Islam Yes, Partai Islam No?

Penulis

Kamis, 24 April 2014 00:33 WIB

M. Dawam Rahardjo,
Rektor Universitas Proklamasi '45, Yogyakarta

Pada awal 1970, dalam pidato halalbihalal bersama Gerakan Pemuda Islam (GPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Pelajar Islam Indonesia (PII) berjudul "Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat", Ketua PB HMI ketika itu Nurcholish Madjid mengobservasi gejala yang mencerminkan sikap "Islam Yes, Partai Islam No".

Latar belakangnya adalah bahwa pada masa Orde Baru, partai Islam Masyumi ditolak rehabilitasinya setelah dibubarkan pada 1960, yang diinterpretasikan sebagai pembendungan gerakan politik yang mencita-citakan terbentuknya negara Islam di Indonesia. Sebagai dampak dari politik Islam Orde Baru itu, umat Islam merasa takut terlibat dalam gerakan Islam politik. Situasi Islam politik itu digeneralisasi sebagai gejala penolakan terhadap partai politik Islam.

Pada waktu itu, observasi itu mendapat penolakan langsung dari dua tokoh mantan Ketua PB HMI, yaitu Ismail Hasan Metareum dan Sulastomo, keduanya aktivis PPP yang menggantikan kesimpulan Cak Nur dengan pandangan "Islam Yes, Partai Islam (juga) Yes". Bagi kedua tokoh itu, partai Islam dibutuhkan sebagai alat perjuangan dan media dakwah yang disebut oleh tokoh NU dan mantan Menteri Agama RI, KH Saefuddin Zuhri sebagai "dakwah politik". Pada masa Reformasi, Cak Nur tidak menentang berdirinya partai-partai Islam baru, walaupun ia tidak terlibat di dalam salah satu partai itu.

Dengan demikian, persepsi penolakan terhadap partai Islam itu berkaitan dengan tujuan gerakan Islam politik, yaitu pembentukan negara Islam, melalui penerapan syariat Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan kenegaraan, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Partai Masyumi yang juga diperjuangkan oleh semua partai-partai Islam sebagaimana tampak dalam Sidang Konstituante 1958-1959. Pada masa Demokrasi Liberal itu, partai-partai Islam sesungguhnya telah berjuang melalui mekanisme demokrasi.

Kenyataannya, baik pemerintah Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Sukarno maupun pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto tidak melarang partai Islam. Pada masa Demokrasi Terpimpin, tampil dua partai besar Islam, yaitu Nahdhatul Ulama (NU) dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Tapi keduanya mendukung pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Pada masa Orde Baru, yang tampil adalah Partai NU, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), dan Partai Tarbiyatul Islam (Perti). Tapi pada 1973 ketiga partai itu digabung ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang didukung oleh dua organisasi besar, yaitu NU dan Muhammadiyah. Tapi PPP ini pun diarahkan untuk mendukung pemerintahan Orde Baru, terutama dalam penciptaan stabilitas politik. Dengan demikian, salah satu kebutuhan terhadap partai Islam adalah guna memperoleh dukungan politik umat Islam.

Observasi Cak Nur itu disalahpahami sebagai mencerminkan pandangannya yang menolak partai Islam. Padahal, dalam Pemilu 1977, ia terjun langsung dalam kampanye mendukung PPP dengan agenda "Memompa Ban Gembes". Tapi dalam pidato kebudayaan di TIM 1972 yang berjudul "Menyegarkan Pemahaman Pemikiran Islam", ia memang menolak wacana "negara Islam" dan sebagai gantinya menganjurkan wacana mengenai "keadilan sosial".

Sukarno, dalam tulisan polemiknya dengan Mohammad Natsir, tidak menolak Islamisme sebagai ideologi kebangsaan. Tapi ia menolak cita negara Islam, dan di lain pihak menganjurkan perjuangan pemberlakuan syariat Islam secara demokratis melalui partai Islam yang memperbanyak wakil-wakilnya di parlemen agar bisa melakukan legislasi syariat Islam. Dengan perkataan lain, ia menerima Islam yang demokratis. Sikap Sukarno itu dapat dirumuskan sebagai "Negara Islam No, Partai Islam Yes".

Tapi kini, penolakan terhadap partai Islam justru datang dari gerakan sosial Islam sendiri, sebagaimana tampak dalam sikap mereka terhadap penyelamatan partai-partai Islam dalam pemilihan legislatif 2014. Dari seruan MUI yang menganjurkan kepada umat Islam untuk memilih caleg-caleg yang seiman, tersembunyi sikap mereka yang tidak mendukung partai-partai Islam. Dengan demikian, kesan observasi Cak Nur pada awal Orde Baru mengenai gejala sikap "Islam Yes, Partai Islam No" tampak lagi sekarang.

