Masjid Gedhe dan Toleransi

Penulis

Kamis, 5 Juni 2014 22:26 WIB

Heri Priyatmoko,
Alumnus Pascasarjana Sejarah, FIB, UGM

Yogyakarta, kota yang disebut-sebut sebagai ruang sosial yang plural dan menjunjung tinggi toleransi, terkoyak. Dua aksi kekerasan bernuansa agama pecah di Kota Gudeg dalam rentang tempo yang dekat. Penyerangan di kota tua warisan dinasti Mataram Islam tersebut jelas merusak kerukunan kehidupan beragama.

Bicara agama Islam, toleransi, dan kota kuno di Jawa segera yang membayang adalah Masjid Gedhe. Bangunan masjid memang tidak pernah luput ditempatkan dalam tata ruang istana Mataram Islam, kendati pusat pemerintahan kerajaan acap kali mengalami perpindahan lokasi lantaran berbagai hal. Di ibu kota kerajaan, seperti Demak, Pajang, Kota Gedhe, Pleret, Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarta, selalu melekat situs Masjid Gedhe. Sekalipun artefaknya sudah roboh dan tak ditemukan jejak fisiknya, toponimi (asal-usul nama tempat) masjid masih dirawat warga dalam memori kolektif.

Dalam pandangan Islam-Jawa yang mengedepankan toleransi, masjid tergolong sebagai "pusaka" yang tak ternilai di seluruh tanah Jawa. Karena itu, maklum jika dijadikan pedoman para penguasa dinasti Mataram Islam. Sumber klasik Babad Tanah Jawa merekam bagaimana Paku Buwana I melukiskan kesakralan Masjid Gedhe dan makam sewaktu dia mengenang pusaka-pusaka keraton: "Betapa sedihnya hati saya bahwa semua pusaka telah diambil oleh putera saya raja (Amangkurat Mas). Tetapi, saya tahu bahwa sekalipun semua barang pusaka yang lain pun diambil, namun kalau saja Masjid Demak dan Makam Adilangu tetap ada, maka itu sudah cukup. Hanya dua inilah yang merupakan pusaka sejati tanah Jawa."

Bentuk toleransi dan upaya menjaga warisan leluhur adalah halaman masjid dipakai untuk gelaran upacara tradisional Grebeg Sekaten. Sebab, melalui cara itulah proses islamisasi bisa diterima masyarakat Jawa. Tidak harus lewat pemaksaan fisik dan penutupan tempat ibadah. Fakta berharga lainnya adalah Masjid Gedhe sangat terbuka bagi siapa pun. Masjid Gedhe di Kota Solo, misalnya, sejak dulu dikenal tidak "berideologi", alias bukan untuk kalangan Islam tertentu. Hal tersebut tidak lepas dari terobosan Paku Buwana X (1893-1939), yang memanfaatkan bahasa Jawa untuk komunikasi dalam acara khotbah di Masjid Gedhe.

Bahasa Jawa menjadi penyatu pemeluk Islam lokal yang baru, dan mereka bertatap muka di masjid kendati hanya seminggu sekali. Dengan begitu, Masjid Gedhe menjelma menjadi pusat dari kesatuan sosial muslim. Kesatuan sosial muslim itu beragam bentuknya. Ada kesatuan sosial dengan rukun kampung, komunitas abdi dalem, komunitas bangsawan, dan bentuk kesatuan lainnya. Saban Jumat mereka berhimpun, waktu di mana ulama mengucapkan khotbahnya di muka berbagai kesatuan sosial itu.

Saat itu, dalam lingkungan kerajaan hidup pemikiran bahwa agama Islam ataupun kebudayaan Jawa merupakan inti pendidikan moral dan etika untuk anak-anak pribumi. Agama Islam merupakan sistem keyakinan, sedangkan budaya Jawa adalah falsafah kehidupan yang diyakini masyarakat Jawa dan mengutamakan rasa. Tak ayal, toleransi terus dipupuk, dan kerukunan sosial senantiasa dijaga. Demikianlah, situs Masjid Gedhe menyimpan kisah apik islamisasi dan kearifan masa lalu dalam mengelola toleransi tanpa memakai kekerasan. *

Berita terkait

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

31 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

47 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.

Baca Selengkapnya

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.

Baca Selengkapnya

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.

Baca Selengkapnya

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

28 Oktober 2022

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Aprilia Inka Prasasti terpilih sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya