Pemimpin dan Kedaulatan Sumber Daya

Penulis

Kamis, 19 Juni 2014 00:30 WIB

Muliawan Margadana,
Ketua Bidang Pertambangan dan Dewan Pengurus Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia

Dalam dua dekade terakhir, paradigma shareholder value yang dianut perusahaan mineral dan energi kini berkembang menjadi stakeholder value dengan berbagai pendekatan, seperti clean energy, good mining practices, green mining, dan sebagainya. Sedangkan di sisi lain, perundang-undangan terkadang dinilai tidak menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaku usaha tambang, baik penambang lokal maupun asing. Misalnya, penerapan aturan perundang-undangan mineral yang baru, UU Nomor 4 Tahun 2009, yang mulai secara tegas dijalankan sejak 12 Januari lalu. Meski dari sisi nasionalisme UU ini memberikan harapan baru bagi peningkatan kualitas jual produk mineral dalam negeri, di sisi lain tambang-tambang yang tidak memiliki kesiapan, baik dari sisi biaya maupun teknis, terpaksa harus menghentikan operasi yang mengakibatkan gelombang PHK massal di berbagai wilayah tambang di Indonesia.

Dalam rangka transformasi natural resources productivity menjadi human productivity, semua pihak perlu mendorong nilai tambah melalui hilirisasi industri pertambangan dengan mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter. Namun hal ini tidak dapat dilepaskan dan dibebankan sepenuhnya kepada pelaku usaha. Pemerintah perlu menyiapkan paket regulasi yang mendorong pertumbuhan tersebut dan menyediakan infrastruktur yang memadai. Karena, bila hal ini tidak dilakukan, hampir mustahil mineral hasil pengolahan dan pemurnian tersebut dapat bersaing dengan negara lain, seperti Cina dan Jepang.

Target pemerintah mencapai 100 juta ton ekspor base metal pada 2050 patut didukung, namun "kebijakan" pelarangan ekspor mineral mentah sebaiknya ditinjau ulang. Menurut data Apemindo, sudah 585.527 karyawan dari 1.954 perusahaan tambang dan kontraktornya yang sudah berstatus clear and clean (perizinan tidak bermasalah) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), belum lagi adanya kemungkinan menempatkan karyawan dalam status standby di rumah (bukan PHK, tapi ditempatkan di rumah dengan tidak bekerja dan dikurangi pendapatannya) seperti yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara kepada karyawannya. Status standby ini tentunya hanya dapat dilakukan untuk sementara waktu. Jika perusahaan tidak dapat beroperasi optimal terus-menerus, akhirnya akan berujung pada PHK juga. PHK ini akan membawa dampak ganda karena banyak masyarakat di daerah terpencil penghasil tambang yang hidupnya bergantung pada komoditas ini, dari penjaja makanan, guru, dan berbagai profesi lainnya. Misalnya Timika, Soroako, Sumbawa, dan Kutai Timur yang lebih dari 80 persen pendapatan asli daerahnya dihasilkan dari sektor pertambangan.

Agar masalah lonjakan pengangguran ini dapat dituntaskan, paling tidak harus dibuka 3,7 juta peluang kerja setiap tahun, yang merupakan tugas tidak mudah mengingat pada 2013 lembaga pemeringkat investasi internasional Standard & Poor's (S&P) merevisi outlook perekonomian Indonesia dari positif menjadi stabil. S&P kini menempatkan sovereign credit rating Indonesia di peringkat BB+ untuk jangka panjang dan B untuk jangka pendek. Rating tersebut satu tingkat di bawah BBB- atau biasa disebut investment grade rating (layak investasi). Dengan kata lain, Indonesia makin menjauh dari peringkat investment grade di mata para investor.

Untuk itu, rencana relaksasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia sangatlah bijak. Karena, bila industri yang menopang pendapatan nasional maupun daerah ini kolaps, dampaknya akan luar biasa bagi rakyat di daerah maupun reputasi Indonesia di mata internasional.

