Padri

Penulis

Sabtu, 1 Desember 1984 00:00 WIB

PERANG Padri tak dimulai dari titiknol. Sewaktu saya kecil, yang saya baca hanyalah cerita tentang Imam Bonjol yang melawan para pendukung adat yang dibela Belanda. Setelah mulai tua, saya baca kisah tentang Tuanku Nan Rinceh, yang kurus tapi dengan mata menyala bagai api. Ia muncul dalam arena konflik sosial yang melanda Minangkabau sejak awal abad ke 19. Ia muncul dan ia mengagetkan. Di daerahnya di Bukit Kamang yang tinggi, ia memaklumkan jihadnya seperti pedang berkilat. Merasa ia harus memberi contoh bagaimana ajaran agama mesti ditaati tanpa ditawar, konon ia membunuh saudara ibu kandungnya. Wanita itu seorang pengunyah tembakau. Masyarakat yang ingin ditegakkan Tuanku Nan Rinceh memang masyarakat yang ideal: tak ada orang menyabung ayam, minum tuak, atau mengisap candu. Tak ada orang memakan sirih. Pakaian putih-putih haru dikenakan, dan kaum pria haru mengikuti Nabi: membiarkar diri berjanggut. Wanita haru bertutup muka, tak boleh memakai perhiasan. Kain sutera harus dijauhi. Syariat Islam harus dijalankan, dan siapa yang tak taat dihukum. Memang, ada pengaruh gerakan Wahhabi, yang waktu itu sedang naik pasang di sekitar Mekkah, dalam semangat Tuanku Nan Rinceh itu. Lurus, sederhana, menuntut sikap yang serba murni. Tapi zaman tampaknya menghendaki semangat yang lempang dan puritan. Tuanku Nan Rinceh, mungkin "ekstrem", bukan fenomena yang tersendiri. Tak berarti ada persekongkolan di manamana. Sejarah umat Islam adalah sejarah tentang perbedaan-perbedaan, dan kita bisa sesat bila tak memandangnya secara demikian. Gerakan "pemurnian" di Bukit Kamang itu toh akhirnya bentrok dengan gerakan Islam di tempat lain. Khususnya dengan seruan "kembali ke syariat" yang sejak akhir 1700 dibawakan oleh Tuanku Nan Tua dari Kota Tua di wilayah Agam. Sengketa itu sengit. Setelah gagal mempertemukan pendapat dalam suatu pertemuan, Tuanku Nan Rinceh pun menarik garis Orang alim tua dari surau tarikat Syattariyah itu, Tuanku Nan Tua, yang mengutip pelbagai ayat Quran untuk menunjukkan bahwa Nabi pada dasarnya mengenggani kekerasan, kemudian dicemooh sebagai "Rahib Tua". Muridnya, Jalaluddin, yang mendirikan dusun Muslim di Kota Lawas, dijuluki "Raja Kafir". Lalu perang pun pecah selama enam tahun. Apa gerangan penyebabnya? Tahun lalu terbit sebuah hasil penelitian sejarah Sumatera Barat oleh Christine Dobbin, Islamic Revivalism in a Cbanging Peasant Economy, sebuah studi tentang masa riuh 1784-1847. Seperti 1mpk dari judulnya, Dobbin mencoba menunjukkan maraknya api keagamaan di Minangkabau itu sebagai jawaban sosial atas perubahan ekonomi yang terjadi, ketika perdagangan kopi untuk ekspor sedang memnggn. Ketika itulah orang-orang Minang, terutama dari daerah pebukitan, tempat kopi tumbuh mudah, menemukan dunia baru. Mereka hidup dari suatu proses jual-beli, yang jaringannya lebih luas ketimbang dusun sendiri - suatu jarimgan yang tentu saja impersonal. Adat setempat yang mengatur hubungan-hubungan lokal karena itu tak lagi memadai. Tak mengherankan bila para penghulu, yang lazim memecahkan sengketa sosial dengan memakai pedoman aturan setempat, jadi repot. Dalam keadaan sedemikian, ketika hukum tak lagi cukup, sementara perkara yang harus dihakimi bertambah rumit dan banyak, surau pun tampil sebagai alternatif. Hukum Islam, yang diturunkan di Mekkah di Dsuatu masyarakat pedagang, memang memungkinkan itu: la tldak asmg dengan kasus-kasus yang muncul setelah kegiatan komersial berkembang cepat. Tuanku Nan Tua sendiri bahkan ikut aktif dalam kegiatan itu - dan sukses. Suraunyapun giat menyerukan agar orang berpegang hukum Islam dalam menyelesaikan soal-soal perniagaan. Tak ayal, syekh dari surau Syattariyah ini pun dianggap pelindung para pedagang. Tapi dalam keadaan yang lebih makmur itu pula orang berkesempatan berfoya-foya. Hampir di tiap pasar orang mendirikan gelanggang sabung ayam, sementara tuak dan candu dengan leluasa diedarkan. Semua tingkah ini jadi tambah mencolok buruknya bagi orang ramai, ketika semangat pedagang hemat, bersahaja, ulet) tengah berblak. Maka, terhadap kemaksiatan inilah surau-surau angkat suara - dan akhirnya angkat senjata. Kaum Padri, juga Tuanku Nan Rinceh, pada dasarnya meneruskan semangat itu. Dan dalam banyak hal mereka berhasil. Desa yang dibangun Haji Miskin pada tahun 1811, misalnya, di Air Terbit, di lereng Gunung Sago, adalah contoh desa yang teratur serta makmur. Bahkan orang Belanda juga mengakui hal itu. Namun, sayang, tak sepenuhnya masyarakat ideal yang dikehendaki bisa bertahan. Kaum Padri sendiri berubah. Di Pandai Sikat orang-orang desa mulai kembali makan sirih dan merokok, pakaian wanita tak jadi setertutup dahulu. Adat setempat tak begitu saja hilang, dan seperti halnya pihak lain, seperti halnya manusia sepanjang sejarah, kaum Padri pun akhirnya menerima kompromi. Kemurnian barangkali memang tak ditakdirkan untuk dunia yang tak kekal, tak tunggal, ini. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Lee Do Hyun Sebut Nama Lim Ji Yeon di Pidato Baeksang, Netizen Heboh

