Ekstrem

Penulis

Sabtu, 30 November 1985 00:00 WIB

ADA sebuah kisah tentang Umar dan orang-orang Mesir yang tak puas. Pada suatu hari, demikian menurut sebuah riwayat, datanglah sejumlah orang Mesir untuk menghadap Sang Khalifah. Mereka agaknya melihat ada di dalam masyarakat waktu itu hal-hal yang belum sesuai dengan ajaran Quran. "Kami melihat," demikian disampaikanlah kritik mereka, "beberapa perintah dalam Kitab Allah, yang seharusnya dikerjakan, tidak dikerjakan." Mendengar hal ini, Umar pun meminta agar mereka berkumpul. Ia bertanya adakah para tamunya itu membaca Quran secara keseluruhan. Mereka pun menjawab, "ya." Maka, Umar pun bertanya lagi kepada mereka, "Adakah kamu menyesuaikan perbuatanmu dengan Kitab Allah secara keseluruhan, dalam dirimu, anggota badanmu, perkataan-perkataanmu, tindakan-tindakanmu, gerak dan diammu?" Dengan serentak, orang-orang Mesir itu pun menjawab, "Demi Allah, tidak!" Mendengar ini, Umar pun berkata, "Amboil Adakah kamu akan membebankan kepada Umar, agar menegakkan hidup rakyat secara keseluruhan sesuai sepenuhnya dengan Kitab Allah? Tuhan kita telah mengetahui bahwa akan terjadi pada kita beberapa keburukan." Kata-kata sahabat Nabi - seorang yang terkenal bersih dan adil itu - tampaknya bisa bergaung kembali di abad ke-20. Ia mengucapkan suatu kearifan tentang batas-batas manusia. Tak heran bila kisah itu dikutip oleh Yusuf Qardhawi dalam Islam "Ekstrem": Analisis dan Pemecahannya, terjemahan dari As-Shahwah Al-lslamiyah Bainal-Juhud wat-Tatharruf, yang tahun ini diterbitkan Penerbit Mizan, Bandung. Salah satu pokok yang hendak disampaikan Qardhawi ialah agar para pembacanya - terutama para pemuda - "memilih sikap moderat". Artinya, menjauhkan "sikap melampaui batas dalam agama", hingga mempersulit orang kebanyakan. Qardhawi mengutip Quran: "Allah tidak hendak menyulitkan kamu". Tuhan memang tak hendak menyulitkan kita, tapi manusia kadang bisa aneh. Ia tak jarang ingin menjangkau justru hal yang hampir mustahil. Ia akan bersungguh-sungguh mendaki ke arah pucuk Himalaya doktrin dan akidah, berkobar-kobar dalam sebuah supermaraton ketaatan. Justru karena ia berada dalam status yang tak sempurna, manusia tampaknya begitu mudah terdera untuk menggapai yang paling sempurna. Kita memang butuh prestasi. Kita, tak jarang, butuh promosi. Atau mungkin juga tepuk tangan, yang diam-diam kita berikan kepada diri kita sendiri. Saya selalu ingat akan tokoh Bapa Sergius dalam sebuah cerita Leo Tolstoi yang termasyhur: kisah seorang yang, tatkala muda, ingin melaksanakan kesetiaan yang paling sempurna kepada Tsar, dan, sewaktu tua, ingin menjadi rahib yang paling sempurna bagi Tuhan. Pada akhirnya yang terjadi ialah pemujaan kepada dirinya. Segera setelah pengagung-agungan itu: korupsi. Bapa Sergius akhirnya meniduri seorang gadis dusun yang mengidamkan benihnya. Parabel ini disudahi dengan sang rahib merendahkan diri kembali jadi seorang hamba Tuhan yang tak dikenal. Namun, bila Sergius repot dengan dirinya sendiri, sebagian orang lebih repot dengan peri laku orang-orang lain. Seorang yang merasa berhasil mencapai ajaran yang sempurna terkadang punya niat yang baik untuk mengubah masyarakat di sekitarnya jadi sesuatu yang mengikuti dirinya. Ia bisa cukup sabar dan mencobakan suatu transformasi yang perlahan-lahan. Tapi ia bisa juga jadi tak sabar. Kedua sikap itu bisa berbeda dalam cara, tapi punya kemungkinan yang sama untuk alpa akan satu kenyataan yang telah dikatakan Umar, "Tuhan kita telah mengetahui bahwa akan terjadi pada kita beberapa keburukan." Utopianisme, yang mencita-citakan terciptanya kesempurnaan di bumi, sebenarnya ganjil bagi semangat agama-agama. Tapi abad ke-20 menawarkan banyak godaan untuk itu. Di abad ini orang makin peka pada penderitaan dalam diri dan sekitarnya, tapi di abad ini juga pikiran, organisasi, teknologi, dan kekuatan politik seakan-akan bisa menciptakan kesempatan yang tak terbatas. Tak heran bila di abad ini juga orang makin memaklumkan ingin mengubah dunia - seraya menciptakan, dalam pelbagai versinya, "manusia baru". Untuk itulah ikhtiar dikerahkan, agar sikap dan pikiran bisa dipermak. Propaganda dibikin, penataran diselenggarakan, indoktrinasi didesak-desakkan, kadang dengan rayuan, kadang dengan teror. Kontrol dan pengawasan diperketat, dan apa yang disebut "totaliterisme" lahir. Ambisinya: mengontrol pikiran, ingatan, bahkan perasaan, orang-orang di suatu masyarakat secara penuh. Tapi kian lama kita kian tahu bahwa ambisi itu tak akan pernah terpenuhi. Manusia baru tak kunjung keluar dari rekayasa besar itu. Masyarakat yang tanpa cacat tak kunjung jadi. Keburukan tetap mampir pada kita. Pelbagai proyek utopia gagal - meskipun kebanyakan tak diumumkan oleh para pendukungnya. Dan itulah yang mencemaskan. Goenawan Mohamad

Berita terkait

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

6 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

47 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

52 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

52 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.

Baca Selengkapnya