Dampak negatif ikutan dari kebijakan seperti ini sebenarnya haruslah dikelola dengan memperhatikan risk control mechanism terlebih dulu sehingga tidak menimbulkan distorsi sosial dan politik yang berkepanjangan dan mengganggu produktivitas bangsa. Industri pertambangan memiliki ciri khas, yaitu high risk, long term, and capital intensive. Karena itu, pemerintah baru nantinya perlu melakukan serangkaian pendekatan, yaitu satu, menjaga konsistensi kebijakan; dua, mengganti secara bertahap semua regulasi yang menimbulkan dampak negatif; tiga, melakukan perampingan birokrasi guna meningkatkan iklim investasi; empat, memperbaiki mekanisme otonomi daerah di bidang pertambangan.

Pada akhirnya pelaku usaha dan pemerintah haruslah mengambil kebijakan yang mengutamakan salus populi suprema lex esto atau the welfare of the people shall be the supreme law. The people yang dimaksud di sini haruslah juga termasuk rakyat yang bermukim dan bekerja pada perusahaan-perusahaan tambang dan berada di lokasi tempat tambang-tambang itu beroperasi. *


Berita terkait

Di Musda IX HIPPI Fadel Muhammad Jabarkan IKN dan Tantangan Jakarta

8 Desember 2022

Di Musda IX HIPPI Fadel Muhammad Jabarkan IKN dan Tantangan Jakarta

Jakarta tetap menjadi pusat bisnis dan di Kalimantan Timur menjadi pusat pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Korban Ricuh Munas HIPMI Lapor ke Polisi, Kapolresta Periksa dan Kumpulkan Bukti

22 November 2022

Korban Ricuh Munas HIPMI Lapor ke Polisi, Kapolresta Periksa dan Kumpulkan Bukti

Keributan di munas Hipmi disebut karena masalah personal.

Baca Selengkapnya

Hippi: Pengusaha Besar Menimbun Minyak Goreng Harus Dijatuhi Hukuman

23 Februari 2022

Hippi: Pengusaha Besar Menimbun Minyak Goreng Harus Dijatuhi Hukuman

Hippi minta produsen minyak goreng besar di Indonesia untuk terus membanjiri pasar atau melakukan operasi pasar guna memenuhi pasokan warga.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla: Negara Kuat Didukung Para Pengusaha Kuat  

1 Juli 2017

Jusuf Kalla: Negara Kuat Didukung Para Pengusaha Kuat  

JK mengatakan pemerintah memiliki 25 persen saham dari pajak pendapatan perusahaan yang dikelola pengusaha.

Baca Selengkapnya

Dipuji Wapres Kalla, Sandiaga Janji Cetak 200 Ribu Wirausahawan

25 April 2017

Dipuji Wapres Kalla, Sandiaga Janji Cetak 200 Ribu Wirausahawan

Sandiaga mengatakan semangat kewirausahaan memotivasinya selama ini.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ajak Pengusaha Muda Garap Tiga Sektor Ini

27 Maret 2017

Jokowi Ajak Pengusaha Muda Garap Tiga Sektor Ini

Ada tiga sektor yang bisa digarap oleh pengusaha muda di antaranya adalah sektor pariwisata.

Baca Selengkapnya

APINDO Dorong Industri Padat Karya Dapat Insentif di 2017

20 Desember 2016

APINDO Dorong Industri Padat Karya Dapat Insentif di 2017

Salah satu contoh kebijakan yang belum berjalan itu adalah
diskon tarif listrik untuk beberapa usaha tertentu.

Baca Selengkapnya

Puluhan Pengusaha Cina Pastikan Indonesia Aman  

6 Desember 2016

Puluhan Pengusaha Cina Pastikan Indonesia Aman  

Sebanyak 130 pengusaha Cina mengunjungi Indonesia untuk
memastikan Indonesia aman.

Baca Selengkapnya

Dampak Demonstrasi Harus Dibayar Mahal

16 November 2016

Dampak Demonstrasi Harus Dibayar Mahal

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui dampak demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu harus diganti.

Baca Selengkapnya

Untung, Pengusaha Berlian di India Bagi-Bagi Ribuan Mobil

28 Oktober 2016

Untung, Pengusaha Berlian di India Bagi-Bagi Ribuan Mobil

Pengusaha berlian bernama Savjibhai Dholakia selalu membagi-bagikan keuntungan perusahaan kepada karyawannya.

Baca Selengkapnya