17 menit lalu

Lee Do Hyun Sebut Nama Lim Ji Yeon di Pidato Baeksang, Netizen Heboh

Pidato pendek yang dibacakan Lee Do Hyun langsung mendapat respons dari banyak pihak yang dinilai menunjukkan bucin ugal-ugalan ke Lim Ji Yeon.

Baca Selengkapnya

Pemkot Surabaya Rayakan HJKS ke-731

31 menit lalu

Pemkot Surabaya Rayakan HJKS ke-731

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggelar Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731 pada 31 Mei 2024, dengan tema 'Satukan Tekad Surabaya Hebat'.

Baca Selengkapnya

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

32 menit lalu

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

Peneliti ICW mengatakan mayoritas modus korupsi itu berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah.

Baca Selengkapnya

Film KHD tentang Ki Hadjar Dewantara Baru Tayang 2026 Mendatang, Ini Alasan Gina S. Noer

35 menit lalu

Film KHD tentang Ki Hadjar Dewantara Baru Tayang 2026 Mendatang, Ini Alasan Gina S. Noer

Gina juga mengatakan, film biopik yang ia garap memang cenderung lama, termasuk film KHD ini.

Baca Selengkapnya

Pembunuhan Pengusaha Kerajinan Tembaga di Boyolali, Korban dan Pelaku Terlibat Hubungan Sesama Jenis

39 menit lalu

Pembunuhan Pengusaha Kerajinan Tembaga di Boyolali, Korban dan Pelaku Terlibat Hubungan Sesama Jenis

Irwan, tersangka pembunuhan pengusaha kerajinan tembaga di Boyolali terlibat hubungan sesama jenis. Irwan murka karena tak dituruti minta Rp 500 ribu.

Baca Selengkapnya

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

40 menit lalu

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

Saldi meminta kepada komisioner KPU, Mochammad Afifuddin, untuk menandai kantor masing-masing kuasa hukum karena seringnya mengajukan renvoi.

Baca Selengkapnya

Ciri Pasangan Suka Mengontrol, Bikin Anda Tak Berdaya dan Kehilangan Harga Diri

58 menit lalu

Ciri Pasangan Suka Mengontrol, Bikin Anda Tak Berdaya dan Kehilangan Harga Diri

Pasangan gemar mengontrol. Anda dibuat tak berdaya dan hanya bisa menuruti kemauannya karena takut berpisah, ditinggalkan atau diusir dari rumah.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

59 menit lalu

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

ICW mengungkap beberapa kerentanan yang mungkin terjadi di Pilkada 2024. Berkaca dari pengalaman Pilpres.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir di Met Gala 2024, Katy Perry Bikin Ibunya dan dan Penggemar Terkecoh

1 jam lalu

Tak Hadir di Met Gala 2024, Katy Perry Bikin Ibunya dan dan Penggemar Terkecoh

Katy Perry mengunggah beberapa foto sambil memberi tahu penggemarnya alasan tidak hadir di Met Gala

Baca Selengkapnya

KPU Sangkal Ada Pergeseran Suara dari NasDem ke Hanura di Pileg DPRD Sintang

1 jam lalu

KPU Sangkal Ada Pergeseran Suara dari NasDem ke Hanura di Pileg DPRD Sintang

"Tidak terjadi perubahan atau pergeseran suara Partai Hanura," kata kuasa hukum KPU Ali Nurdin di gedung MK.

Baca Selengkapnya