Gejala itu tampak pula dari pernyataan Ketua PB NU yang menolak gagasan poros tengah Islam, karena menurut dia sikap itu menunjukkan primordialisme yang berarti kemunduran dari paham pluralisme yang sudah diikuti oleh NU sejak Gus Dur. Sikap yang sama juga dinyatakan oleh mantan Ketua PP Muhammadiyah dan pendiri PAN, M. Amien Rais, yang menolak gagasan poros tengah partai-partai Islam yang dianggap telah kedaluwarsa dan menganjurkan "koalisi Indonesia Raya" yang merangkul partai-partai kebangsaan.

Sebagai kesimpulan, kini di kalangan Islam pun telah berkembang wacana yang tidak saja meninggalkan cita-cita negara Islam, tapi juga membiarkan hilangnya partai Islam dari bumi Indonesia. *

Berita terkait

Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?

19 Februari 2024

Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?

Pelaksanaan pemilu dalam era reformasi telah dilakukan enam kali, yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Selama 3 Periode Pemilu, 3 Partai Politik Ini Peringkat Atas Pemilihan Legislatif

18 Februari 2024

Selama 3 Periode Pemilu, 3 Partai Politik Ini Peringkat Atas Pemilihan Legislatif

Sejak Pemilu 2014 sampai Pemilu 2024, terdapat tiga besar partai politik yang selalu memuncaki pemilihan legislatif (Pileg). Apa saja?

Baca Selengkapnya

Politik Makan Siang Jokowi Bersama Capres, SBY Pernah Buka Puasa Bersama Capres-Cawapres Pemilu 2014

1 November 2023

Politik Makan Siang Jokowi Bersama Capres, SBY Pernah Buka Puasa Bersama Capres-Cawapres Pemilu 2014

Jokowi mengundang makan siang 3 capres. Langkah yang sebelumnya pernah dilakukan SBY pada 2014, mengundang buka puasa bersama capres-cawapres.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi se Jatim Dukung Prabowo Dinilai Hanya Manuver Murahan

7 Agustus 2023

Relawan Jokowi se Jatim Dukung Prabowo Dinilai Hanya Manuver Murahan

Relawan Jokowi yang mendukung Prabowo di Jatim dianggap tak memiliki jejak rekam mendukung Jokowi di Pemilu 2019.

Baca Selengkapnya

PPP Menilai Andika Perkasa Penuhi Kualifikasi Jadi Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo

27 Juni 2023

PPP Menilai Andika Perkasa Penuhi Kualifikasi Jadi Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo

Ketua DPP PPP Ahmad Baidowi alias Awiek menilai kualifikasi diri mantan Panglima TNI Andika Perkasa cocok sebagai ketua pemenangan Ganjar Pranowo

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Perjanjian Batu Tulis Megawati dan Prabowo, Begini 7 Poin Janji Belum Ditepati Itu

24 April 2023

Kilas Balik Perjanjian Batu Tulis Megawati dan Prabowo, Begini 7 Poin Janji Belum Ditepati Itu

Megawati punya janji terhadap Prabowo sejak 2009, perjanjian Batu Tulis namanya. Begini isi 7 poin perjanjian tersebut.

Baca Selengkapnya

4 Petinggi NasDem Bakal Dampingi Surya Paloh dalam Pertemuan dengan Prabowo di Hambalang

5 Maret 2023

4 Petinggi NasDem Bakal Dampingi Surya Paloh dalam Pertemuan dengan Prabowo di Hambalang

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pagi ini akan bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Kabupaten Bogor

Baca Selengkapnya

Menjelang 7 Tahun, Pakar Sebut Jokowi Dibayangi Janji-janji Politik

18 Oktober 2021

Menjelang 7 Tahun, Pakar Sebut Jokowi Dibayangi Janji-janji Politik

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan ada kompleksitas luar biasa yang dihadapi Presiden Jokowi di periode kedua ini.

Baca Selengkapnya

Beda Dana Kampanye Jokowi dengan Prabowo di Pemilu 2014 dan 2019

3 Mei 2019

Beda Dana Kampanye Jokowi dengan Prabowo di Pemilu 2014 dan 2019

Dari data laporan ke KPU, dana kampanye yang digunakan Jokowi - Ma'ruf tercatat lebih banyak 2,8 kali lipat dibandingkan Prabowo - Sandiaga.

Baca Selengkapnya

Rumah Sakit Jiwa Grogol Siap Tampung Caleg Tak Siap Gagal

13 April 2019

Rumah Sakit Jiwa Grogol Siap Tampung Caleg Tak Siap Gagal

Kesiapan merujuk kepada pengalaman sebagian caleg saat pemilu 2014 lalu

Baca Selengkapnya