Perempuan Pemimpin Zaman Now

Penulis

Jumat, 22 Desember 2017 01:50 WIB

Maria Ulfah. Wikipedia.org

Firliana Purwanti
Penulis The 'O' Project

Ibu Soekanto, anggota Komite Wanita Utom; Ibu Suwardi, istri Ki Hajar Dewantara; dan Soejatin, guru perguruan Taman Siswa, mencetuskan Kongres Perempuan Indonesia Pertama yang terlaksana pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres yang dihadiri hampir 30 perkumpulan perempuan ini membahas masalah pendidikan dan perkawinan. Rekomendasi penting yang lahir adalah (1) jumlah sekolah untuk anak perempuan harus ditingkatkan, (2) membuat penjelasan resmi mengenai arti taklik yang diberikan kepada calon mempelai perempuan pada saat akad nikah dan (3) membuat peraturan yang menolong para janda dan anak yatim-piatu dari pegawai negeri sipil.

Perjuangan perempuan di bidang pendidikan sejak era Kartini membuahkan hasil. Dulu anak perempuan dilarang bersekolah, kini lebih banyak perempuan bersekolah daripada laki-laki. Berdasarkan Survei Sosial-Ekonomi Nasional 2015, angka rata-rata partisipasi pendidikan perempuan usia 7-18 tahun adalah 88,40, sedangkan laki-laki 87,03.

Advokasi terhadap perempuan yang mengalami ketidakadilan dalam perkawinan semakin keras dilakukan sejak Kongres Perempuan Indonesia Kedua di Batavia, 20 Juli 1935. Maria Ulfa, perempuan Indonesia pertama yang lulus sebagai sarjana hukum di Leiden Universiteit, Belanda, mengatakan, "Di zaman kolonial Belanda, penghulu-penghulu harus hidup dari uang nikah, talak, dan rujuk. Surat nikah pun waktu itu sangat sederhana, tidak dicantumkan taklik talak dan tidak pakai potret suami-istri sehingga mudah sekali disalahgunakan."

Maria Ulfa, yang kemudian menjadi Menteri Sosial di Kabinet Sjahrir (1946-1947), mempelopori gerakan untuk membuat Undang-undang Perkawinan agar laki-laki tidak semena-mena menceraikan istri. Kini taklik talak, janji tertulis untuk melindungi istri dan menjadi dasar untuk perempuan menggugat cerai, wajib ditandatangani dan dibacakan oleh suami setelah selesai proses akad nikah di depan penghulu. Kebijakan sistem pensiun untuk janda pegawai negeri pun sudah terlaksana sejak 1977, yang dikelola PT Taspen (Persero).

Advertising
Advertising

Mengacu pada pengalaman gerakan perempuan zaman old, terutama kiprah Maria Ulfa, pembuat kebijakan harus paham kebutuhan perempuan agar kebijakannya tidak merugikan perempuan. Dalam hal ini, kepentingan perempuan untuk masuk parlemen tetap relevan agar pengalaman-pengalaman khusus yang hanya dialami perempuan, seperti kekerasan seksual, kesehatan reproduksi, dan perlindungan pekerja rumah tangga, diperhitungkan dalam pembahasan rancangan undang-undang sebagai acuan.

Hal inilah yang membuat gerakan perempuan zaman now terus memperjuangkan kuota 30 persen perempuan dalam pemilihan umum legislatif (pemilu). Pemilu 1955 mengantarkan 16 perempuan untuk duduk di parlemen atau 5,88 persen dari total 272 kursi. Kini ada 17,32 persen perempuan di DPR RI untuk periode 2014-2019. Walaupun jumlah perempuan di parlemen meningkat 12 persen dalam kurun waktu 60 tahun, belum mencapai kuota 30 persen.

Enam belas bulan menjelang Pemilu 2019, aktivis perempuan yang tergabung dalam organisasi politik, seperti Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia, Kaukus Perempuan Politik Indonesia, dan Maju Perempuan Indonesia, mendorong partai politik agar menempatkan perempuan potensial di nomor urut 1 di 30 persen daerah pemilihan kantong suara partai. Namun semangat gerakan perempuan politik untuk sukses memenuhi kuota 30 persen perempuan terpilih di parlemen dalam Pemilu 2019 saja belum cukup.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat bertemu dengan aktivis gerakan perempuan politik pada 5 Desember 2017, mengatakan, "Pemimpin-pemimpin perempuan harus ikut mengambil tanggung jawab dan tampil untuk memimpin dalam menjawab tantangan global, seperti tekanan demografi, yang akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan."

Kondisi perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, dan hukum memang belum ideal. Namun menjadi pemimpin perempuan zaman now tidak bisa hanya berpikir sampai 2019 dan terbatas pada persoalan pendidikan serta kesehatan. Kemiskinan global karena krisis politik, seperti isu Rohingya di Myanmar; isu perubahan iklim; krisis pangan; dan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, narkotik, dan terorisme, masih akan menjadi karakter dunia.

Jika ingin menjadi kepala daerah pada 2018 atau anggota legislatif pada 2019, perempuan pemimpin harus mampu berimajinasi tentang solusi apa yang ditawarkan untuk menjawab persoalan-persoalan ini, terutama perempuan, pada 2019 sampai 2024. Menggunakan pertanyaan "Apa yang akan dilakukan setelah 2019 untuk bangsa dan perempuan?" sebagai pedoman dalam menyusun visi-misi dan berkampanye dapat memberikan nilai lebih kepada perempuan calon kepala daerah dan calon anggota legislatif sehingga sukses dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya