Husein Ja'far Al Hadar,
Penulis
Kompleks pelacuran Dolly akan ditutup Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya. Rencana penutupannya (kebetulan) menjelang Ramadan. Kebetulan itu mengingatkan penulis pada apa yang kerap dilakukan Front Pembela Islam (FPI) setiap menjelang Ramadan: sweeping minuman keras dan lokasi hiburan malam.
Walaupun kita mengenal Risma sebagai perempuan berkerudung dan religius, tentu penutupan Dolly bukan karena pertimbangan Islam. Sebab, Risma tahu bahwa Indonesia bukan negara Islam. Upaya Risma itu memang islami, tapi alasannya karena mempertimbangkan kemanusiaan yang itu diatur oleh undang-undang.
Menurut penulis, ada pelajaran penting yang patut dipetik oleh FPI dari Risma. Apa yang dilakukan Risma relatif sama dengan apa yang selama ini dilakukan FPI. Perbedaannya ada pada landasannya: Risma berlandaskan undang-undang, FPI selama ini berlandaskan Islam. Karena itu, Risma didukung oleh berbagai pihak, termasuk Gubernur Soekarwo dan Komnas HAM. Sedangkan FPI selalu ditentang dan dikecam.
Islam adalah aturan yang bersifat privat. Sedangkan undang-undang adalah aturan yang bersifat publik. Menurut penulis, kesalahan FPI adalah karena seolah memposisikan Islam sebagai undang-undang atau menarik sesuatu yang bersifat privat ke ranah publik. Padahal, sebagaimana ditegaskan Quran, tak ada paksaan dalam agama. Karena itu, dalam ranah publik, FPI seharusnya tidak mendoktrin, apalagi memaksa, masyarakat kita untuk taat dan patuh pada dogma Islam. Namun FPI harusnya melakukan penyadaran masyarakat bahwa aturan Islam itu baik dan layak untuk diadopsi menjadi aturan negara, tanpa harus mengubah negara ini menjadi negara Islam.
Sebab, seperti dikatakan ulama Mesir, Muhammad Abduh, "Aku melihat Islam di Paris, meski tidak ada orang Islam. Aku melihat orang Islam di Kairo, tapi tak melihat Islam di sana." Apa yang dikatakan Abduh itu juga telah dibuktikan secara ilmiah oleh akademikus Iran, Hossein Askari, yang dari hasil penelitiannya pada November 2013 itu justru menempatkan Irlandia sebagai negara paling islami, sedangkan Arab Saudi justru berada di posisi ke-91.
Logika FPI seharusnya bukan islamisasi, tapi sebaliknya: mengajukan ketentuan Islam untuk diuji oleh publik dan negara sesuai dengan logika publik dan ketentuan negara. Logika itu harus didasarkan pula pada keyakinan seperti yang dikemukakan filsuf Murtadha Muthahhari, bahwa Islam itu bisa dan patut selalu dikontekstualisasi dengan ruang dan waktu yang melingkupinya, tanpa harus mengubah substansinya (Islam dan Tantangan Zaman, 1996). Justru, menurut penulis, uji publik dan negara itu penting untuk kontekstualisasi nilai Islam dengan konteks ke-Indonesia-an dan kekinian kita.
Karena itu, yang perlu dilakukan FPI saat ini adalah mengkaji dan membangun basis argumentasi formal untuk mengajukan apa yang diyakininya agar bisa diterima oleh logika publik dan ketentuan negara sebagai sesuatu yang baik dan penting bagi publik dan negara ini. "Pertarungan" dilakukan di tingkat logis dan formal, bukan dengan paksaan dan kekerasan. Cita-citanya bukan membentuk negara Islam, tapi negara yang islami dengan tegaknya nilai keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian. Dengan begitu, seperti Risma, FPI akan didukung oleh rakyat dan negara. *
Berita terkait
Lokalisasi di Pantura Tegal Akhirnya Ditutup Permanen
20 Mei 2017
Lokalisasi yang berada Jalur Pantura Kabupaten Tegal yakni Peleman, Wandan, dan Gang Sempit akhirnya resmi ditutup permanen, Jumat 19 Mei 2017.
Baca SelengkapnyaUbah Lokalisasi Jadi RTH, Wali Kota Kediri: Hapus Citra Buruk
19 Mei 2017
Pemerintah Kota Kediri akan menjadikan kawasan bekas lokalisasi itu menjadi ruang terbuka hijau yang dilengkapi fasilitas bermain anak-anak.
Baca SelengkapnyaKisah Mas Abu Tutup Lokalisasi Semampir (2), Sudah Bulat
4 Maret 2017
Sudah bulat keputusan Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar menutup lokalisasi Semampir, sebelumnya ia minta pendapat pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo.
Baca SelengkapnyaMas Abu Tutup Lokalisasi Semampir (1), Sulit Dipisahkan
4 Maret 2017
Ini kisah Wali Kota Kediri menutup lokalisasi Semampir yang telah beroperasi puluhan tahun.
Baca SelengkapnyaLokalisasi Karang Joang Dibongkar, PSK Masih Beraktivitas
23 Februari 2017
Pemerintah Kota Balikpapan mendapat laporan bahwa PSK di lokalisasi prostitusi Karang Joang kembali beraktivitas meski puluhan bangunan dirobohkan dua pekan lalu.
Baca SelengkapnyaBalikpapan Tolak Tuntutan PSK Lokalisasi yang Digusur
17 Februari 2017
Pemerintah Kota Balikpapan menolak tuntutan pekerja seks komersial di lokalisasi prostitusi Karang Joang yang mengharapkan dana pemulangan ke daerah masing-masing.
Baca SelengkapnyaPolisi Sita Bambu Runcing dan Molotov di Lokalisasi Semampir
10 Desember 2016
Penduduk akan mengajukan gugatan class action untuk melawan kebijakan pemerintah.
Baca SelengkapnyaLokalisasi Semampir Digusur, Massa Siapkan Bambu Runcing
10 Desember 2016
Lokalisasi Semampir Kediri mencekam. Ratusan warga mempersenjatai diri dengan bambu runcing.
Baca SelengkapnyaEks Lokalisasi di Kediri Mau Digusur, Penghuni Unjuk Rasa
5 Desember 2016
Pemerintah Kota Kediri memberi tenggat waktu hingga 10 Desember 2016 untuk mengosongkannya.
Baca SelengkapnyaAkan Digusur, Penghuni Eks Lokalisasi di Kediri Unjuk Rasa
21 November 2016
Terdapat sedikitnya 227 bangunan yang dihuni 261 kepala keluarga atau 680 jiwa di kawasan eks-lokalisasi Semampir.
Baca Selengkapnya