Agus Dermawan T.,
Pengamat Budaya dan Seni
Pada 6 April 2014, ketika bangsa Indonesia bersiap-siap memasuki bilik pemilu legislatif, di Hong Kong terjadi keriuhan prestasi. Lukisan seniman Indonesia, S. Sudjojono (1913-1986), terbeli di biro lelang Sotheby's dengan hammer price HK$ 58,36 juta, atau sekitar Rp 85,7 miliar. Atau terbayar sekitar Rp 100 miliar ketika ditambah premium 21 persen. Lukisan berukuran sekitar 2 meter itu berjudul Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro, ciptaan 1979. Pencapaian ini mengalahkan harga lukisan Lee Man Fong, Bali Life, yang terbeli seharga HK$ 35,9 juta pada lelang Christie's Hong Kong, November 2013.
Pencapaian mengejutkan itu lantas membawa masyarakat seni Asia menengok Indonesia dengan sejumlah pertanyaan. Bagaimana mungkin di negeri yang mengkonsentrasikan seluruh dayanya kepada pengembangan ekonomi, seraya agak melupakan pembangunan infrastruktur kesenian, mampu melahirkan seniman berkualitas tinggi? Bagaimana mungkin di negeri yang gemar memperdaya kesenian dan seniman sebagai alat politik, mampu menelurkan karya begitu reputatif?
Bagi saya, reputasi mutu (dan harga) lukisan Sudjojono berkait erat dengan cara berpikir pelukisnya, yang kemudian bermuara pada metodologi penciptaannya. Sudjojono selalu mengatakan bahwa seorang pelukis sejati sebaiknya berangkat dari realis. Karena dengan basis realis itu, pelukis terpaksa belajar semua unsur kesenilukisan dari dasar. "Pelukis itu seperti pemain piano. Sebelum masuk ke nada dan irama, sebelum memainkan aransemen, harus tahu doremifasollasi dulu."
Sudjojono mengatakan bahwa do itu penguasaan seluk-beluk bentuk. Re itu pencerapan karakter makhluk hidup dan benda-benda. Mi itu pengetahuan atas situasi obyek dalam satu momen. Fa itu penghayatan atas suasana yang melingkupi obyek. Sol itu pengelolaan warna. La itu kemampuan menghadirkan semua unsur dalam rangkuman yang mampu bicara. Si itu kemampuan meringkus isi kanvas dalam harmoni. Apabila semua unsur dasar itu sudah bunyi, lukisan pun jadi.
Ihwal penguasaan doremifasol itu memang tampak pada lukisan-lukisannya. Dalam melukis makhluk hidup, ia sangat menguasai aspek anatomi secara rinci. Dalam melukis benda, ia memahami karakter dan sifat-sifatnya. Semua itu lantas dirangkum dalam sebuah kejadian bersuasana, yang ujungnya menawarkan cerita.
Sudjojono ternyata memetik pelajaran ini dari para politikus sejati. Ia memberi contoh betapa Churchill lebih dulu menghayati akar kehidupan dan dasar hati-pikiran rakyatnya sebelum memimpin bangsa Inggris.
Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, sampai Tan Malaka juga melakukan hal yang sama. Mereka mempelajari sisik-melik bangsanya dengan sangat teliti. Mereka mengeja cermat lapisan-lapisan aspirasi bangsanya. Apa yang mereka pelajari itu lantas dikomposisi satu per satu, sampai akhirnya jadi lukisan besar berwarna-warna yang bernama Indonesia.
Keseriusan meniti pernik politik bagai yang direfleksikan seni lukis Sudjojono, kini nyaris tidak ada dalam jagat politik Indonesia. Sekarang siapa pun merasa bisa jadi politikus. Siapa pun merasa mampu jadi wakil atau pemimpin rakyat, meski tak pernah belajar serius doremifasolnya rakyat. Itu yang menyebabkan politik Indonesia cenderung murah harganya. Dan sulit untuk laku apabila dilelang di negeri mana pun! *
Berita terkait
Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?
19 Februari 2024
Pelaksanaan pemilu dalam era reformasi telah dilakukan enam kali, yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaSelama 3 Periode Pemilu, 3 Partai Politik Ini Peringkat Atas Pemilihan Legislatif
18 Februari 2024
Sejak Pemilu 2014 sampai Pemilu 2024, terdapat tiga besar partai politik yang selalu memuncaki pemilihan legislatif (Pileg). Apa saja?
Baca SelengkapnyaPolitik Makan Siang Jokowi Bersama Capres, SBY Pernah Buka Puasa Bersama Capres-Cawapres Pemilu 2014
1 November 2023
Jokowi mengundang makan siang 3 capres. Langkah yang sebelumnya pernah dilakukan SBY pada 2014, mengundang buka puasa bersama capres-cawapres.
Baca SelengkapnyaRelawan Jokowi se Jatim Dukung Prabowo Dinilai Hanya Manuver Murahan
7 Agustus 2023
Relawan Jokowi yang mendukung Prabowo di Jatim dianggap tak memiliki jejak rekam mendukung Jokowi di Pemilu 2019.
Baca SelengkapnyaPPP Menilai Andika Perkasa Penuhi Kualifikasi Jadi Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo
27 Juni 2023
Ketua DPP PPP Ahmad Baidowi alias Awiek menilai kualifikasi diri mantan Panglima TNI Andika Perkasa cocok sebagai ketua pemenangan Ganjar Pranowo
Baca SelengkapnyaKilas Balik Perjanjian Batu Tulis Megawati dan Prabowo, Begini 7 Poin Janji Belum Ditepati Itu
24 April 2023
Megawati punya janji terhadap Prabowo sejak 2009, perjanjian Batu Tulis namanya. Begini isi 7 poin perjanjian tersebut.
Baca Selengkapnya4 Petinggi NasDem Bakal Dampingi Surya Paloh dalam Pertemuan dengan Prabowo di Hambalang
5 Maret 2023
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pagi ini akan bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Kabupaten Bogor
Baca SelengkapnyaMenjelang 7 Tahun, Pakar Sebut Jokowi Dibayangi Janji-janji Politik
18 Oktober 2021
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan ada kompleksitas luar biasa yang dihadapi Presiden Jokowi di periode kedua ini.
Baca SelengkapnyaBeda Dana Kampanye Jokowi dengan Prabowo di Pemilu 2014 dan 2019
3 Mei 2019
Dari data laporan ke KPU, dana kampanye yang digunakan Jokowi - Ma'ruf tercatat lebih banyak 2,8 kali lipat dibandingkan Prabowo - Sandiaga.
Baca SelengkapnyaRumah Sakit Jiwa Grogol Siap Tampung Caleg Tak Siap Gagal
13 April 2019
Kesiapan merujuk kepada pengalaman sebagian caleg saat pemilu 2014 lalu
Baca Selengkapnya