Dari sebuah kisah josef

Penulis

Sabtu, 21 Januari 1984 00:00 WIB

JAKUBOWSKI, orang Polandia yang miskin itu, dijatuhi hukuman mati. Mahkamah memastikan bahwa ia telah membunuh anak tirinya. Malam pertengahan Pebruari 1926 itu seperti ditelan udara dingin: malam terakhirnya menjelang maut. Di selnya, Jakubowski hanya ditemani seorang pastor Jerman yang bisa berbahasa Polandia. Mereka berdoa bersama. Ketika orang datang mengambilnya, ia berkata, "Tuan Pastor, apakah saya tidak perlu bertanya sekali lagi kepada Tuan'Jaksa Agung mengapa saya dijatuhi hukuman mati?" Jawab pastor itu: "Menurut saya tidak perlu, Tuan Jakubowski ini tidak memberikan kesan yang baik Mereka telah demikian sering kali berkata kepada Tuan, bahwa Tuan akan menjalani hukuman mati karena membunuh. jika Tuan mengajukan lagi pertanyaan itu kepada Jaksa Agung, nanti kelihatannya kurang ajar." Jakubowski menurut. "Kalau demikian saya takkan bertanya." Buruh tani itu memang tak pernah bertanya lagi. Hanya pada detik-detik terakhirnya seorang saksi mata bercerita bagaimana Jakubowski menghadapi kapak pemancung. "la berdiri di dekat balok, dikelilingi tiga orang pembantu algojo. Wajahnya mengarah kepada kami, para saksi. Tapi ia tampak tidak melihat kami. Ia memandang ke kejauhan, mungkin ke surga, dengan pandangan yang demikian menyedihkan .... Pandangan itu menakutkan secara tak terperikan." Lalu Jakubowski meletakkan kepalanya di balok. Lalu algojo mengayun kapak. Lalu terdengar bunyi kertak. Lalu selesailah sudah. Yang tampak kemudian hanya batang tubuh yang berdarah, tak berkepala lagi. Sang saksi, yang mengisahkan pengalamannya dengan gementar, kemudian menyimpulkan: Ia tak akan bisa melupakan pandangan mata terakhir Josef Jakubowski. "Itu bukan pandangan seorang yang bersalah," katanya kepada istrinya. Saksi itu, seorang warga negara Jerman baik-baik, mungkin seorang yang teramat sentimentil. Dari mana ia tahu bahwa Josef si pendatang Polandia itu, bukan pemhunuh ? Jaksa Agung Muller di Neustrelie berkata, Jakubowski seorang yang "licin dan lihai." Ia pernah dihukum penjara sebulan karena mencuri. Ia seorang "yang tidak mempunyai keberatan batin untuk melakukan pembunuhan." Maka, jadi kewajiban jaksa untuk menyingkirkan makhluk semacam itu. Jaksa dibayar negara, dan negara memang berfungsi untuk menetralkan para pengusik. Tertib harus ada, dan dengan demikian kepatuhan. Untuk itu, tekanan perlu. Untuk itu, negara harus punya monopoli dalam penggunaan kekuatan yang paling keras. Suatu hak, yang oleh Max Weber disebut sebagai "kekerasan yang absah", harus diterima. Josef Jakubowski pun dihukum mati. Ketika ia kepingin bertanya pada saat terakhirnya, la takut dituduh kurang ajar. Begitu kukuhnya rasa hormat orang-orang kepada institusi negara. Mungkin, karena itulah khalayak ramai yang menonton orang yang dihukum mati umumnya tak pernah memihak kepada Jiwa yang naas itu. Mereka mungkin memang mcnyenangi hal-hal yang ganas, yang membuat Jantung berdebar - seperti adu ayam dengan taji berpisau atau adu banteng dengan pedang terhunus. Tapi, di sampmg itu, melihat tertib ditegakkan, mereka merasa kepentingan mereka dilindungi. Tak heran bila di Inggris, misalnya, pada abad ke-18, setiap tahun dipertontonkan delapan kali eksekusi hukuman gantung. Kadang-kadang sampai 19 orang ditewaskan serentak di depan umum - di Tyburn, sebelah utara Hyde Park, agak ke luar Kota London. Di Prancis, tontonan yang mirip dilakukan biasanya di Place de Greve. Di tempat lain, tempatnya bisa lebih bebas. Pada abad ke-19, di Teheran, Iran, tubuh-tubuh orang yang dihukum mati dibiarkan bergeletakan sepanjang jalan menuju ke istana raia. Di Cina. samtai denan awal abad ke-20, pemacungan kepala bisa diIakukan di tempatyang ramai di kota..tentu saja dengan sedikit tong-jring-tong-jring. Negara, dengan kata lain, telah menjadi semacam algojo bagi masyarakat. Dan tak jarang ia diberi tepuk tangan - sampai pada taraf orang lupa bahwa kesalahan bisa terjadi. Dalam biografi Lenin, yang ditulis David Shub untuk Penguin pada tahun 1948, ada sebuah anekdot. Di suatu rapat, Lenin menulis memo kepada Felix Dzerzhinsky, kepala dinas rahasianya yang patuh: "Berapa orang kontrarevolusioner jahat dalam penjara kita?" Dzerzhinsky menjawab: "Sekitar 1500." Lenin membaca balasan itu, lalu membuat tanda silang di sebelah angka, kemudian mengembalikannya kepada Dzerzhinsky. Menurut sekretaris Lenin, Fotyicva, Lenin memang biasa membuat tanda silang untuk hal-hal yang sudah dibacanya. Tapi Dzerzhinsky menafsirkannya lain. Diam diam ia meninggalkan rapat. Malam itu ke 1500 orang tahanan itu ia habisi. Benarkah mereka bersalah? Seperti dalam kasus Jakubowski, pertanyaan itu terkubur dalam sejarah. Hermann Mostar, yang menceritakan kisah Jakubowski dalam Peradilan yang Sesat dengan menarik, mencoba membela orang malang itu. Tapi ia tahu: "Dan setelah itu terlambat sudah."

