Seragam

Penulis

Sabtu, 3 Agustus 1985 00:00 WIB

KOLONEL putih yang tua itu akhirnya belum juga membunuh Mbok Berek. Ayam goreng Amerika yang menyebar itu, alhamdulillah, tak menjadi ayam goreng tunggal. Coca-Cola memang mendesak pelbagai pabrik minuman lokal yang kecil, ketika ia baru tiba di sini tapi kemudian muncul Teh Botol Sosro. Lalu, yang lain-lain. Cendol, wedang ronde, dan sekoteng bahkan tetap tak tergantikan - biarpun tak ada pidato khusus di RT-RT untuk membela mereka. Apa yang terjadi, tentu saja, bukanlah "lokal" versus "asing", atau "modern" lawan "tradisional". Dalam gejala di atas, yang terjadi hanyalah bukti bahwa kita - paling sedikit dalam urusan biologis kita, di perut -tampaknya selalu menampik untuk diseragamkan. Betapapun mulianya Sumpah Pemuda, kita sampai hari ini toh belum sampai berikrar agar soto Madura soto Kudus dan soto Bandung bersatu menjadi soto Indonesia. Karena itulah kita umumnya senang datang ke lantai di bawah gedung Sarinah Jaya, yang beberapa bulan yang lalu terbakar itu. Di sana kita bisa menyaksikan - atau mencicipi - sebuah taman mini gastronomi tersendiri. Medan: mi kopyok. Palembang: empek-empek. Jakarta: soto Maaruf. Manado: sejumlah makanan dari ikan berbumbu yang menakjubkan .... Dengan kata lain, dari sudut ke sudut, di lantai yang selalu penuh ini, di bawah tanah, kita menyaksikan suatu pertahanan diri terhadap proses produksi dan pemasaran masal. Demassification, kata seorang penulis - yang namanya tentu saja Alvin Toffler. Pernah ada waktunya, memang, ketika para ahli dan para cendekia cemas bahwa masyarakat masa depan mereka akan terdiri dari segala hal yang dibakukan. Industrialisasi berarti produksi dengan angka-angka membintang. Industrialisasi berarti organisasi dengan kapasitas yang merampatpapankan. Dari daya yang semacam itu akan lahirlah standardisasi dan sinkronisasi. Dan akhirnya: penyeragaman. Lihat saja kota-kota besar, kata para cendekia yang cemas itu: semuanya akan pencakar langit, gedung papak bertingkat yang mirip. Semuanya akan jadi sederet New York, dari benua ke benua .... Dalam novel 1984 George Orwell, masa depan ialah hidup di mana cinta ditertibkan dan benci dikoordinasikan. Hidup, dalam bayangan itu, ibarat proses dan prosedut sebuah pabrik onderdil. Tak heran bila ada sebuah cerita, konon dari Jepang, tentang seorang yang tiba-tiba merasa ngeri. Ia tinggal di sebuah flat. Seperti galibnya, bentuk kamar dan ruangan lain dalaml flat itu seragam. Tapi yang menyebabkan ia ngeri bukanlah cuma soal bentuk. Tiap pagi, pada pukul 6.30, ketika ia dibangunkan oleh dering jam di mejanya, ia juga mendengar semua penghuni flat dibangunkan oleh dering jam di meja mereka. Dan ketika ia menyentor air di kakusnya, pada detik yang sama juga ia mendengar semua orang menyentor air di kakus mereka. Hal yang serupa terjadi ketika ia menutup pintu, turun tangga, berangkat ke kantor. Tiba-tiba ia tak yakin lagi siapa sebenarnya dirinya: barangkali ia adalah orang lain, barangkali ia tetangganya. Untunglah, dalam kenyataan, di dunia yang kita saksikan kini, potret semacam itu batal terjadi. Ribuan rekaman telah dibikin dan disebarkan untuk nyanyian Madonna, tapi tak setiap orang - bahkan tak setiap remaja - menyukai Material Girl. Ratusan ribu celana denim Levi's diproduksi dan dipasarkan, tapi di jalan-jalan tetap kita saksikan ekspresi dan selera bhineka dalam berdandan. Di bidang lain, dengan skala lain, "partikularisme" seperti itu juga hadir. Misalnya dalam kekuasaan politik, ketika negeri demi negeri, bahkan wilayah demi wilayah, ternyata tak sepenuhnya dapat diatur meskipun oleh kekuatan besar. Amerika Serikat gagal mengharuskan sekutu-sekutunya 100% mengikuti politik pertahanan nuklirnya. Uni Soviet tak berhasil menertibkan politik ekonomi "anak buah"-nya. Karena itulah penamaan "adikuasa" bagi kedua negara itu tidak tepat. Mereka memang superpower, mereka memang kuat tapi kuasa? Tapi tentu ada dalam dinamika kekuatan itu yang dengan sendirinya mendorong untuk membuat dirinya jadi model. Yang kuat, bagaimanapun juga, tentu punya kelebihan dan hal baik untuk dicontoh. Dan agaknya memang ada kebutuhan sebuah masyarakat - terutama dalam proses industrialisasi dirinya - untuk menciptakan pembakuan dan penyeragaman optimal. Efisiensi dan efektivitas menghendaki itu. Soalnya kemudian tinggal sejauh mana kita bisa memilih, seraya menyadari "lain ladang lain belalang". Sebuah cara penanaman padi yang tepat untukJawa Tengah belum tentu cocok untuk Sumatera Utara. Penataran P-4, yang berhasil di banyak kalangan belum tentu baik untuk siswa sekolah menengah. Sebuah sistem hirarki, yang patut untuk kepengurusan Dharma Wanita, belum tentu tepat untuk organisasi istri para wartawan. Seorang perwira tinggi Hankam bahkan pernah saya dengar mempertanyakan: Tepatkah sebenarnya aturan upacara ABRI untuk kalangan sipil - yang tak biasa dengan sosok "sikap sempurna" itu? Saya sungguh bersimpati dengan pertanyaan seperti Itu. Ia menyebabkan kita berpikir lagi. Ia tanda kita belum beku. Goenawan Mohamad

