Bandung Mawardi,
Penulis
Kita terus mengingat episode sejarah pengharapan bagi bumiputra untuk mengubah nasib melalui organisasi bernama Boedi Oetomo, 20 Mei 1908. Pembentukan organisasi modern membuktikan kaum elite terpelajar melek situasi zaman. Mereka berkeinginan mengalami "kemadjoean" berbekal pendidikan modern bersesuaian latar adab-kultural dan angan-kebangsaan.
Hari bersejarah tentu memiliki tokoh dan tema. Kita pun ingat Wahidin Soedirohoesodo, penganjur pembentukan Boedi Oetomo. Akira Nagazumi (1989) menganggap Wahidin Soedirohoesodo adalah tokoh berpekerti halus, pribadi dengan anutan tradisi Jawa tapi berpendidikan modern. Penggambaran sifat digenapi tata laku keseharian sebagai representasi tokoh beridentitas jamak: tradisionalis dan modern. Wahidin Soedirohoesodo sering tampil berdaster dan berjas dari kain tenun buatan pribumi, berjalan tanpa alas kaki. Beliau adalah pemain gamelan dan dalang.
Kemampuan seni menimbulkan gagasan harmoni. Wahidin Soedirohoesodo tampil dengan sikap "mendua", memiliki ketaatan atas tradisi Jawa dan lihai mengafirmasi kebijakan politik kolonial. Perbedaan atau pertentangan diusahakan tak menimbulkan konflik dan kekacauan. Harmoni mengandung misi pembentukan mentalitas kaum bumiputra berorientasi tradisionalitas dan modernitas. Gagasan harmoni dijadikan pijakan propaganda bagi kaum terpelajar di STOVIA. Pendirian Boedi Oetomo berarti perwujudan ikhtiar harmoni.
Soetomo "mewarisi" gagasan Wahidin Soedirohoesodo dalam mengurusi Boedi Oetomo. Harmoni dijelaskan melalui tulisan kecil berjudul "Gamelan dan Kewajiban", dimuat di buku berjudul Puspa Rinontje. Agenda gerakan kebangsaan ibarat keharmonisan para seniman dalam menabuh gamelan. Soetomo mengingatkan: "Jika setiap penabuh berdisiplin dan bekerja sama, tentu menghasilkan pekerjaan serba harmonis dan dapat memperdengarkan lagu gamelan dengan merdu, menggembirakan semua orang." Peringatan ini diarahkan ke kaum pergerakan di pelbagai organisasi dan partai politik.
Sekarang, kita mengartikan "gamelan" dan "harmoni" berlatar kesibukan para tokoh politik membentuk persekutuan untuk meraih kekuasaan. Mereka sedang bermain politik tanpa bermaksud menggarap harmoni agar gamelan politik bersuara merdu bagi publik. Urusan politik tak memerlukan keinsafan dan mawas diri. Perhitungan laba ditentukan jumlah suara, popularitas, modal. Mereka tak bisa memainkan gamelan demi pemenuhan harapan-harapan publik. Berpolitik pun mengumbar muslihat berdalih harmoni. Mereka membuat pengakuan memiliki kesamaan visi dan misi dalam berkoalisi. Ah, harmoni ditampilkan secara picik.
Gerakan perubahan memerlukan "pekerti halus". Wahidin Soedirohoesodo dan Soetomo telah mengawali agenda-agenda perubahan berpijak adab dan ilmu. Tata krama, tata bahasa, dan tata pikiran diperlukan untuk mengajak publik mengubah nasib tanpa berhitung laba: kekuasaan atau jabatan. Penggunaan bahasa dan simbol bereferensi ke alam pikir populis. Perubahan dengan tamsil gamelan dan harmoni memang mengesankan ikhtiar tak revolusioner.
Kita mengingat tokoh dan tema dari masa silam untuk memberi peringatan. Ambisi pembentukan koalisi dan pemunculan tokoh sebagai capres-cawapres tampak abai pekerti halus dalam berpolitik. Harmoni tak muncul. Permainan "gamelan politik" justru menimbulkan suara-suara mblero alias sumbang. Indonesia menjadi negeri berisik tak harmonis.
Berita terkait
Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan
4 hari lalu
Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".
Baca SelengkapnyaIngin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra
8 hari lalu
Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni
Baca SelengkapnyaIndonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya
43 hari lalu
Indonesia dan Jerman menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan budaya kedua negara.
Baca Selengkapnya3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta
50 hari lalu
Menjelang Ramadan, masyarakat di sejumlah daerah kerap melakukan berbagai tradisi unik.
Baca SelengkapnyaTerkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir
5 Februari 2024
Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan kompak menyindir politisasi bantuan sosial atau Bansos di depan Prabowo Subianto dalam debat Capres terakhir.
Baca SelengkapnyaPrabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN
5 Februari 2024
Segini besar anggaran dana abadi budaya yang sudah dikantongi Kementerian Keuangan sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDebat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?
2 Februari 2024
Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan Janjikan Yogyakarta sebagai Kancah Baur Budaya dalam Desak Anies, Ini Artinya
24 Januari 2024
Anies Baswedan janji kepada warga Desak Anies di Rocket Convention Hall, Sleman, Yogyakarta. Anies menjanjikan Yogyakarta menjadi Kancah Baur Budaya.
Baca SelengkapnyaMengenal Apa Itu Globalisasi, Penyebab, hingga Dampaknya
23 Januari 2024
Globalisasi adalah proses integrasi dan interaksi antar negara. Ketahui pengertian globalisasi, penyebab, hingga dampaknya di artikel ini.
Baca SelengkapnyaIndonesia Terpilih Jadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre
18 Januari 2024
Indonesia terpilih untuk menjadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre dari 11 perwakilan negara anggota ASEAN di Seoul
Baca Selengkapnya