TEMPO.CO, Jakarta -Flo. K. Sapto W, Praktisi pemasaran
Pemimpin tertinggi di sebuah institusi umumnya membawa atmosfer tersendiri. Misalnya, petinggi sebuah perusahaan sayuran dan makanan segar sangat mengutamakan suasana kekeluargaan. Sapaan ramah dan kebiasaan selalu datang lebih pagi dan pulang paling akhir menjadi stimulus positif. Adapun pemimpin di grup perusahaan lain sangat menekankan produktivitas. Output karyawan dihitung layaknya sebuah mesin. Sementara itu, ada juga pemimpin korporasi yang gemar sekali mengumbar caci-maki dan umpatan.
Pemilik tidak pernah terlepas dari perbandingan kinerja para middle manager-nya dengan para penghuni kebun binatang. Anjing ekspatriat peliharaan pemilik perusahaan sering kali dipuji lebih cerdas daripada jajaran struktural perusahaan. Meeting reguler di sebuah perusahan minuman juga dikenal sebagai arena akrobat. Pemimpin tertingginya sangat gemar melempar segala jenis alat kantor. Setiap kali ada ketidakbecusan kinerja, akan ada lemparan pena, penghapus, spidol, bahkan hand phone. Konon, dua situasi terakhir-yaitu umpatan dan lemparan-dipercaya cukup efektif meningkatkan optimalisasi kinerja. Namun, bagi para sebagian eksekutif muda, situasi itu ditanggapi dengan santai. Gaji puluhan juta cukup sebanding dengan risiko itu. Bagi studi menejemen sendiri, tipe karakter atau perilaku manakah yang sebaiknya dimiliki oleh para pemimpin atau pemilik perusahaan?
Menurut Gary Yukl dalam Leadership in Organizations (2010), pola kepemimpinan yang efektif adalah kombinasi antara task oriented behaviors, relations oriented behaviors, dan change oriented behaviors. Ketiganya secara sederhana dijabarkan sebagai gabungan dari perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada operasionalisasi pekerjaan, pendekatan relasional, dan ketanggapan terhadap perubahan. Apakah pendekatan perilaku ini berlaku juga dalam penetapan karakter calon presiden?
Tanpa bermaksud menyederhanakan faktor ideologi, dikotomi pemimpin perusahaan atau kepala negara, serta kompetensi lainnya, pada prinsipnya, secara manajerial, pemilihan presiden identik dengan upaya perekrutan pada umumnya. Tujuan perekrutan sendiri, seperti yang dijelaskan oleh William P. Anthony, et al., dalam Human Resource Management (2006), adalah mendapatkan kandidat yang mampu mematuhi prosedur dan kebijakan perusahaan. Pada saat yang sama, kandidat juga dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya. Dalam prakteknya, terobosan-terobosan inovatif sering kali bisa didapatkan dari kandidat yang memiliki pengalaman organisasi sosial kemasyarakatan yang beragam. Hal ini akan berbeda dengan kandidat yang relatif hanya berkutat dalam komunitas yang seragam-misalnya organisasi intra sekolah.
Berdasarkan rekam jejak, kecenderungan perilaku kandidat juga bisa didapatkan. Kecenderungan ini umumnya akan terlihat pada kondisi spesifik (marah, sedih, terpojok, dan lainnya). Di sinilah kandidat akan menunjukkan karakter aslinya, apakah ia cenderung berperilaku panik, murka, emosional, atau tetap bijaksana dan tegas. Satu hal yang telah dijadikan catatan-terutama oleh publik sebagai pemilik saham negeri ini-karakter tegas tentu tidak sama dengan kejam.
Berita terkait
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang
27 Desember 2021
Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.
Baca SelengkapnyaSetya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019
27 Maret 2017
Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.
Baca SelengkapnyaGagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019
22 Maret 2017
Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini
Baca SelengkapnyaTiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses
16 Januari 2017
RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?
10 September 2015
Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.
Baca SelengkapnyaJokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri
28 Oktober 2014
Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaJokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi
13 Oktober 2014
Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.
Baca SelengkapnyaFahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR
9 Oktober 2014
"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata
Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari
langsung menjadi lewat MPR.
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi
30 September 2014
Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.
Baca Selengkapnya