Hukum tanda mahkamah

Penulis

Sabtu, 6 Agustus 1983 00:00 WIB

INI kisah dari Palestina, di masa Perang Salib sekitar 900 tahun yang lalu. Di Kota Nabulus, yang dikuasai para kesatria dari Eropa, suatu proses pengadilan terjadi. Seorang petani dituduh membantu sekawanan bandit yang menyerang sebuah desa. Mendengar tuduhan ini, pak tani itu pun melarikan diri. Tapi syahdan, para penguasa menyandera anak istrinya, hingga terpaksalah orang tua itu kembali. Ia kembali, tapi di depan raja yang berkuasa di situ ia berkata: "Beri hamba keadilan. Hamba menantang orang yang menuduh hamba." Maka raja itu pun memerintahkan kepala desa memenuhi permintaan itu. Oleh si kepala desa lalu didatangkanlah seorang pandai besi. Ia kuat lagi muda -- dan mungkin karena itulah ia dipilih: kepala desa itu agaknya tak hendak mengorbankan anggotanya yang lain dalam perkelahian. Di sebuah arena, kedua orang itu dipertemukan. Mereka masing-masing dilengkapi dengan sebuah godam dan sehelai perisai. Si pandai bes memang kokoh, tapi nampaknya kecil nyalinya. Ia kelihatan enggan bertempur. Sebaliknya si petani tua yang dihadapinya -- yang merasa telah difitnah dan hendak membersihkan nama baiknya nampak siap benar dalam sikap. Dalam duel yang lamban itu, tapi penuh darah berceceran, beberapa kali si petani dapat mendesak si pandai besi ke pojok. Melihat ini bangsawan yang mengatur pertandingan pun rupanya tak sabar, dan berteriak, "Ayo, cepatlah!" Si pandai besi pun maju kembali. Ia tentu saja lebih berpengalaman dengan godam, dan akhirnya satu hantaman menyebabkan petani itu roboh. Si pemenang tak ayal lagi berdiri mengangkangi tubuhnya yang tergeletak itu, lalu berulang kali menggocoh kepala korbannya yang telah berlumur merah pekat dengan godam, sampai tewas. Setelah itu, tubuh petani tua yang telah setengah lumat itu pun diseret dengan tali lalu digantung. Dalam adat masa itu di tempat itu, keadilan telah dijalankan. Orang puas. Hanya seorang pengamat yang menyaksikan peristiwa itu yang kemudian berkata, "Semoga Tuhan mengutuknya". Tak aneh. Pengamat itu seorang asing, Usama bin Munqidh namanya. Ia datang dari Syria. Dalam kunjungannya menyaksikan cara hidup orang-orang Eropa yang datang ke Tanah Suci dalam Perang Salib, ia banyak menuliskan catatan. Di Nabulus itu, ia melihat sesuatu yang memuakkan -- sesuatu yang tak pernah dialaminya di negerinya sendiri. Ia melihat suatu proses penghukuman yang tanpa mahkamah, tanpa hakim dan tanpa argumentasi. Ia menyaksikan suatu keputusan kebenaran yang hanya berdasarkan kekuatan fisik dalam tes yang brutal. Ia menemukan orang divonis bersalah hanya karena kalah, remuk, mati. Bukti? Saksi? Tak ada. Satu-satunya yang lumayan hanya: bahwa si tertuduh diberi kesempatan membela diri. Ada sedikit sikap kesatria: orang itu tak telanjang, lemah, dan tinggal dibasmi. Eropa, masa itu, memang berada pada taraf paling kasar dalam soal peradilan. Ada orang yang harus memegang besi panas untuk diuji ia berjusta atau tidak. Adapula yang dibuang ke air dengan tangan dan kaki dikungkung: bila ia terapung, berarti ia bersalah bila tenggelam, tak berdosa. "Mereka", tulis seorang pengelana muslim ke Eropa di abad pertengahan itu, "memang punya adat yang ganjil". Tapi zaman berganti, Eropa berubah. Di abad ke-18, misalnya, seorang pengamat muslim lain kagum akan cara pengadilan militer Prancis di Mesir memproses seorang terdakwa. Orang itu tertangkap basah, dengan senjata masih mengucurkan darah, setelah membunuh Jenderal Kleber, pengganti Napoleon Bonaparte. Tapi penguasa militer Prancis di Mesir itu toh mengadilinya secara terbuka, dan tak sewenang-wenang. "Mereka tak terburu-buru membunuh", begitu tulis sejarawan Mesir Jabarti setelah menyaksikan proses itu, "meskipun mereka menangkap pembunuh itu dalam keadaan bersenjata yang masih basah oleh darah panglima mereka". Orang-orang Prancis itu juga rela membebaskan orang yang dituduh terlibat tapi tak cukup terbukti. Bagi Jabarti, betapa berbeda hal itu dengan yang pernah disaksikannya di antara kaumnya sendiri. Ia tak urung menyebut "pasukan yang menyatakan diri muslim", yang "berpura-pura berperang jihad", tapi "membunuhi orang, dan merusak umat manusia, hanya untuk memuaskan nafsu hewani". Demikianlah, seperti dikisahkan oleh Bernard Lewis dalam The Muslim Discovery of Europe, Usama bin Munqidh dan Jabarti hidup di masa yang berbeda, mereka menemukan "adat" Eropa yang berbeda pula. Tapi keduanya saksi yang sama-sama tersintuh untuk proses yang lebih adil dalam menghukum orang -- suatu petunjuk bahwa keprihatinan tentang ini bukan cuma hasil sebuah bangsa dari sebuah zaman. Keprihatinan itu mungkin sekekal manusia -- karya terbagus dan Tuhan.

Berita terkait

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

21 jam lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

2 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

3 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

5 hari lalu

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) menyebut harga emas turun karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah mereda.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

5 hari lalu

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

5 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

6 hari lalu

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

Kepala Ekonom BCA David Sumual merespons pelemahan rupiah. Ia menilai depresiasi rupiah karena ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus Khawatirkan Timur Tengah, Serukan Dialog dan Diplomasi

7 hari lalu

Paus Fransiskus Khawatirkan Timur Tengah, Serukan Dialog dan Diplomasi

Paus Fransiskus pada Ahad mengemukakan kekhawatiran mengenai situasi di Timur Tengah serta menyerukan untuk terus dilakukan dialog dan diplomasi.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

7 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

7 hari lalu

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

Isfahan merupakan salah satu tujuan wisata utama dan salah satu kota bersejarah terbesar di Iran.

Baca Selengkapnya