Berita terkait

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

8 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Imparsial Khawatirkan Rancangan PP Manajemen ASN akan Kembalikan Dwifungsi ABRI

39 hari lalu

Imparsial Khawatirkan Rancangan PP Manajemen ASN akan Kembalikan Dwifungsi ABRI

RPP Manajemen ASN merupakan aturan pelaksana dari revisi UU ASN yang pada tahun lalu berhasil disahkan.

Baca Selengkapnya

Pintu Masuk Prajurit TNI - Polri Duduki Jabatan Sipil, Ingat Kembali Strategi Dwifungsi ABRI Orde Baru

43 hari lalu

Pintu Masuk Prajurit TNI - Polri Duduki Jabatan Sipil, Ingat Kembali Strategi Dwifungsi ABRI Orde Baru

Dwifungsi ABRI merupakan jabatan ganda prajurit TNI dan Polri sehingga mendapatkan jabatan sipil, hal itu muncul pada zaman Orde Baru. Muncul lagi?

Baca Selengkapnya

Setara Institute Sebut RPP Manajemen ASN Berpotensi Mengulang Praktik Dwifungsi ABRI

44 hari lalu

Setara Institute Sebut RPP Manajemen ASN Berpotensi Mengulang Praktik Dwifungsi ABRI

SETARA Institute menilai RPP Manajemen ASN ini mengkhianati amanat Reformasi 1998 yang menghapus Dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

SETARA Institute Berikan 4 Catatan soal RPP Manajemen ASN, Singgung Komitmen Reformasi TNI-Polri

44 hari lalu

SETARA Institute Berikan 4 Catatan soal RPP Manajemen ASN, Singgung Komitmen Reformasi TNI-Polri

SETARA Institute minta penyusunan RPP ASN tidak didorong untuk membuka TNI-Polri mengokupasi jabatan pemerintahan yang jadi tugas dan fungsi ASN.

Baca Selengkapnya

Sederet Kritik Rencana Pemerintah Mengizinkan TNI-Polri Duduki Jabatan ASN

44 hari lalu

Sederet Kritik Rencana Pemerintah Mengizinkan TNI-Polri Duduki Jabatan ASN

Rencana pemerintah mengizinkan TNI-Polri mengisi jabatan ASN menuai kritik dari pengamat militer dan organisasi masyarakat sipil.

Baca Selengkapnya

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

44 hari lalu

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

49 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

54 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

54 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya