Sisi Gelap Toleransi Kita

Penulis

Sabtu, 14 Juni 2014 00:27 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - J.B. Kleden, Pegawai negeri Kanwil Kementerian Agama NTT

Good news is a bad news. Barangkali karena itulah peristiwa penyerangan oleh sekelompok intoleran kepada umat Katolik yang sedang beribadah Doa Rosario di rumah Julius Felicianus, Direktur Galang Press, Kompleks Perumahan STIE YKPN Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 29 Mei lalu, meski membuat kita miris, tidak menjadi headline atau top news. Kekerasan agama bukan lagi bad news karena "sudah biasa" dan tidak lagi mengejutkan di Indonesia.

Kurang-lebih 67 tahun di Amerika terbit sebuah novel berjudul Knock on Any Door. Sinopsis pada halaman depan novel karya Willard Molley (1947) itu berhasil menarik minat pembaca dan menjadikannya the best-known novel karena mengungkapkan rahasia kehidupan kota. Kota adalah sebuah dunia kecil. Ia selalu tampak megah, semarak, dan serentak jorok, melarat. Banyak pintu masuk kota, tapi banyak pula hal dan peristiwa tersembunyi di balik pintu-pintu itu. Pelbagai warna kehidupan dijumpai di sana, tapi tidak sedikit kematian terjadi. Dari dulu warna kota seperti itu-itu juga. Rakyat dan pelancong datang silih berganti, mondar-mandir campur aduk. Yang tampak di mata cuma taman-taman indah. Tapi apa yang terjadi di balik taman dan di lorong-lorong kota tak seorang pun tahu.

Toleransi antar-umat beragama di Indonesia, tidak salah bila diibaratkan dengan eksistensi kota, seperti tergambar dalam novel tersebut. Menyimpan sisi indah, megah, dan serentak jorok-memilukan. Di atas kertas, dalam rumusan undang-undang, juga gelegar retorika negara, toleransi kita dipromosikan dan mendapat penghargaan internasional. Tapi ada sisi gelap yang memilukan. Sisi ini terungkap, bukan oleh novel Knock on Any Door dari Amerika, melainkan oleh kasus kekerasan di Sleman dan beberapa kasus serupa di tempat lain dalam NKRI yang ber-Ketuhanan yang Mahaesa dan Berperikemanusiaan yang Adil dan Beradab ini.

Jika sungguh jujur, kita akan mengatakan bahwa kasus kekerasan terhadap umat yang sedang melakukan ibadat di Sleman, dan kasus kekerasan serupa lainnya, sulit dijelaskan dengan dalil "keliru" atau "telanjur". Sayangnya, negara merasa telah berbuat banyak dengan menjelaskan "ini bukan kekerasan agama, ini kriminal murni".

Mungkin selama ini kita sengaja mengabaikan sisi gelap dalam toleransi kita karena takut menimbulkan luka dan peradangan yang berkepanjangan. Namun, dengan menyepelekan kasus-kasus keagamaan hanya sebagai kriminal murni oleh mereka yang posisinya paling menentukan jatuh-bangunnya negeri ini, justru akan memperbesar potensi kekerasan agama berikutnya.

Kita tidak membutuhkan seorang penulis novel Knock on Any Door untuk membongkar semua sisi gelap dalam toleransi kita dan mengubahnya. Kita hanya membutuhkan saling pengertian yang tuli untuk sejauh dapat mengurangi dan, kalau mungkin, menghilangkan sisi gelap yang semakin membesar bagi kehidupan beragama di Tanah Air kita.

Yang memilukan adalah tragedi yang melukai umat Katolik ini terjadi persis saat umat Nasrani merayakan Kenaikan Isa Al Masih dan umat muslim memperingati Isra Mikraj. Terlepas dari dogmatik Islam dan Kristen, peristiwa Isra dan Mikraj, terutama Mikraj Nabi dan Kenaikan Isa Al Masih, dalam tafsiran rohaniah umum dimaknai sebagai peristiwa naiknya kedua nabi melampaui sesuatu yang ada di bawah, yang material dalam kehidupan duniawi untuk "manunggal" dengan "Yang Melampaui Segala Ada".

Koinsidensi kedekatan peringatan Mikraj Nabi dan Kenaikan Yesus Kristus semestinya menjadi momentum bagi untuk "melampaui" atau "menembus" identitas masing-masing yang terbatas untuk merengkuh identitas umat yang lebih luas dan dalam, yakni sebagai citra Allah. Kedua peristiwa ini mengajak kita untuk berani melihat sisi lain, berani melampaui pengkotak-kotakan yang tercipta karena situasi kehidupan nyata agar mencapai esensi kebenaran yang melampaui kotak-kotak itu.

Dalam situasi negara yang semakin kompleks dan fragmentaris tanpa suatu konsensus pada level moral dan religius, agama yang banyak di Indonesia harus saling bergandengan tangan. Kalau kita enggan, kita pasti ditegur sang Khalik. Dan dunia pun tertawa karena agama-agama yang banyak di Indonesia justru semakin mandul memecahkan masalah di Indonesia.



Berita terkait

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

2 hari lalu

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.

Baca Selengkapnya

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

35 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

51 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.

Baca Selengkapnya

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.

Baca Selengkapnya

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.

Baca Selengkapnya