"enrichissez-vous..."

Penulis

Sabtu, 31 Agustus 1985 00:00 WIB

DUA patah kata dan abad ke-19 kini seperti berdengung lagi di seluruh dunia, Enrichissez-vous! Dan orang pun berderap untuk jadi kaya - juga para petani Cina di zaman Deng. "Jadilah kaya!" itulah anjuran Francois Guizot, cendekiawan dan ahli sejarah itu, ketika ia jadi menteri utama Prancis menjelang pertengahan 1800-an. Saya tak tahu adakah Gulzot sendiri jadi kaya raya mungkin tidak. Ketika ia kemudian jatuh dari kedudukannya, ia kembali jadi sejarawan dan menulis buku berjilid-jilid, yang kira-kira tidak bisa laris. Tapi Guizot agaknya memang menyuarakan masanya, dengan keyakinan. Ia berada di kancah pergolakan ketika orang-orang kaya dibutuhkan - meskipun pada saat yang sama kelas borjuis itu juga mencemaskan. Zaman 1830-an Prancis adalah zaman sebuah negeri yang berubah. Harapan mekar besar. Orang banyak tengah mencoba suatu jalan tengah - mereka menyebutnya justermillieu - antara bentuk kerajaan yang otoriter di satu pihak dan semangat republiken yang demokratis di pihak lain. Maka, dibangunlah "Monarki Juli", dan Louis Philippe jadi raja. Dengan catatan: kekuasaannya dibatasi oleh parlemen dan konstitusi, betapapun hal itu menjengkelkan hatinya. Guizot pun jadi menteri. Ia seorang demokrat, tapi ia juga seorang konservatif. Dialah yang mengusulkan undang-undang agar pendidikan dasar harus terjangkau setiap warga negara. Tapi dia juga yang tak menyetujui bila hak memilih diperluas tanpa pandang baju. Bagi Guizot dan partainya, yang berhak memilih hanyalah mereka yang sanggup membayar 200 franc, suatu jumlah yang cukup besar tatkala itu. Sebab, Guizot memang pembela kelas menengah. Kaum borjuis ini yang tampil sebagai kekuatan politik, seteiah Revolusi Prancis, di tahun 1830-an itu memang sedang mengonsolidasikan diri. Prancis secara relatif tampak makmur meskipun belum kukuh. Sisa-sisa kaum monarkis lama masih sering mencoba menembak dan, dari bawah, kaum buruh dan orang yang lebih miskin mulai resah. Suatu "revolusi" baru memang sudah mulai terdengar geramnya. Tak heran bila di tahun 1834 Guizot memperingatkan ancaman "revolusi sosial" baru itu di depan parlemen - seraya membantah bahwa kelas menengah telah mengukuhkan diri dalam satu tirani. "Kelas menengah," kata Guizot hari itu, "bahkan belum punya kesadaran energetik yang cukup tentang hak dan kekuatannya sendiri." Kelas ini masih harus lebih maju. Maka, "Enrichissez-vous!" Jadilah kaya. Bangunlah institusi-institusi untuk menegakkan kemerdekaan di satu pihak tapi juga ketertiban di pihak lain. Dan percayalah, kata Guizot, bahwa siapa saja akan mendapat kesempatan. "Dengan kerja, akal sehat, dan peri laku baik seseorang dapat naik ke jenjang setinggi apa pun dalam skala sosial kita," begitulah ia berjanji. Tapi mungkin Guizot salah membaca keadaan. Sebab, apa yang kemudian disaksikan Prancis adalah serangkaian revolusi dan percobaan impian baru, dengan darah. Justru di masa makmur itu (tentu saja bukan makmur untuk semua orang), ide-ide sosialisme menyeruak. Tahun 1840-1848 adalah periode lahirnya pikiran-pikiran Charles Fourier, Louis Blanc, dan Proudhon. Dan ketika panen gagal di tahun 1846, krisis ekonomi besar berjangkit. Kerusuhan terjadi. Guizot jadi orang yang paling dibenci. Sebuah demonstrasi muncul di depan rumah resminya - dengan klimaks: Orang-orang ini dibabat tentara, dan 40 pemuda tewas. Akhirnya, bahkan Louis Philippe sendiri turun takhta. Tak berarti kelas menengah kalah. Dalam sejarah kemudian ternyata: kaum borjuis tidak habis, dan di Prancis pemberontakan buruh dan pikiran sosialis hanya kilasan cahaya yang heroik tapi sebentar. Di hari inipun, di abad ke-20, seorang presiden sosialis terpaksa mengakui bahwa kapitalisme tak begitu mudah dijinakkan. Dan ia tak sendiri. Di Cina, pengecam besar kapitalisme itu, pernah semangat mencari uang diharamkan. Pernah orang bicara bahwa revolusi hanya dilakukan oleh yang miskin, dan yang kaya adalah "revisionis". Pernah, bahwa yang penting ialah kesetiakawanan dan kemauan untuk "makan bersama dari kuali yang sama". Tapi percobaan besar itu kini mandek, dan kita baca misalnya kesimpulan Xiang Qiyuan, ekonom kawakan dari Universitas Furen. Ia menulis, dalam China's Search for Economic Growth, yang terbit di Beijing 1982, bahwa percobaan sama-rata-sama-rasa terbukti hanya membuat orang yang mampu produktif tak mau bergerak. Maka, kata Xiang Qiyuan, "Kita harus menerima, di jalan menuju ke kemakmuran, sebagian orang akan tiba lebih dulu dari yang lain. Kita tak dapat melakukannya secara serentak." Xiang Qiyuan memang bicara seperti seorang ekonom dari Chicago. Tapi barangkali ini kehendak zaman. Lagi pula, ia bisa bilang bahwa sosialisme tidak berarti sebuah kaul bersama untuk kemiskinan. Kaul semacam itu hanya untuk para rahib, tapi biara juga perlu biaya. Dengan kata lain, Guizot memang gagal, tapi entah kenapa ia tetap terdengar. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

2 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

2 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

11 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

52 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

57 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

58 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya