Ali Rif'an,
Peneliti Poltracking @alirifan
Menyaksikan model kampanye hari-hari ini, saya merasa ada sesuatu yang unik. Salah satunya adalah munculnya beragam kampanye kreatif. Misalnya, pendukung Prabowo-Hatta yang mengatasnamakan Sahabat Prabowo membuat video berjudul Happy yang diunggah di YouTube. Begitu pula pendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang tergabung dalam Jogja Hip-Hop Foundation menciptakan sebuah lagu berjudul Bersatu Padu Coblos Nomor 2 yang bisa didengarkan di situs www.soundcloud.com dan dapat diunduh secara gratis melalui situs www.mediafire.com.
Memang harus diakui, dalam literatur ilmu politik, istilah kampanye kreatif masih terasa asing karena jenis kampanye yang kita kenal selama ini ada tiga: kampanye positif, kampanye negatif, dan kampanye hitam.
Dalam kampanye positif, masyarakat biasanya disuguhi "narasi-narasi ala malaikat" dengan tujuan untuk mempengaruhi persepsi dan preferensi pemilih. Tak jarang, kampanye model ini kerap menampilkan narsisisme politik yang kadang justru membuat publik jenuh. Sedangkan dalam kampanye negatif, masyarakat dicekoki berita atau informasi miring ihwal pasangan capres-cawapres.
Kampanye hitam tentu lebih parah lagi. Dalam kampanye ini, masyarakat disuguhi berita yang berisi isu dan fitnah. Orientasi kampanye hitam adalah menghasut masyarakat dengan cara-cara yang menabrak aturan sekaligus etika.
Karena itu, hadirnya kampanye kreatif bisa menjadi oase di tengah kepenatan masyarakat menyaksikan tiga model kampanye di atas. Sebab, salah satu ciri kampanye kreatif adalah dapat menghibur. Kampanye kreatif menjadi penting karena di dalamnya mengandung dua unsur sekaligus: gagasan dan hiburan. Lock dan Harris (1996) pernah mengatakan, di dalam kampanye, ada dua hubungan yang harus dibangun: hubungan internal dan eksternal. Hubungan internal adalah hubungan yang berkaitan dengan kader partai, organisasi-organisasi sayap partai, ataupun lembaga-lembaga pendukung partai. Sedangkan hubungan eksternal adalah hubungan yang berkaitan dengan masyarakat luas-di luar kader dan simpatisan.
Jika mengacu pada dua bangunan kampanye tersebut, dalam prakteknya, model kampanye kreatif biasanya lebih efektif digunakan untuk menarik simpati pemilih non-kader dan non-partisan (eksternal). Sebagai contoh, saat Jokowi maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada 2012, nyaris bahwa dukungan pasangan Jokowi-Ahok saat itu sangat sedikit dibanding pesaingnya, Foke-Nara, yang didukung banyak partai koalisi.
Waktu itu, Jokowi-Ahok hanya didukung dua partai (PDI Perjuangan dan Partai Gerindra), sementara Foke-Nara didukung Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PKB, PAN, dan PPP. Namun menariknya, yang unggul justru pasangan yang didukung partai sedikit, yakni Jokowi-Ahok. Usut punya usut, salah satu faktor yang tak boleh dilupakan adalah pengaruh kampanye kreatif saat itu. Video-video dan lagu-lagu yang berisi tentang dukungan terhadap Jokowi-Ahok ketika itu banyak beredar di berbagai media sosial, bahkan menyelusup ke berbagai kampus dan kantor.
Karena itu, munculnya beragam kampanye kreatif ini tak boleh dianggap sepele. Apalagi dalam studi Gelman dan King (1993) disebutkan bahwa preferensi pemilih terhadap kontestan telah ada jauh hari sebelum kampanye dimulai. Artinya, kampanye yang biasa-biasa saja akan sulit mempengaruhi preferensi pemilih. Sebaliknya, kampanye kreatif-selain berfungsi menghibur-bisa digunakan sebagai strategi untuk membidik pemilih yang masih ragu-ragu atau swing voter. *
Berita terkait
Angka Keramat Nawacita
28 April 2015
Pemilihan Presiden Juli 2014 lalu menjadi etos baru bagi rakyat untuk menentukan calon pemimpinnya. Bagi saya dan sebagian pemilih Jokowi, yang untuk pertama kalinya memilih dalam pemilihan, karena sebelumnya golongan putih, ada motif yang menggerakkan kami. Salah satu motif itu adalah janji kampanye Jokowi yang bertitel Nawacita.
Baca SelengkapnyaPemilu 2014 Berlalu, Ini Daftar Pelanggarannya
17 Desember 2014
Kemitraan menemukan suap dalam pemungutan suara.
Baca SelengkapnyaObor Rakyat, Polisi Tunggu Keterangan Jokowi
5 Agustus 2014
Keterangan Jokowi diperlukan agar kasus pengaduan tabloid Obor Rakyat dapat diproses lebih lanjut
Baca SelengkapnyaAhok Soal Pilpres: Jangan Golput, Nanti Menyesal
9 Juli 2014
Dengan memilih, Ahok berujar, kemungkinan warga merasakan penyesalan jauh lebih kecil ketimbang mengabaikan haknya.
Baca SelengkapnyaRibuan DPT Ganda Dicoret di Kota Bekasi
8 Juli 2014
Setiap kelurahan terdapat sekitar 100 DPT ganda.
Netizen Dukung Jokowi-Kalla di Semua Segmen Debat
6 Juli 2014
Secara keseluruhan, Jokowi-Kalla dipercakapkan hingga 64.297 kali, jauh mengungguli Prabowo-Hatta.
Baca SelengkapnyaHatta Tanya Kalpataru, JK: Keliru, Itu Adipura
5 Juli 2014
Hatta hanya tersenyum pahit dan enggan melanjutkan pertanyaan.
Baca SelengkapnyaPendukung Jokowi Bagikan Obor Rahmatan Lil Alamin
5 Juli 2014
Selain tabloid, mereka juga membagikan jadwal puasa Ramadan dan pin bergambar Jokowi-JK.
Baca SelengkapnyaTabloid Sapujagat Serang Jokowi Lewat Isu Komunis
5 Juli 2014
Sapujagat sebenarnya bukan media baru. Tabloid 16 halaman yang berkantor di Jalan Makam Peneleh Nomor 39, Surabaya, itu sudah muncul sejak awal 2000.
Baca SelengkapnyaKampanye Hitam Juga Serang Kampung Deret
5 Juli 2014
Dukungan warga terbelah diantara dua calon presiden di sejumlah sudut Jakarta.
Baca Selengkapnya