Faktor Islam pada Pilpres

Penulis

Jumat, 20 Juni 2014 00:19 WIB

Arfanda Siregar,
Dosen Politeknik Negeri Medan

Faktor umat Islam masih menjadi kunci kemenangan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014. Tim sukses pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menjadikan umat Islam sebagai sasaran utama untuk menaikkan elektabilitas keduanya.

Tak usah heran, kedua capres mengklaim bahwa dirinyalah yang paling merepresentasikan umat Islam dan ini membuat mereka percaya diri menggunakan simbol Islam yang biasanya tak pernah mereka kenakan dalam aktivitas sehari-hari. Efektifkah?

Penggunaan simbol Islam tersebut bukan cakap kosong. Hanya demi membuktikan bahwa seorang Joko Widodo (Jokowi) beragama Islam, sekarang, setiap kali putra Solo tersebut berpidato selalu diawali dengan pengucapan salawat Nabi yang panjang. Padahal tak biasanya beliau seperti itu. Namun kampanye hitam yang menuduhnya bukan muslim membuat Jokowi harus menghafal salawat dan menggunakannya ketika mulai berpidato.

Lain lagi dengan Prabowo Subianto. Mantan menantu Presiden Soeharto tersebut percaya diri mengatakan hubungannya dengan ulama sudah sangat dekat sejak bertugas sebagai prajurit. Sudah lazim dia meminta restu kepada ulama setiap kali menjalankan tugas di lapangan. Bagi Prabowo, ulama adalah tempat dia memohon restu agar selamat di medan pertempuran.

Jokowi maupun Prabowo sebenarnya tak punya rekam jejak yang panjang sebagai salah satu tokoh yang dekat dengan umat Islam. Belum ada satu pun catatan yang mengindikasikan keduanya adalah pentolan organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Mereka juga tak terbiasa dengan kegiatan-kegiatan keislaman selama karier politiknya.

Yang jelas, menjelang kontestasi pilpres 2014, umat Islam memegang peranan signifikan mengangkat harkat dan derajat mereka menjadi orang nomor satu di negeri ini sehingga perlu diambil hatinya.

Pertama, Islam masih menjadi agama dengan jumlah penganut terbesar di Indonesia, sehingga suara pemilih muslim sangat diperhitungkan. Semua capres selalu menggunakan isu Islam sebagai "daya sedot" suara. Bahkan dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah, diseret-seret dalam arus dukung mendukung capres, sehingga secara internal terbelah dalam dua poros dukungan: ada yang mendukung Jokowi dan ada yang mendukung Prabowo.

Semuanya dilakukan demi mendapatkan dukungan dari massa kedua ormas tersebut. Lihat saja tokoh NU, seperti KH Hasyim Muzadi, Alwi Shihab, dan Salahuddin Wahid, yang terang-terangan mendukung Jokowi. Sedangkan tokoh NU yang lain, seperti KH Said Aqil Siradj dan Mahfud Md., malah mendukung Prabowo. Begitu juga Muhammadiyah. Meskipun tidak terang-terangan seperti tokoh NU, tokoh di tubuh ormas Islam tersebut terpecah antara mendukung kubu Jokowi dan Prabowo.

Inilah daya tarik suara umat Islam yang diwakili banyak ormas Islam, yang pada gilirannya membuat para capres berlomba mencari simpati dengan menggunakan simbol Islam agar mendapatkan dukungan nyata dari anggota ormas Islam itu.

Kedua, suara partai politik Islam, seperti PKS dan PPP, yang akan terpecah ke dua pasang capres karena tak adanya kader dari dua parpol Islam tersebut yang maju sebagai capres ataupun cawapres.

Hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia ( LSI) pada 1-9 Mei 2014 terhadap 2.400 responden di 33 provinsi dengan metode acak bertingkat mencatat bahwa 32,69 persen pemilih PKS mendukung Jokowi-JK dan 33 persen memilih Prabowo-Hatta. Meskipun secara legal formal kedua partai mendukung capres Prabowo, bukan berarti akan diikuti secara mutlak oleh konstituennya. Inilah keunikan konstituen partai Islam. Melabuhkan pilihan kepada partai Islam bukan berarti akan taklid buta mendukung pilihan capres kedua partai Islam tersebut.

Hal ini juga menandakan bahwa suara pemilih muslim akan tersebar ke dua capres tanpa memandang terlalu serius platform keislaman dan identitas keislaman capres. Atau, dengan kata lain, keislaman seorang capres tak lagi menentukan pilihan umat Islam. Umat Islam lebih melihat kualitas gagasan dan visi capres dalam menakhodai negeri ini. Sementara itu, simbol-simbol Islam yang sering dijadikan "daya tarik" capres dan partai Islam dalam menggaet suara umat Islam sama sekali tidak efektif lagi. Jadi, tak perlulah capek-capek menghafal doa dalam bahasa Arab ataupun menggunakan jubah ulama. Tampil apa adanya saja.

Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya