Api Sumpah Pemuda

Penulis

Jumat, 27 Oktober 2017 02:00 WIB

Imam Nahrawi
Menteri Pemuda dan Olahraga

Dua tahun sebelum Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, sudah muncul perdebatan di kalangan para penggagas Sumpah Pemuda. Perdebatan terjadi dalam hal bahasa pemersatu yang akan digunakan oleh Indonesia jika nanti merdeka.

Perdebatan soal bahasa dimulai ketika Kongres Pemuda I, 30 April 1926. Dalam kongres ini, bahasa yang digunakan selama kongres adalah bahasa Belanda. Bahasa Belanda pada saat itu menjadi bahasa nasional pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai bahasa pengantar dalam sistem pendidikan Belanda. Mayoritas peserta kongres adalah pemuda terdidik yang mengenyam pendidikan Belanda.

Semangat nasionalisme yang tinggi di kalangan peserta kongres mendorong mereka untuk memikirkan bahasa persatuan selain bahasa Belanda. Muhammad Yamin, wakil dari Jong Sumatranen Bond, menyampaikan bahwa hanya ada dua bahasa yang layak untuk diajukan sebagai bahasa pemersatu, yaitu bahasa Jawa dan Melayu.

Namun, menurut keyakinan Yamin, bahasa Melayu lebih terjamin akan bisa berkembang dibanding bahasa Jawa. Tidak diketahui secara pasti apa yang melandasi keyakinan Yamin itu. Mungkin karena ada pengaruh subyektivitasnya sebagai orang Melayu. Namun bisa juga ada alasan obyektif bahwa bahasa Melayu saat itu lebih populer dibanding bahasa Jawa.

Advertising
Advertising

Mayoritas surat kabar pergerakan pada era 1920-an menggunakan bahasa Melayu. Karya-karya sastra, seperti roman, puisi, dan hikayat, pada era itu mayoritas menggunakan bahasa Melayu. Ada beberapa surat kabar dan karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa, tapi jumlahnya terbatas. Bahkan Babad Tanah Jawa-yang ditulis oleh Mas Marco Kartodikromo-ditulis dalam bahasa Melayu, bukan Jawa.

Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya kongres memutuskan bahasa persatuan yang digunakan adalah bahasa Melayu. Keputusan ini diamini oleh Djamaludin, sekretaris panitia, dan semua peserta kongres.

Namun keputusan itu kemudian dianulir karena ketua kongres, Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, keberatan. Menurut Tabrani, jika memang Indonesia sudah disepakati sebagai identitas tunggal kebangsaan, bahasa pemersatu juga harus merujuk pada identitas tunggal tersebut, bukan pada kesukuan. Lelaki kelahiran Pamekasan, Madura, ini mengusulkan bahasa pemersatunya disebut bahasa Indonesia, meskipun unsur-unsur di dalamnya dominan bahasa Melayu.

Yamin dan peserta kongres dapat menerima dan memahami usul tersebut. Keputusan soal bahasa pemersatu tersebut ditunda dan akan dibahas lagi di Kongres Pemuda II pada 1928.

Di Kongres Pemuda II inilah disepakati rumusan bahasa pemersatu adalah bahasa Indonesia, selaras dengan identitas nusa dan bangsa yang lebih dulu dilekatkan dengan kata Indonesia. Jadilah rumusan Sumpah Pemuda menjadi "satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia".

Perdebatan soal bahasa pemersatu ini menunjukkan betapa para pemuda pendiri bangsa ini memiliki kelapangan hati untuk menanggalkan identitas sosialnya demi persatuan Indonesia. Muhammad Yamin legawa tidak memaksakan kehendak dengan bahasa Melayu. Yamin dan kawan-kawannya dari Jong Sumatranen Bond bahkan merelakan dengan ikhlas bahasa Melayu diadopsi menjadi bahasa persatuan, dihilangkan label Melayunya, diganti Indonesia, kemudian dimiliki bersama oleh seluruh elemen bangsa.

Panitia dan peserta kongres ini adalah para pemuda yang berasal dari tempat yang jauh. Yamin datang dari Sawah Lunto, Sumatera Barat. Johannes Leimena datang dari Ambon, Maluku. Ada R. Katjasungkana dari Madura dan ada Lefrand Senduk dari Sulawesi. Bahasa, adat, dan budaya mereka berbeda. Begitu juga dengan 70 peserta kongres lainnya. Sebagian peserta kongres mungkin sudah pernah bertemu dan berkawan karib, tapi sebagian yang lain saya duga baru dipertemukan di arena tersebut.

Kerelaan para pemuda Indonesia menanggalkan identitas suku, agama, ras, dan golongannya itulah yang patut menjadi teladan kita semua. Diperlukan sebuah keberanian yang luar biasa untuk melampaui sekat-sekat sosiologis yang sudah telanjur terpatri dari lahir dan terakumulasi dalam kehidupan sehari-hari. Diperlukan keluasan hati untuk mengesampingkan syak wasangka, praduga, dan kecurigaan yang mengarah pada perpecahan. Itulah yang kami sebut dengan "Berani Bersatu" dan menjadi tema utama peringatan Sumpah Pemuda ke-89 yang kita rayakan sekarang.

Presiden pertama, Sukarno, pernah menyampaikan: "Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, Saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu Tanah Air. Tapi ini bukan tujuan akhir."

Pernyataan itu adalah tamparan keras buat kita. Mestinya kita hari ini sudah tidak lagi meributkan soal keindonesiaan dan alasan kita bernegara. Seharusnya kita sudah melesat jauh memikirkan hal-hal lain yang lebih substantif dan progresif untuk tujuan bernegara, yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial. Kebersamaan kita hanya berarti jika sudah diwujudkan dalam kebersamaan program-program pembangunan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya