TEMPO.CO, Jakarta - Purnawan Andra, Peminat kajian sosial budaya masyarakat
Dalam cerita Mahabharata, Ekalaya adalah seorang kesatria yang ingin menimba ilmu panah kepada Mahaguru Drona. Tapi Drona tahu Ekalaya mempunyai bakat yang jauh melebihi Arjuna, murid kesayangannya. Maka ia mengajukan syarat mau menerima Ekalaya sebagai murid asal menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona. Kita tahu, tanpa kelengkapan jari-jari tangan, seorang kesatria tak akan mampu memanah dengan baik. Namun Ekalaya tetap memberikan jempolnya kepada Drona sebagai ketaatan murid kepada gurunya.
Ekalaya adalah potret keinginan kuat seseorang untuk memperoleh pendidikan. Tapi harapannya berhadapan dengan Drona (baca: institusi pendidikan) yang tak menerima dan mengelolanya dengan baik, bahkan mengebiri kemampuannya, karena alasan dan logika yang tak masuk akal: suka atau tidak suka.
Fitrah sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan adalah organisasi belajar. Pendidikan memperlakukan individu sebagai pribadi dalam sistem yang dibangun sebagai dasar bertindak dalam praksis harian, sehingga kultur edukatif benar-benar hadir dan menjiwai seluruh proses pendidikan (Soedjatmoko, 2009). Artinya, sekolah menciptakan iklim harian dan kultur sekolah yang mendukung siswa gemar belajar tanpa dipaksa atau diancam perolehan nilai, dengan mengajarkan "etos", konsep nilai berupa ketekunan, konsistensi, serta keseriusan siswa.
Namun Romo Mangun menyebut bahwa institusi-institusi pendidikan formal saat ini telah mendidik siswanya menjadi robot dengan suasana penuh siksaan dan tekanan. Dari kebijakan ujian nasional (UN) saja, kita lihat wajah pendidikan kita. UN selalu hadir dalam suasana menegangkan, mengancam, dan menakutkan, bukan dipahami sebagai proses wajar untuk menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Untuk menghadapi UN, sekolah perlu mengadakan doa dan zikir bersama disertai isak tangis penuh haru yang diakhiri ikrar kejujuran. UN dikesankan menjadi pertaruhan hidup siswa: lulus berarti fase hidup selanjutnya terbentang di masa depan, sedangkan tidak lulus UN berarti kesalahan, kegagalan, menghadapi malu atas semacam "dosa".
Dunia pendidikan dikelola dengan visi pendidikan dan spiritualitas yang dangkal, lebih suka mencari jalan pintas. Arti pendidikan yang sebenarnya direduksi. Proses menjadi tidak penting karena hasil lebih utama, entah bagaimana cara mendapatkannya. Maka wajar jika setiap menjelang UN selalu ada fenomena jual-beli jawaban, bocoran soal, hingga siswa yang bunuh diri karena gagal lulus.
Siswa seharusnya mendapatkan tanah tumbuh dan iklim kesempatan untuk berkembang menjadi semakin cerdas dan manusiawi. Sebagai sebuah lembaga ilmiah, sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif dan menjadi tempat bagi seluruh civitas academica untuk mengembangkan segenap potensi keilmuan, memupuk kreativitas, dan melakukan kegiatan-kegiatan inovatif guna meraih capaian intelektual dan kepribadian yang optimal. Pendidikan berkualitas bukan sekadar masalah teknis didaktik-metodik, tapi juga hal-hal yang ideologis, strategis-paradigmatis. Jangan sampai negara bersikap seperti Drona terhadap Ekalaya, dengan tidak memfasilitasi hak tumbuh-kembang siswa yang menjadi fitrah pendidikan.
Berita terkait
Penyelenggara Pesta di Depok Mengaku Ingin Rayakan Ulang Tahun
8 Juni 2022
Penjaga rumah menyebut peserta pesta di Perumahan Pesona Depok Estate 2, yang disebut sebagai pesta bikini, merupakan mahasiswa dan pelajar
Baca SelengkapnyaHarga Tiket Pesta Bikini di Depok Mencapai Rp 8 Juta
8 Juni 2022
Harga tiket untuk mengikuti pesta bikini di Perumahan Pesona Khayangan, Kota Depok, bisa mencapai lebih dari Rp8 juta per orang.
Baca SelengkapnyaPenggerebekan Party di Depok, Kasat Reskrim: Bukan Pesta Bikini, Hanya Joget
6 Juni 2022
Polres Metro Depok buka suara soal penggerebekan pesta bikini di sebuah perumahan.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya Gerebek Pesta Bikini di Depok, Peserta Hampir 200 Orang
6 Juni 2022
Polisi meminta keterangan penyelenggara pesta bikini di Depok karena mengadakan pesta di perumahan dengan jumlah massa banyak tanpa izin.
Baca SelengkapnyaPolda Jatim Selidiki Kolam Renang yang Ditutup karena Bikini
25 Februari 2016
Polda Jatim menanyakan menanyakan kenapa kolam Gua Pote ditutup.
Baca SelengkapnyaPesta Seks di Ritz-Carlton, Nomor Kontak Panitia Tak Aktif
21 Desember 2015
Polisi memastikan berita acara itu hoax.
Baca SelengkapnyaPesta Seks di Ritz-Carlton? Polda Metro Jaya: Itu Hoax
21 Desember 2015
Informasi soal pesta seks di Ritz-Carlton beredar melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaDelapan Sekolah Cabut Laporan Soal Pesta Bikini
1 Juli 2015
Ada dua sekolah lagi yang belum damai, yakni SMA Muhammadiyah Rawamangun dan SMA Alkamal.
Baca SelengkapnyaBaru Delapan Sekolah Cabut Laporan Pesta Bikini
1 Juli 2015
Ada dua sekolah lagi yang belum mencabut laporannya.
Baca SelengkapnyaPesta Bikini SMA, Polisi Periksa Kepala Sekolah
5 Mei 2015
Kasus pencemaran nama baik dalam iklan pesta bikini bisa diselesaikan secara damai.
Baca Selengkapnya