Kopi Toratima dan Valuasi Jasa Lingkungan

Penulis

Nirarta Samadhi

Jumat, 29 Desember 2017 02:44 WIB

Kopi Kotamobagu berlatar pemandangan Danau Linow di Tomohon, Sulawesi Utara. Tempo/Andi Prasetyo

Nirarta Samadhi
Direktur World Resources Institute Indonesia


Kopi luwak, yang sudah menjadi komoditas premium saat ini, mendapat pesaing yang tidak kalah eksotis, yaitu kopi toratima dari kawasan sekitar Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. "Toratima" dalam bahasa Kulawi, yang digunakan masyarakat Kabupaten Sigi dan Donggala, berarti "dipungut". Biji kopi toratima dipungut oleh petani di tanah setelah dimuntahkan oleh mamalia nokturnal endemik di Sulawesi, yaitu kuskus kerdil (Stigocucus celebensis). Hewan tersebut mengunyah buah kopi terbaik dari tiap tandan buah kopi, menelan kulit buahnya, dan membuang biji kopi yang sudah terkupas ke tanah.

Kopi toratima berasal dari kebun kopi rakyat yang berkembang subur di sekitar wilayah hutan konservasi Taman Nasional Lore Lindu. Tanaman kopi menghasilkan buah melalui penyerbukan yang dilakukan oleh lebah yang menghuni kawasan hutan tersebut. Berdasarkan penelitian Priess et.al. (2007), jasa lingkungan yang dihasilkan oleh keanekaragaman hayati kawasan hutan konservasi Lore Lindu dalam bentuk penyerbukan lebah pada tanaman kopi adalah setara dengan 46 euro atau sekitar Rp 740 ribu per hektare hutan per tahun. Jasa spesifik seperti ini dapat ditemukan dalam bentuk berbeda-beda di seantero hutan Nusantara.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan memberikan valuasi jasa lingkungan keanekaragaman hayati yang sama rata untuk semua hutan di Indonesia, yakni US$ 9,45 atau sekitar Rp 127 ribu per hektare hutan. Penyamarataan ini tentu tidak sejalan dengan kenyataan bahwa jasa itu sangat banyak macamnya dan bernilai tinggi.

Peraturan tersebut juga menyebutkan nilai jasa lingkungan kawasan hutan untuk penyediaan air adalah US$ 37,97 atau Rp 512 ribu per hektare per tahun. Namun penelitian Van Beukering et.al. (2003) menunjukkan bahwa jasa lingkungan Taman Nasional Gunung Leuser untuk penyediaan air mencapai sekitar US$ 76 atau Rp 1 juta per hektare per tahun.

Advertising
Advertising

Van Beukering juga menyebutkan, selama 2000-2030, atas dasar tiga skenario-deforestasi, konservasi hutan, dan pemanfaatan hutan secara selektif-nilai manfaat ekonomi di taman nasional itu berturut-turut adalah US$ 6.958, US$ 9.538, dan US$ 9.100. Hal ini menunjukkan, dalam skenario konservasi, hutan yang mencapai 792,7 ribu hektare ini memiliki jasa lingkungan senilai kurang-lebih US$ 400 per hektare per tahun. Angka ini hampir empat kali lipat dari valuasi jasa lingkungan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebesar US$ 106 per hektare per tahun.
Dengan penetapan valuasi yang relatif rendah itu, tidak mengherankan jika muncul pemikiran untuk mengalihfungsikan kawasan hutan untuk kepentingan budi daya secara maksimal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, luas minimal kawasan hutan yang harus dipertahankan di Indonesia adalah 30 persen atau sekitar 36,2 juta hektare. Padahal alih fungsi hutan yang sedemikian luas untuk kepentingan budi daya hendaknya mencermati nilai jasa lingkungan yang sebenarnya.

Nilai jasa lingkungan yang besar dapat menjadi pertimbangan kuat dalam menjalankan skema pendanaan berbasis jasa lingkungan melalui Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Perusakan Hutan (REDD+), suatu inisiatif pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta peningkatan cadangan karbon. Indonesia adalah salah satu negara yang secara konsisten dan kuat mendorong skema REDD+ dalam penanganan perubahan iklim.

Kabar baiknya, pada November lalu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang memandatkan dilaksanakannya penghitungan ekonomi akan cadangan atau aset sumber daya alam dan lingkungan hidup. Peraturan ini tentu merefleksikan pergeseran pandangan yang signifikan tentang pentingnya lingkungan hidup dan jasa lingkungan. Diharapkan, paling lambat dalam dua tahun ke depan, dengan adanya penghitungan ekonomi tersebut, Indonesia akan memiliki valuasi jasa lingkungan yang lebih kokoh dan menyeluruh.

Sifat kokoh dan menyeluruh valuasi ini hanya dapat diperoleh dengan penelitian, seperti yang ditunjukkan dalam penelitian di Taman Nasional Lore Lindu dan Taman Nasional Gunung Leuser. Untuk itu, pemerintah perlu memimpin kegiatan penelitian valuasi jasa lingkungan dan mengkoordinasikan kolaborasi para peneliti dari segenap lembaga penelitian.

Menghargai dan memahami jasa lingkungan hutan yang berperan dalam menyerbuki kebun-kebun kopi di sekitar kawasan hutan berarti memastikan pula kesejahteraan masyarakat setempat. Hal itu akan memastikan pula bahwa kita tetap dapat menikmati kopi toratima, kopi blue korintji, kopi Mandailing, kopi luwak, dan kopi eksotis asli Indonesia lainnya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya