tangga miskin. Namun, sebelum skema itu dapat dikerjakan, Kementerian Sosial harus menyelesaikan pendataan calon penerima subsidi.
Adapun pengendalian subsidi listrik dapat dilakukan dengan konsisten menerapkan kebijakan penyesuaian tarif setiap tiga bulan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta PT PLN harus duduk bersama merundingkan tarif listrik yang mengikuti pergerakan harga energi dunia. Dalam melakukan penyesuaian, pemerintah tidak perlu ragu menaikkan tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi, kalau memang diperlukan.
Harus diakui, menaikkan tarif dan membatasi subsidi energi bukanlah pilihan kebijakan yang populer pada tahun politik ini. Popularitas jadi taruhan. Namun, bagi seorang negarawan, popularitas bukanlah segalanya. Pemimpin sejati akan memilih yang terbaik bagi negara dalam jangka panjang, ketimbang kepentingan politik sesaat.