Berita terkait

Fakta-Fakta Bambang Hartono Pemilik Como 1907, Pernah Jadi Atlet Indonesia Tertua

19 menit lalu

Fakta-Fakta Bambang Hartono Pemilik Como 1907, Pernah Jadi Atlet Indonesia Tertua

Bambang Hartono Pemilik Como 1907 adalah seorang atlet bridge. Ia menjadi atlet tertua kontingen Indonesia untuk Asian Games 2018 di usia 78 tahun.

Baca Selengkapnya

Tinju Dunia Kelas Berat: Tyson Fury Tak Terima dengan Kekalahan, Sebut Oleksandr Usyk Menang karena Simpati Juri atas Ukraina

21 menit lalu

Tinju Dunia Kelas Berat: Tyson Fury Tak Terima dengan Kekalahan, Sebut Oleksandr Usyk Menang karena Simpati Juri atas Ukraina

Tyson Fury tidak terima dengan kekalahan dari Oleksandr Usyk dalam perebutan gelar juara sejati tinju kelas berat.

Baca Selengkapnya

Fahri Bachmid Gantikan Sementara Yusril yang Mundur dari Ketum PBB

25 menit lalu

Fahri Bachmid Gantikan Sementara Yusril yang Mundur dari Ketum PBB

Pergantian Yusril Ihza Mahendra dari Ketua Umum Partai Bulan Bintang dianggap telah dilakukan secara demokratis dan sah.

Baca Selengkapnya

AHY Harap Penyelenggaraan World Water Forum Bisa Beri Solusi Pengelolaan Air Global

33 menit lalu

AHY Harap Penyelenggaraan World Water Forum Bisa Beri Solusi Pengelolaan Air Global

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) AHY penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali bisa menciptakan solusi pengeloaan air global

Baca Selengkapnya

Gunung Ibu Kembali Erupsi, Warga di Tujuh Desa Dievakuasi

34 menit lalu

Gunung Ibu Kembali Erupsi, Warga di Tujuh Desa Dievakuasi

Warga yang tinggal di tujuh desa dievakuasi setelah Gunung Ibu dua kali meletus pada Sabtu, 18 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Jadwal Proliga 2024 Minggu 19 Mei: 3 Laga Terakhir Pekan Keempat, Posivo dan STIN BIN Beraksi Lagi

42 menit lalu

Jadwal Proliga 2024 Minggu 19 Mei: 3 Laga Terakhir Pekan Keempat, Posivo dan STIN BIN Beraksi Lagi

Jadwal Proliga 2024 akan kembali hadir pada Minggu, 19 Mei. Tiga laga terakhir pekan keempat akan berlangsung di Gresik.

Baca Selengkapnya

Nasdem Sebut Penambahan Kementerian Tak Lewat Perppu atau Putusan MK, Ini Alasannya

45 menit lalu

Nasdem Sebut Penambahan Kementerian Tak Lewat Perppu atau Putusan MK, Ini Alasannya

Nasdem menyatakan penambahan kementerian melalui revisi UU Kementerian Negara menciptakan partisipasi publik.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Menolak Media asal Rusia, Ketua Parlemen Berang

51 menit lalu

Uni Eropa Menolak Media asal Rusia, Ketua Parlemen Berang

Ketua parlemen Rusia mengecam Uni Eropa yang melarang distribusi empat media Rusia. Hal itu sama dengan menolak menerima sudut pandang alternatif

Baca Selengkapnya

Jadwal Final Thailand Open 2024 Hari Ini, Ana / Tiwi Hadapi Wakil Tuan Rumah Unggulan Pertama

55 menit lalu

Jadwal Final Thailand Open 2024 Hari Ini, Ana / Tiwi Hadapi Wakil Tuan Rumah Unggulan Pertama

Pertandingan Ana / Tiwi akan menghadapi Jongkolphan Kititharakul / Rawinda Prajonjai di final Thailand Open 2024 akan dimainkan di partai keempat.

Baca Selengkapnya

1.500 Orang Badui Jalani Ritual Seba di Serang

1 jam lalu

1.500 Orang Badui Jalani Ritual Seba di Serang

Ritual Seba merupakan tradisi masyarakat adat Suku Badui, sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.

Baca Selengkapnya