Tutup kepala

Penulis

Sabtu, 27 Agustus 1983 00:00 WIB

REVOLUSI, ternyata, dapat juga berlangsung dari atas. Hampir 60 tahun yang lalu, Mustafa Kemal, orang yang mengubah Turki jadi "negeri sekuler", berkeliing mengunjungi wilayah Kastamonu. Ia waktu itu sudah berada di pucuk kekuasaan. Ia presiden, ia mengontrol kepemimpinan parlemen, dan ia juga memimpin partai tunggal. Seorang temannya mengolok-olokkannya bahwa dengan demikian ia sudah jadi semacam Trinitas. Ia menjawab: "Betul juga -- tapi jangan bilang siapa pun." Namun lebih dari semua itu, ia -- di mata rakyat -- seorang pahlawan, sang Gazi, yang mengalahkan si kafir Inggris. Karena itulah mereka menyambutnya dengan luar biasa di Kastamonu, meskipun rakyat tak tahu siapa Kemal sebenarnya, Di sebuah desa, misalnya, seorang pelukis menggambar pada tembok imajinasinya tentang sang Gazi: seorang jagoan perang yang brewok dengan pedang sepanjang tujuh kaki. Kastamonu memang provinsi yang udik, yang tak mungkin mengharapkan bahwa pahlawan perang Turki yang berkunjung itu ternyata tidak berjenggot dan tidak berpedang. Hari itu rakyat dusun memasang karpet di jalanan. Mustafa Kemal turun dari mobilnya. Ia melangkah menghampiri khalayak. Tak sedecah pun terdengar suara, ketika mereka melihat bahwa sang Gazi ternyata adalah lelaki dengan wajah yang tercukur bersih, dan -- yang lebih mengejutkan berpakaian Eropa. Ia mengenakan topi Panama. Adakah Kemal sengaja? Pasti. Sudah beberapa waktu sebelumnya ia memikirkan soal penutup kepala ini. Ia mengakui, selama beberapa bulan terakhir ia sudah tiga kali bermimpi tentang fez, alias terbus, alias kupluk Turki yang merah berkucir itu. Kemal menganggapnya sebagai pertanda keterbelakangan, lambang reaksioner, yang harus diberantas. Tiap kali ia bermimpi tentang terbus, katanya setengah melucu, tiap kali pintu kamarnya diketuk dan sahabatnya memberitahu ada gerakan menentang revolusi di suatu tempat. Kemal bukanlah Kemal bila ia biarkan orang menentang revolusinya yang hendak meniadikan Turki seperti angsa Barat. Ia sudah lama terpengaruh oleh ide-ide Abdullah Jevdet, sejak 1912. Melalui majalahnya Ichtihad, Jevdet menyatakan bahwa di zaman ini tak ada peradaban selain peradaban Barat. Orang ini juga yang membayangkan fez diganti, turban dan jubah hanya untuk kaum ulama profesional, dan sekolah agama ataupun perkumpulan tarekat ditutup. Di tahun 1912 pikiran seperti itu terasa seperti sebuah khayal. Tapi kemudian Kemal menang -- dan ia ingin mengubah, secara paksa dan segera, impian Jevdet jadi kenyataan. Dalam perJalanan di Kastamonu itu ia mulai. Tapi betapa pun, ia bukan orang gegabah. Ia cukup gugup mengawali rencananya. Tangannya gemetar ketika mengangkat gelas untuk minum. Maka sebelum ia meledakkan bom pembaharuannya, ia dengan sengaja mengikuti kehendak rakyat: ia ikut dalam pesta yang mengelu-elukannya. Ia menerima saja ketika kambing-kambing disembelih, meskipun ia sebenarnya tak menyukai adat itu. Ia menyambut buah apel yang dipersembahkan. Ia mendengarkan anak-anak menyanyikan lagu perjuangannya, dan menyaksikan tarian orang perahu. Ia memuji wilayah yang makmur itu, ia menyalami penduduknya yang "maju". Lalu, akhirnya, ia berpidato. "Saudara-saudara sekalian," katanya, "sebuah pakaian yang beradab, yan internasional, layak dan tepat bagi bangsa kita, dan kita akan mengenakannya. Sepatu atau lars untuk telapak kita, pantalon untuk kaki kita, dan juga kemeja, dasi -- dan tentu saja, untuk melengkapi semua itu, kita perlu tutup di kepala kita. Saya ingin pertegas hal ini. Tutup kepala ini bernama 'topi'." Revolusi telah dicanangkan. Orang Turki harus mengganti pakaiannya, khususnya tutup kepalanya. Di wilayah Timur huru-hara meletus, meskipun kemudian dipadamkan. Di seluruh Turki cara membongkok pun harus diubah, agar topi jangan jatuh. Ada juga kain yang spesial dipasang supaya orang bisa rukuk dan sujud waktu bersembahyang. Lalu terbus pun punah. 60 tahun kemudian, kita mungkin mengingat kembali semua dengan sedikit geli: terlampau banyak orang geger untuk hal yang ternyata sepele. Kemal toh tak bisa menjadikan Turki sebuah masyarakat Barat, sementara kaum ulama tak bisa mengembalikan Turki ke bawah terbus. Ironisnya, pici yang lucu itu ternyata pada mulanya adalah mode Yunani Kristen. Ia dikenakan sebagai tanda kemajuan revolusioner menghadapi turban, yang dianggap kolot di awal abad ke-19. Dan segera ia jadi simbol kekolotan baru. Tutup kepala apa pun bisa beku jika pikiran membeku.

Berita terkait

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

1 hari lalu

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

Retno Marsudi menilai situasi Timur Tengah telah mendesak Indonesia untuk mempersiapkan diri jika situasi semakin memburuk, termasuk pelindungan WNI

Baca Selengkapnya

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

3 hari lalu

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

McDonald's Corporation gagal mencapai perkiraan laba kuartalannya untuk pertama kalinya dalam dua tahun karena boikot Gaza

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

4 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

6 hari lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

7 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

8 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

10 hari lalu

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) menyebut harga emas turun karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah mereda.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

10 hari lalu

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

11 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

12 hari lalu

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

Kepala Ekonom BCA David Sumual merespons pelemahan rupiah. Ia menilai depresiasi rupiah karena ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya