Kultus

Penulis

Sabtu, 29 November 1986 00:00 WIB

DARI mana datangnya kultus? Kenapa seorang pemimpin bisa dipuja-puja di suatu zaman ketika nabi tidak ada lagi? Mungkin Kim Il-sung tahu jawabnya. Di depan Museum Revolusi di Pyongyang, berdiri tegak arca pemimpin Korea Utara itu setinggi 20 meter. Di tiap kelas, di tiap sekolah, anak-anak Korea Utara bersumpah di depan patung putih Kim yang ditaruh pada beledu merah. "Tujuan tertinggi pendidikan kami," kata seorang guru kepala kindergarten kepada wartawan Die Zeit yang berkunjung, "ialah menyatakan rasa terima kasih rakyat kami, secara setia, kepada Bapa Agung Kim Il-sung." Maka, tiap hari ulang tahun Kim, seluruh negeri mengadakan upacara. Ketika umurnya mencapai 70 tahun, koran resmi Rodong Shinmun menulis puja-pujaannya satu halaman penuh: Tersebut ia mengubah pasir jadi padi membuat bom dari batang pohon tinggi Dan agaknya khas Kim Il-sung, bukan cuma pemimpin besar itu sendiri yang disanjung. Juga kakek Kim, nenek Kim, bapak Kim, emak Kim, mendiang istri pertama Kim dan, kemudian, anaknya, diriwayatkan sebagai tokoh-tokoh gemilang dalam sejarah perjuangan bangsa. Terutama si buyung, Kim Chong-il, yang kini berumur 44 tahun. Tokoh yang disiapkan menggantikan papinya ini kini sudah disebut sebagai "Pusat Partai yang gilang-gemilang". Tak mudah memahami kenapa semua itu bisa terjadi. Tapi, bagaimanapun juga, kultus di Korea Utara hanyalah salah satu bentuk puncak dari yang sebelumnya pernah ada, di tempat lain. Kita ingat Stalin, kita ingat Mao. Kita ingat Bung Karno. Stalin punya sejumlah gelar, bukan cuma "Pemimpin Besar Rakyat Soviet". Jika kita bisa percaya pada buku sejarah yang ditulis Anton Antonov-Ovseyenko, semuanya ada 24 titel pada pemimpin ini. Ada misalnya yang menyebut Stalin sebagai "Genius Umat Manusia", "Cahaya Pembimbing Ilmu", dan "Ahli Agung Dalam Hal Keputusan-Keputusan Revolusioner Yang Berani". Di Indonesia sendiri, Bung Karno disanjung dengan sebutan "Pemimpin Besar Revolusi", "Penyambung Lidah Rakyat", "Nakoda Agung", "Wartawan Agung" dan sederet yang lain lagi. Mao Zhedong tak punya nama pujaan sebanyak itu, tapi kita tidak bisa mengatakan bahwa dia tidak mengembangkan kultusnya sendiri. Sebab, pemujaan tak selamanya disertai gelar berangkai-rangkai, dan adanya gelar tak selalu berarti adanya kultus. Raja-raja dalam sejarah Jawa menyandang julukan yang menggelegar, misalnya Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama, ataupun Paku Buwana. Di Sumatera Barat gelar bahkan bisa diberikan tak perlu kepada seorang raja, meskipun dengan kata-kata yang hebat seperti Sutan Manjinjing Alam. Dalam kasus-kasus ini, sang tokoh tak sampai disembah. Ia cuma dihormati. Mao jelas lebih dari cuma sekadar dihormati. Para Pengawal Merah yang dierahkan tak hanya berhasrat menghafal tiap ucapannya. Mereka juga menyebutnya Matahari Yang Tak Pernah Tenggelam". Siapa yang beruntung dapat menyalami tangan Sang Matahari akan dicari rekan-rekannya untuk disalami -- agar mereka ini pun dapat, biar sedikit, merasakan bekas tangan Juru Mudi Agung itu. Seperti dulu di Cirebon: sejumlah istri pejabat berebut berguling-guling di tempat tidur yang malam sebelumnya jadi peraduan Bung Karno.... Tak aneh sebetulnya: Elvis Presley, Thc Beatles, dan Mick Jager juga punya "grupi" mereka. Seorang gadis konon pernah menyimpan beberapa helai rumput yang baru saja diinjak sepatu John Lennon. Dengan kata lain, memang ada pemujaan yang tulus, yang tak ada hubungannya dengan pengaruh kekuasaan yang besar. Manusia bisa dengan blo'on sekali merindukan Sang Bapa atau Sang Terkasih, yakni pengejawantahan segala hal yang diidamkan. Dan ketika Tuhan tak diyakini lagi atau disingkirkan dari perbendaharaan kata -- misalnya seperti di Korea Utara itu -- Sang Bapa dan Sang Terkasih pun hadir dalam sosok orang semacam Kim. Maka, beruntunglah yang percaya bahwa Tuhan tak bisa digantikan dan nabi tak ada lagi. Sebab, dengan itu ia bisa pas memasuki "zaman analisa" ini, ketika doktrin dan kultus disoroti secara kritis dan ketika tiap tokoh diurai-jajaki jiwanya sampai ke dalam. Bukankah Freud telah bicara tentang libido, dan Marx telah bicara tentang tak adanya manusia yang bebas dari sejarah sekitar? Memang tak ada lagi manusia serba luar biasa: Superman pun datang dari planet Krypton, dan itu cuma khayal. Sayangnya, negeri-negeri totaliter bisa menampilkan mahamanusia dari Mangyongdae di dekat Pyongyang atau nabi baru dari Hunan. Di situ, "zaman analisa" dihentikan. Pikiran kritis mati. Ajaran pun dijejal-jejalkan, dan kultus disemarakkan, dengan rasa hormat dan takut. Mereka seperti lupa bahwa semua ini tak bisa untuk selama-lamanya, tak bisa. Goenawan Mohamad

