RONG, seorang milyuner dari Kota Shanghai, pada suatu hari bersua dengan nasib yang aneh. Orang-orang komunis menang di tahun 1949. Apa yang mereka maui jelas dan keras: bisnis dan pabrik keluarga Rong harus diambil alih negara -- yang tak ingin melihat kapitalis-kapitalis dalam segala ukuran. Dan Rong Yiren, kapitalis ukuran besar, tak bisa berkutik. Tapi dia tak ingin lari dari tanah airnya. Ia ikut memimpin proses penyerahan pabrik-pabrik keluarganya ke tangan pemerintah. Orang-orang yang berkuasa di Beijing waktu itu melihat keahlian Rong masih diperlukan. Seraya menghargai sikap patriotik Rong Yiren, pemerintah mengangkatnya jadi wakil menteri urusan industri tekstil. Penghargaan itu tak panjang umurnya. Dalam pergolakan politik Cina -- yang di bawa pemerintahan Mao sering digerakkan untuk menghabisi sampai tuntas musuh kelas buruh -- Rong jatuh. Tapi kemudian Mao meninggal, dan angin berganti. Di bawah kekuasaan Deng, Rong dipulihkan kembali kedudukannya sebagai "patriot". Bahkan sebuah film dokumenter dibuat tentang riwayatnya, dan dipertunjukkan di televisi Cina. Dalam film itu tampak Rong dengan segala kementerengannya: seorang pria debonair yang memutar kaset video, mendengarkan sonata Beethoven, mengagumi lukisan Qi Baishi, dan, kemudian. mengendarai limusin Mercedes-Benz-nya, barangkali untuk secara patriotik bekerja buat negaranya, khususnya dalam bisnis dengan para kapitalis lain .... Si jutawan tak lagi dikutuk. Menjadi kaya tak lagi dosa. To get rich is glorious. Orville Schell, seorang pengarang Amerika yang banyak menulis tentang RRC, menjadikan kata-kata itu buat judul bukunya yang terbit di tahun 1984. Ketika Schell bertanya kepada seorang temannya, karyawan perusahaan negara, apa arti film itu, jawabnya terdengar seperti cemooh "Mula-mula, Partai menghabiskan waktu 30 tahun untuk mengganyang kaum borjuis yang dianggap menghalangi Revolusi. Kini mereka akan menghahiskan waktu 30 tahun unnJk membina kaum borjuis kembali guna melaksanakan tujuan Revolusi. Banyak orang bisa sinis -- dan hilang kepercayaan -- setelah menyaksikan bagaimana Partai yang berkuasa bisa berubah sikap dengan begitu drastis. Banyak orang juga bertanya-tanya tidakkah garis politik akan berganti lagi suatu hari nanti. Berganti? Mungkin. Tanpa kekerasan baru, kerusuhan baru? Tak seorang pun yakin. Melahirkan borjuasi adalah membangkitkan satu kelompok sosial dengan kepentingan-kepentingan yang tak mudah direnggutkan, terutama bila telah membuahkan durian yang besar: hasil seperti yang dinikmati Jutawan Rong. Melahirkan borjuasi -- dalam konteks Cina kini -- juga berarti melepaskan sebagian besar masyarakat dari kontrol, untuk berkembang dengan motivasi sendiri dan tujuan sendiri. Di pedesaan Cina, tempat hidup ratusan juta manusia, tak ada lagi teladan dari Dazhai. Komune yang disiarkan sebagai contoh kebersamaan dan pengorbanan ini (dan dipuja-puja oleh para pengagum Maoisme di luar negeri) tak lagi jadi buah bibir. Di tahun 1975, ketika komune di Dazhai itu masih jaya, Orville Schell bekerja di situ. Ia bisa menyaksikan sendiri bagaimana ketatnya rezimentasi hidup para petani di situ. Rapat-rapat politik yang tak kunjung kendati harus dihadiri. Beternak itik dan ayam sendiri dilarang, apalagi mengolah tanah pribadi. Tiap saran yang bernada menantang balik dicerca oleh kader-kader Partai, yang mengawasi hidup "brigade kerja" itu sampai ke kuku dan kutu. Kini, yang berlaku adalah sistem pertanggungjawaban masing-masing -- sesuatu yang ditafsirkan dan dipraktekkan para petani dengan gairah besar. "Ini berarti kita bisa berbuat apa yang kita maui," kata seorang pak tua yang menjual semangka, sembari senyum senang. Udara memang tak menyesakkan, selama orang bisa cari laba berbentuk uang, selama dengan feng pun bertiup: "angin keinginan berjalan sendiri". Ibarat membuka katup sekotak gundu ke jalan raya, gundu-gundu itu telah bergulir ke banyak penjuru. Bagaimana menghimpunkannya lagi di satu tempat? Atau tak perlukah itu dilakukan? Orville Schell mengutip rasa cemas yang timbul ketika kian banyak petani memisahkan diri dari kerja kolektif yang dulu ada untuk memelihara irigasi, mutu lingkungan, dan tetangga-tetangga yang kelaparan. Sekian belas tahun yang lalu, mereka bisa digerakkan melalui mobilisasi. Kini, bagaimana itu mungkin berlangsung mudah, ketika komune ditanggalkan? Bagi mereka yang bukan petani Cina, yang tak pernah merasakan betapa pahitnya hidup dengan Partai nongkrong di punggung dan hidup kolektif bertahun-tahun, "privatisasi" yang kini berkibar mungkin tanda cuaca buruk. Dengan fen itu suatu ketika akan jadi badai. Tapi dengan ideologi yang direvisi ataupun tidak, Cina tiap kali harus menjawab problemnya yang dekat. Kongkret. Kini jawabannya adalah "privatisasi". Kelak, kita tak tahu. Toh di sana orang punya pepatah, "Bila burung jadi terlalu besar, ia akan memecah sangkar." Goenawan Mohamad