Tiga Lagu

Penulis

Selasa, 3 Juni 2014 00:27 WIB

Bandung Mawardi
Saudagar Buku

Di Komisi Pemilihan Umum, 1 Juni 2014, orang-orang berdiri dan melantunkan lagu-lagu legendaris: Indonesia Raya, Padamu Negeri, dan Garuda Pancasila. Dua pasangan calon presiden-wakil presiden berdiri, tampak bersemangat melantunkan lagu: menguak imajinasi kebangsaan dan puja Indonesia. Lagu mempertalikan mereka untuk bersetia dengan Indonesia, membuktikan janji-janji memuliakan Indonesia. Persaingan merebut kekuasaan berlangsung bersama lantunan tiga lagu, yang berisi sejarah dan doa.

Penonton televisi bisa melihat adegan melantunkan lagu ibarat "ibadah politik". Kita mengenang bahwa Indonesia Raya berlatar pergerakan politik kebangsaan, sejak 1928. Indonesia Raya adalah puncak ekspresi nasionalisme (B. Soelarto, 1993). Sejak mula, Sukarno berkepentingan dengan lagu gubahan W.R. Soepratman, yang dimaksudkan untuk menjadi referensi bagi identitas kebangsaan dan suluh membentuk Indonesia. Lagu pun berkumandang dalam pelbagai rapat politik, memberi gairah melawan kolonialisme. Lagu adalah alunan optimisme mewujudkan Indonesia!

Pihak kolonial cemas! Lagu Indonesia Raya dianggap memicu gerakan-gerakan perlawanan dari bumiputra. Di pihak kaum pergerakan, lagu Indonesia Raya semakin bermakna dengan pengakuan "politis" dalam pelaksanaan Kongres Rakjat Indonesia, 1 Oktober 1939. Peran lagu mendapat pengukuhan prestisius pada masa pendudukan Jepang melalui pembentukan Panitia Lagu Kebangsaan (1944), beranggotakan Sukarno, Ki Hadjar Dewantara, Muhamad Yamin, Sanoesi Pane, dan Kusbini. Pengesahan politik tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Lagu berjudul Padamu Negeri membuka ingatan tentang Kusbini. Dulu, orang-orang mengenal Kusbini sebagai "buaja kerontjong". Kegandrungan dalam bermusik mempertemukan Kusbini dengan Ibu Sud, penggubah lagu anak-anak. Pertemuan pun berlanjut dengan kalangan sastrawan: Sanoesi Pane, Achdiat K. Mihardja, dan Kirdjomuljo. Pada masa pendudukan Jepang, Kusbini berhasil menggubah lagu Bagimu Negeri (1942), ikhtiar melantunkan nasionalisme (Kamadjaja, 1979). Lagu ini lembut dan elok, yang merangsang kita untuk selalu "mengabdi" dan "berbakti" demi Indonesia.

Pada ujung acara penetapan nomor urut pasangan capres-cawapres di KPU, orang-orang tetap berdiri melantunkan lagu Garuda Pancasila (1956) gubahan Sudharnoto. Lagu bernada patriotik. Kita mendapati pemaknaan penuh, bertepatan dengan selebrasi Hari Pancasila, 1 Juni 1945. Ingat, lirik mengandung pesan besar: "Pancasila dasar negara, rakyat adil makmur sentosa…" Lihatlah, Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melantunkan dengan semangat. Mereka mesti bisa mewujudkan pesan dalam lagu Garuda Pancasila.

Pemilihan presiden 2014 tak cuma pameran foto, slogan, baju, simbol, angka, dan peci. Persaingan meraih jabatan presiden tak bisa ingkar lagu. Kita sejenak mengartikan agenda demokrasi menggunakan referensi lagu. Kemauan untuk melantunkan lagu-lagu nasional dan kebangsaan dalam pelbagai acara tentu membuktikan ingatan atas sejarah pergerakan bangsa dan penghormatan bagi para komponis. Politik memerlukan lagu. Hasrat berkuasa mesti bernada. Lantunan lagu pun mengartikan kehendak memuliakan Indonesia, dari masa ke masa. Ingat, lagu tak melulu bagian dari upacara! Lagu adalah ekspresi berbangsa dan bernegara secara beradab.

Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya