Barang terbatas

Penulis

Sabtu, 29 Agustus 1981 00:00 WIB

SEANDAINYA tak ada soal keadilan, kita semua bisa tahu bagaimana rasanya harmoni. Seperti di zaman dahulu kala ..... Di zaman dahulu kala, di abad ke-14, bahkan pujangga istana sendiri tak perlu menyembunyikan cerita bahwa Baginda Rajasanegara dari Majapahit gemar menghabiskan waktu untuk santapan sedap, tarian nikmat, tuak yang memabukkan dan Ferempuan yang molek. Ada legitimasi untuk kemewahan yang seperti itu. Tapi kini, nasihat yang paling sering terdengar adalah: jangan pamerkan kekayaan. Atasi jurang antara yang berpunya dan yang tidak. Jangan sampai ada revolusi sosial. Nampaknya benar juga kata seorang penulis: masyarakat tak reda-redanya gaduh di zaman ini karena satu-satunya legitimasi yang ada padanya adalah keadilan sosial. Tanpa adanya keadilan itu, hidup bersama, yang disebut masyarakat manusia ini, hanya omongkosong. Tentu saja dasar legitimasi itu bukan sesuatu yang buruk. Tapi jelas dia punya kesulitan. Napoleon, kata orang, mendorong daya tempur serdadunya dengan membekali tiap prajurit dengan sebatang tongkat komando. Pesannya: percayalah, tiap prajurit bisa menjadi jenderal. Tapi tentu saja "perangsang" ini hanya ibarat dongeng untuk anak. Sebab meskipun secara teoritis tiap prajurit bisa jadi jenderal, tidak masing-masing mereka akan berbintang empat. Soalnya, kita tahu, jumlah jenderal dalam tentara mana pun terbatas. Seperti halnya jumlah kursi kelas VIP di bioskop. Seperti halnya tanah luas untuk rumah indah yang bertaman. Seperti halnya kesempatan kawin dengan Lady Di. Maka yang terjadi adalah dilema yang sebenarnya tak suka diakui secara terus terang. Di satu pihak dibuka kesempatan memperoleh bagi semua. Di lain pihak barang yang harus dibagi pada akhirnya akan terbatas. Seandainya semua orang mendapatkan kursi VIP, maka arti kursi VIP itu sendiri pun akan berubah -- bukan lagi previlese. Dan seandainya semua pria akhirnya kawin dengan Lady Di .... Tak ayal lagi, kerepotan dan kekikukan dalam soal pemerataan pun berlangsung dengan sengit dan, lebih sering lagi, seret. Alangkah baiknya seandainya orang berhenti berebut tempat dan benda-benda. Tapi di zaman seperti sekarang, mana mungkin? Kita harus berhenti serentak, dan itu sama artinya dengan mengharapkan sihir datang dari UFO. Maka selalu ada kecenderungan, untuk mengembalikan persoalan ke dasar lagi: karena tak setiap kita akan berhasil jadi raja minyak, baiklah kita tak usah bikin program pemerataan pendapatan secara ruwet. Bicaralah saja soal pemerataan kesempatan -- dan bahwa gaji gede akhirnya ditentukan oleh keuletan masing-masing. Itulah misalnya yang dijalankan Reagan di Amerika Serikat sekarang. Dengan "kurva Laffer" yang termasyhur itu ia memotong pajak -- dan membiarkan si kaya, yang memperoleh banyak tidak dikutik-kutik lagi hasil perolehannya. Tujuannya tentu saja merangsang produktivitas. Harapannya tentu saja jika produktivitas di masyarakar meningkat, akan lebih banyak lagi orang yang mampu untuk dipungut pajak, hingga akhirnya uang kembali lebih besar masuk ke kas negara. Nampak, dua sikap yang berkaitan di sana. Ada penolakan untuk memotong uang si kaya bagi si miskin. Sekaligus ada juga asumsi bahwa kekayaan akan meluas, dan kapitalisme akan kembali membawa kemakmuran ke pelbagai sudut. Bahwa kedua sikap itu mengandung ketegangan dalam dirinya, itulah yang menarik untuk diperhatikan. Ketika kita tak hendak mengutik-utik perokhan si kaya, kita sebenarnya memberinya kesempatan start lebih di depan daln berlomba memperebutkan posisi dan benda-benda yang terbatas. Tapi pada saat yang sama, kita pun menjanjikan suatu penyebaran kemakmuran ke lebih banyak orang. Artinya kita kembali kepada satusatunya legitimasi yang dimiliki masyarakat, keadilan sosial. Tapi benarkah kita yakin bahwa itulah yang terbaik?

Berita terkait

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

3 menit lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

Ini 2 Skenario Timnas Indonesia U-23 Lolos ke Olimpiade Paris 2024

3 menit lalu

Ini 2 Skenario Timnas Indonesia U-23 Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Setelah kalah melawan Uzbekistan di semifinal, timnas Indonesia masih memiliki peluang untuk tampil di Olimpiade Paris 2024. Bagaimana skenarionya?

Baca Selengkapnya

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

3 menit lalu

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

PDIP menggugat KPU karena dinilai keliru dalam menghitung suara PAN di gelaran Pileg Kalsel.

Baca Selengkapnya

Kelakar Saldi Isra saat Pemohon Absen di Sidang Sengketa Pileg: Nanti Kita Nyanyi Lagu Gugur Bunga

4 menit lalu

Kelakar Saldi Isra saat Pemohon Absen di Sidang Sengketa Pileg: Nanti Kita Nyanyi Lagu Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra berkelakar saat ada pemohon gugatan yang absen dalam sidang sengketa pileg hari ini.

Baca Selengkapnya

5 Cara Melihat Kapasitas RAM HP Android dengan Cepat

11 menit lalu

5 Cara Melihat Kapasitas RAM HP Android dengan Cepat

Pengguna ponsel bisa melihat kapasitas RAM secara mudah melalui menu pengaturan dan aplikasi pihak ketiga. Ini cara melihat kapasitas RAM.

Baca Selengkapnya

Cak Imin Serahkan 8 Agenda Perubahan PKB ke Prabowo, Pengamat: Gimik Hindari Dibilang Tak Konsisten

12 menit lalu

Cak Imin Serahkan 8 Agenda Perubahan PKB ke Prabowo, Pengamat: Gimik Hindari Dibilang Tak Konsisten

Cak Imin menyerahkan 8 agenda perubahan itu kepada Prabowo saat Ketua Umum Gerindra itu mengunjungi Kantor DPP PKB.

Baca Selengkapnya

Rencana Investasi Microsoft Senilai Rp 27,6 Triliun, Pengamat: Harus Jelas Pembuktiannya

13 menit lalu

Rencana Investasi Microsoft Senilai Rp 27,6 Triliun, Pengamat: Harus Jelas Pembuktiannya

Rencana investasi Microsoft itu diumumkan melalui agenda Microsoft Build: AI Day yang digelar di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Gugatan PDIP ke KPU di PTUN dan Prediksi Pakar

14 menit lalu

Perjalanan Gugatan PDIP ke KPU di PTUN dan Prediksi Pakar

Berikut perjalanan gugatan PDIP ke KPU di PTUN terkait pencalonan Gibran. Lantas, apa prediksi pakar terkait gugatan PDIP tersebut?

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

17 menit lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah

20 menit lalu

Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia belum melihat rencana efektif dari pihak Israel untuk melindungi warga sipil sebelum operasi militer di Rafah.

Baca Selengkapnya