Berita terkait

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

9 hari lalu

25 Link Twibbon untuk Semarakkan Hari Kartini 2024

Pemerintah Sukarno memilih hari Kartini untuk diperingati sebagai momentum khusus emansipasi wanita

Baca Selengkapnya

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

28 hari lalu

Pembentukan Pramuka di Indonesia: Dari Era Belanda hingga Presiden Sukarno

Ekskul Pramuka di sekolah bakal bersifat sukarela seiring dengan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Berikut sejarah panjang Pramuka di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

33 hari lalu

Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S

Baca Selengkapnya

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

7 Februari 2024

Mengenang 31 Tahun Mohammad Natsir Berpulang: Menengok Ide Negara dan Agama

Mohammad Natsir merupakan pemikir, politikus, sekaligus pendakwah.

Baca Selengkapnya

Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

31 Januari 2024

Klaim Prabowo soal Food Estate: Pemikiran Strategis Bung Karno

Prabowo Subianto heran mengapa banyak tokoh nasional yang mempertanyakan urgensi food estate.

Baca Selengkapnya

Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

28 September 2023

Suhu Politik Sebelum Peristiwa G30S 1965: Fakta-fakta Angkatan Kelima yang Diusulkan PKI

Pada 1965 PKI mengusulkan Angkatan Kelima, sebuah matra militer beranggotakan buruh dan tani yang dipersenjatai. Letjen Ahmad Yani menolak ide itu.

Baca Selengkapnya

Siapa Pencetus Nama Pramuka?

14 Agustus 2023

Siapa Pencetus Nama Pramuka?

Nama Pramuka diusulkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mendapat inspirasi dari kata Poromuko, yang berarti pasukan terdepan dalam perang.

Baca Selengkapnya

Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

14 Agustus 2023

Begini Sejarah Awal Mula Masuknya Gerakan Pramuka di Indonesia

Awal terbentuknya Pramuka di Indonesia ditandai dengan munculnya cabang milik Belanda dengan nama Nederlandesche Padvinders Organisatie pada 1912.

Baca Selengkapnya

Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

13 Agustus 2023

Siti Nurbaya Bebaskan Hutan Kawasan Sukapura, Bermula dari Program Transmigrasi Presiden Sukarno

Masyarakat di Pekon (Desa) Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat menerima SK pembebasan hutan kawasan dari Menteri Siti Nurbaya.

Baca Selengkapnya

LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

8 Juli 2023

LRT Jabodebek Akan Diresmikan: Ini Jejak Trem di Jakarta, Pernah Jadi Denyut Nadi Batavia

Sebelum LRT Jabodebek yang bakal diresmikan bulan depan, Jakarta yang dahulu Batavia hingga pasca Kemerdekaan pernah memiliki moda Trem.

Baca Selengkapnya