Jahiliah Rasisme

Penulis

Senin, 12 Mei 2014 02:03 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Azis Anwar Fachrudin, Santri di Jaringan GusDurian, Yogyakarta

Rasisme mulai mewarnai kampanye pilpres, terutama di jejaring sosial. Rasisme itu tidak hanya menyoal agama, tapi juga latar belakang keluarga (nasab). Yang memprihatinkan, sebagian dari kampanye rasis itu muncul dari mereka yang menisbahkan diri pada (organisasi) Islam.

Kepada mereka yang demikian, mari menengok kembali beberapa fragmen dalam sejarah Nabi (sirah nabawiyah).

Pertama, risalah Islam lahir sebagai, antara lain, antitesis era pra-Islam yang disebut "Jahiliah". Di antara ciri-ciri Jahiliah: fanatisme tribal ('ashabiyyah qabaliyyah). Gengsi suku, nasab, dan saudara-sedarah di atas segala. Di antara ungkapan yang menjadi peribahasa waktu itu:unshur akhaka zhaliman aw mazhluman(tolong saudaramu, baik ia yang berbuat zalim maupun dizalimi). Kebenaran, dalam dunia Jahiliah, bukan didasarkan pada keadilan dan moralitas, melainkan suku: "Benar atau salah, yang benar dan aku bela tetaplah anggota sukuku!" (Dalam konteks saat ini, "suku", dalam taraf tertentu, bisa dianalogikan dengan afiliasi politik)

Sejarah mencatat, terdapat sengketa cukup lama antara, misalnya, suku Quraisy versus suku Khuza'ah (di Mekah) dan suku Aus versus suku Khazraj (di Madinah). Sengketa itu pelan-pelan dikikis setelah Islam mereka terima. Islam mendasarkan persaudaraan (ukhuwah) pada iman, bahkan lebih luas lagi dalam level "negara" pada kontrak sosial Piagam Madinah, yang mengikat setara kepada segenap warga Madinah (muslim, Yahudi, dan sedikit penganut kepercayaan lain) untuk saling membela jika musuh dari luar menyerang.

Dalam Islam, kemuliaan tak lagi diukur dengan nasab, melainkan dengan ketakwaan dan moral. Sebagian orang yang masuk Islam mula-mula justru para budak, seperti Bilal dan Shuhaib. Narasi bangsawan musyrik Mekah lalu menyebut diri mereka kaum elite (mala') yang tak pantas mengikuti jalan para budak muslim yang-mereka sebut-kaum pandir (sufaha') itu.

Begitulah "pandangan dunia" Jahiliah. Maka, ketika ada muslim yang masih berpandangan bahwa seseorang benar semata karena ia dari ras A, dan seseorang salah semata karena ia dari ras B, hakikatnya muslim itu kembali ke alam Jahiliah.

Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya hijrah ke Madinah, status mereka ialah para imigran (Muhajirin). Tapi kemudian Nabi menjadi pemimpin politik, "mengatasi" mereka yang pribumi.

Sejarah mencatat, perbedaan status ini sering dimanfaatkan oleh kaum munafik di Madinah, pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebagaimana direkam Al-Quran, narasi yang dikampanyekan kaum munafik itu: mestinya orang-orang pribumi-mulia (al-a'azz) tidak dikuasi oleh para imigran-hina (al-adzall). Kampanye itu ingin memecah-belah Madinah yang sebelumnya sudah bersatu (Muhajirin dan Anshar dipersaudarakan Nabi) dan sedang mempertahankan eksistensi politiknya.

Politik rasis-diskriminatif dengan narasi imigran-pribumi itu ialah manuver kaum munafik Madinah. Mestinya orang-orang Islam tak hendak mengulanginya, termasuk dalam kampanye menjelang pilpres kali ini.

Ketiga, satu dari tiga sikap Jahiliah yang dilarang Nabi, dan ini direkam dalam beberapa riwayat hadis sahih, ialah mencela nasab (at-tha'nu fil-ansab). Saya berharap para tokoh organisasi Islam yang berpengaruh di negeri ini masih menyadari sabda Nabi itu.


Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya