Baur dan Bandar

Penulis

Sabtu, 7 Juli 1984 00:00 WIB

15 Oktober l826, pasukan Dipanegara terpukul hebat di Desa Gowoh, dekat Surakarta. Perang besar di sekitar Yogya itu memang masih empat tahun lagi bisa reda, tapi bagi Dipanegara sendiri kekalahan di Gowok oleh pasukan kompeni itu tak terlupakan sampai mati. Setidaknya, dalam autobiografi yang ia tulis di pengasingan, yang kemudian disebut Serat Babad Dipanegara, ia sebut kembali peristiwa itu. Yang menarik ialah keterangan Dipanegara sendiri kenapa ia sampai terpukul. Dalam beberapa kalimat yang disunting dalam tembang Sinom, sang Pangeran berkata bahwa malam sebelum pertempuran itu ia telah jatuh hati pada seorang wanita Cina yang dipekerjakan sebagai pemijat dan pelipur hati. Penjelasan yang sama juga ia berikan tentang kekalahan iparnya, Raden Tumenggung Sastradilaga. Bangsawan ini mencoba mempertahankan Lasem pada 1827-1828. Tapi ia pun kalah. Menurut Dipanegara, Sastradilaga kalah karena telah melupakan sebuah pantangan: bangsawan itu ternyata menjamah wanita Cina, "anjamahi Nyonyah Cina". Itulah yang menyebabkan perangnya jadi sial, "marganeki apes juritira". Tapi salahkah Sastradilaga? Mungkin tidak. Seorang sejarawan dari Trinity College, Oxford, baru-baru ini menulis untuk majalah Indonesia edisi April 1984 terbitan Universitas Cornell, sebuah makalah yang sangat menarik tentang hubungan orang keturunan Cina dan orang Jawa pada abad ke-19. Peter Carey, sejarawan itu, menyebut bahwa di Lasem, khususnya, sejumlah peranakan Cina memang ikut bahu-membahu dengan para pemberontak. Banyak juga yang beragama Islam, dan ikut dibasmi oleh kompeni setelah pemberontakan Dipanegara kalah. Sastradilaga tentu berhubungan dekat dengan mereka. Dipanegara sendiri mengakui, yang menyebabkan Sastradilaga terlupa akan pantangan yang dikeluarkannya kepada seluruh bawahan - agar tak menjamah tubuh wanita keturunan Cina - ialah karena dekatnya hubungan itu. "Cina ing Lasem sedaya," tulis Dipanegara, "mapan sampun sumeja manjing Agami." Semua peranakan Cina di Lasem sudah bersedia masuk agama Islam. Malang, Sastradilaga kalah dalam perang. Tentu saja bukan cuma perempuan Hoakiau itu yang jadi sebab. Tapi bahwa Pangeran Dipanegara menafsirkan pangkal sialnya secara demikian, menunjukkan satu hal: di Jawa, menjelang dan setelah pembcrontakan Dipanegara yang dahsyat itu, hubungan antara para keturunan Cina dan orang Jawa telah sangat buruk - yang akhirnya menimbulkan komplikasi sampai ke generasi-generasi kini. Namun, keadaan tak selamanya begitu. Sejarawan Peter Carey menunjukkan, lewat penelitian yang cukup kaya, bahwa hubungan buruk itu sebenarnya merupakan perkembangan baru. Apa yang disebut kini sebagai "pembauran" bahkan telah terjadi hampir seratus tahun sebelum Perang Dipanegara. Kalau tak percaya, bacalah kenang-kenangan Ong Tae-hae, misalnya. Ong Tae-hae adalah seorang pengelana Cina yang datang dari Fukien. Ia hidup di Indonesia tahun 1783-1791. Sebagian terlama tinggal di Pekalongan, bekerja sebagai guru. Pada tahun 1791 buku tentang pengalamannya di negeri ini diterbitkan di Provinsi Fukien. Tahun 1849 buku itu diterjemahkan ke bahasa Inggris. Dalam kisahnya itu, Ong Tae-hae menyebut - dengan sikap menyesali - bagaimana orang-orang Cina yang telah hidup di Jawa itu: "Sering kali memutuskan diri dari ajaran para bijaksana." Artinya: "Dalam hal bahasa, makanan dan pakaian, mereka meniru kaum pribumi, serta mempelajari buku asing." Bahkan, "mereka, tanpa risau, menjadi orang Jawa", "menolak makan babi" dan "memungut adat istiadat bumiputra" Ong benar. Beberapa tokoh dengan atau tanpa nama memang bisa disebut. Di Betawi, "Kapitan Peranakan" yang terakhir, yang meninggal 1827, bernama Muhammad Japar. Di Mataram, nama lama Tumenggung Mertaguna adalah Cik Go Ing. Ia diangkat Sultan Agung karena jasanya dalam penaklukan Surabaya pada tahun 1625. Di Kediri, waktu perlawanan Trunajaya pada tahun 1680, tercatat seorang panglima keturunan Cina ikut mempertahankan kota dari kepungan Admiral Anthonio Hurdt. Tapi kenapa perkembangan jadi begitu rupa, dan hubungan baik jadi buruk, sejarah mencatat perkembangan yang panjang, meskipun dengan data yang masih terbatas. Dalam karya Carey, suatu institusi dalam sejarah Jawa abad ke-19 yang paling dibenci rakyat ialah bandar: gerbang toll di jalan dan jembatan, yang memungut bayaran dari petani, bakul, buruh, dan siapa saja yang lewat. Adapun bandar itu dikelola oleh orang-orang Cina - yang nanti, pada gilirannya, harus menyerahkan sejumlah besar uang "sewa kekuasaan" itu kepada para sultan di keraton. Tak heran bila sebuah tim yang dibentuk Gubernur Jenderal pada tahun 1824 menganjurkan agar bandar-bandar itu dihapuskan. Laporan tim itu bahkan seakan menujum dengan seram: " . . . Bila bandar itu dibiarkan terus, tak akan lama tiba saatnya orang Jawa akan bangkit dengan cara yang dahsyat." Pada tahun 1825, pemberontakan Dipanegara yang didukung luas meletus. Gubernemen telah terlambat. Akibatnya tak habis sampai seratus tahun lebih kemudian. Kita pun kini hanya berharap bahwa sisa soal abad ke-19 itu akan terkikis - dan tentu saja tak mungkin dalam satu generasi. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

3 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

4 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

13 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

32 hari lalu

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

54 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

54 hari lalu

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

59 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

59 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya