TEMPO.CO, Jakarta - Aris Setiawan, penulis
Indonesia memiliki ribuan monumen untuk menghormati segala jasa perjuangan para pahlawan, mengandung misi sejarah, politik, sosial, geografis, budaya, dan ekonomi. Monumen senantiasa berisi tentang peringatan atas keberhasilan dan kemuliaan. Kita jarang menjumpai monumen yang memperingati kegagalan, kekalahan, dan kebodohan. Padahal ada kalanya kekalahan dan kegagalan justru lebih banyak dijumpai daripada kemenangan dan keberhasilan.
Kita berusaha mengangkat apa-apa yang baik, tanpa pernah mengingat yang buruk. Kita dimanjakan dengan keberhasilan semu, dengan hadirnya banyak monumen. Peristiwa korupsi, kekerasan seksual terhadap anak, dan kemiskinan bukankah telah menjadi peristiwa besar di negeri ini yang patut untuk kita monumenkan? Mengenang keburukan bukan berarti hendak mengulang dan mengagungkannya. Tapi, sebaliknya, sebagai medan kontemplasi sekaligus koreksi untuk tak jatuh di lubang serupa.
Monumen tak ubahnya simbol yang mempresentasikan kuatnya masa lalu. Menjelajahi monumen berarti menelisik peristiwa besar yang pernah terjadi di negeri ini. Monumen mengekalkan kuasa seorang penguasa. Sukarno dan Soeharto adalah bapak monumen Indonesia, banyak membangun, dan membekukan sebuah kisah. Patung-patung para pahlawan bertebaran, peristiwa sakral diabadikan lewat monumen. Masyarakat diharapkan melek sejarah dengan melihat dan menziarahi monumen.
Namun banyak monumen yang telah beralih fungsi menjadi tempat pelancongan dan bisnis pariwisata. Masyarakat abai dalam membaca sejarah. Monumen adalah tempat menyenangkan untuk berfoto ria dan memadu kasih para pemuda-pemudi. Monumen kehilangan kesakralannya. Sejak awal kita sudah dibiasakan melihat monumen sebagai simbol atas keberhasilan dan kesuksesan. Akibatnya, kita jarang menitikkan air mata kala pergi ke monumen. Semua berisi tawa dan canda. Monumen tak ubahnya tempat hiburan yang menyenangkan.
Indonesia dewasa ini perlu segera membuat monumen kegagalan. Kita bisa saja membuat monumen tentang perilaku korupsi, keserakahan, atau kekerasan seksual terhadap anak, kemiskinan, dan buruknya kualitas pendidikan. Monumen itu dibuat dengan dalih penyadaran. Monumen korupsi, misalnya, dapat diisi dengan patung-patung koruptor yang tertawa licik seolah mengejek sambil membawa sekoper uang. Masyarakat menziarahi monumen korupsi dengan perasaan marah dan luka, menimbulkan rasa benci. Mereka bisa saja melempari patung itu dengan telur busuk atau merusaknya. Kita juga tak pernah melihat monumen kekalahan kita oleh penjajahan Belanda dan Jepang. Semua monumen berkisah tentang kemenangan atas kaum penjajah itu. Masyarakat dari awal dimanjakan dengan pelbagai narasi kemenangan dan keberhasilan. Akibatnya, kita jarang mampu menerima kegagalan serta kekalahan dengan hati lapang dan ikhlas.
Perilaku licik dalam perebutan kekuasaan, kekerasan, dan anarkistis lahir karena kita tak terbiasa kalah dan gagal. Kita semua seolah dibentuk untuk menjadi manusia sempurna tanpa cacat. Monumen mengekalkan pelbagai kisah itu. Kehadiran monumen sekaligus juga menjadi tolok ukur sebuah peradaban dan kebudayaan dibentuk. Sudah saatnya kita membuat Monumen Kegagalan di segala bidang kehidupan sebagai penyeimbang, agar kita sadar bahwa hidup tak semanis apa yang dibayangkan. *
Berita terkait
Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam
7 hari lalu
Museum Benteng Vredeburg tak hanya dikenal sebagai pusat kajian sejarah perjuangan Indonesia tetapi juga destinasi ikonik di kota Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaSitus Sejarah Hingga Museum Jadi Favorit Wisatawan di Festival Musim Semi Cina
18 Februari 2024
Liburan Festival Musim Semi atau Tahun Baru Imlek berlangsung meriah di Cina. Wisatawan penuhi libur 8 hari itu ke berbagai destinasi wisata menarik.
Baca SelengkapnyaArab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam
6 Februari 2024
Di antara temuan arkeologi itu adalah artefak-artefak dari Masjid Usman bin Affan pada abad ke 7 hingga ke 8 sebelum masehi
Baca SelengkapnyaOptimis Ganjar-Mahfud Kuasai Suara, Sekjen PDIP: Keduanya Berpihak Sejarah yang Benar
14 Januari 2024
Mengingat pentingnya sejarah itu, Hasto mengungkap pesan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Baca SelengkapnyaBerkunjung ke Lokasi Tragedi Situjuah di Sumatra Barat, Ada Peringatan Khusus Setiap Januari
12 Januari 2024
Sampai saat ini tragedi Situjuah masih dikenang masyarakat Nagari Situjuah Batua Sumatra Barat. Ada pengibaran bendera sebulan penuh dan ziarah makam
Baca SelengkapnyaBernalar Berdaya di SMAN 91 Jakarta: Membangun Generasi Muda dengan Pemikiran Cerdas dan Literasi
11 Januari 2024
Kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan generasi muda terhadap literasi digital dan sejarah.
Baca SelengkapnyaIni Alasan Kenapa Tahun Baru Jatuh Pada 1 Januari, Ada Sejarahnya
26 Desember 2023
Januari ditetapkan sebagai awal tahun baru melalui sejarah yang panjang. Berikut ini alasan kenapa tahun baru jatuh pada 1 Januari.
Baca SelengkapnyaSejarah Hari Ibu 22 Desember, Berawal dari Sumpah Pemuda
22 Desember 2023
Sejarah Hari Ibu 22 Desember berawal dari Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 hingga mencetuskan para perempuan untuk menyatukan diri.
Baca SelengkapnyaInilah 3 Alasan Persib Bandung Ubah Hari Lahir Klub
22 Desember 2023
Berikut adalah alasan Persib Bandung mengubah tanggal lahirnya menjadi 5 Januari 1919.
Baca Selengkapnya6 Hal Seru yang Bisa Dilakukan di Hanoi Vietnam, Menjelajah Danau dan Mencicipi Kopi Telur
26 November 2023
Berlayarlah di sepanjang Teluk Halong atau lakukan perjalanan sehari ke Provinsi Ninh Binh untuk menjelajahi gua selama berkunjung ke Hanoi Vietnam.
Baca Selengkapnya